Nihil Emas di Cabang Esports SEA Games 2019, Indonesia Harus Berhitung Lagi

oleh Darojatun diperbarui 11 Des 2019, 17:19 WIB
Tim Nasional Esports Indonesia yang akan diberangkatkan pada ajang SEA Games 2019 Filipina. Mereka bertekad memborong seluruh medali yang diperebutkan. (Dok. Istimewa)

Bola.com, Jakarta Kegagalan Indonesia di cabang esports nomor Tekken 7 SEA Games 2019 pada Selasa (10/12/2019) kemarin tidak banyak mengusik khayalak pemerhati olahraga di Tanah Air. Sebabnya apalagi kalau bukan karena mata kita lebih banyak tertuju ke final sepak bola di malam yang sama. Alhasil, cabang esports pun gagal menyumbang emas meski target telah sempat dinaikkan dari dua menjadi tiga. Kenapa?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas mari kita melakukan kilas balik untuk meninjau keberhasilan kita meraih satu emas dan satu perak di eksebisi esports pada Asian Games 2018. Prestasi yang kita torehkan lewat atlet Ridel “Benzer” Sumarandak (juara di nomor Clash Royale) dan atlet Hendry “Jothree” Koentarto (peringkat kedua di nomor Hearthstone) bahkan menobatkan Indonesia sebagai peringkat kedua di cabang esports Asia tahun lalu.

Advertisement

Skuat esports Merah-Putih hanya kalah dari China yang meraih 2 emas (Arena of Valor dan League of Legends) dan 1 perak (Clash Royale). Selain nomor-nomor yang sudah penulis sebutkan sebelumnya, Asian Games 2018 menggelar juga nomor-nomor StarCraft II dan Pro Evolution Soccer 2018. Line up enam nomor tersebut tidak jauh berbeda dengan enam yang dipertandingkan di SEA Games 2019, di mana StarCraft II, Hearthstone, dan Arena of Valor kembali dipertandingkan.

2 dari 3 halaman

Seharusnya Target Hanya Satu Emas

Well, raihan emas melalui Benzer Ridel pada Asian Games 2018 adalah sebuah kejutan, karena sebenarnya figur yang dipatok sebagai frontman di skuat esports Indonesia adalah Hendry Jothree. Imbasnya juga tidak mengherankan apabila pada SEA Games 2019 kali ini, di saat Benzer tidak bisa turun berlaga karena nomornya tidak dipertandingkan, Jothree kembali dijagokan untuk meraih emas.

Kekalahan Jothree di final Hearthstone Asian Games 2018 adalah karena pada duel penentuan jenis deck kartu yang dimainkannya kurang menguntungkan atlet Indonesia tersebut, hingga akhirnya Lo Tsz Kin (Hong Kong) unggul tipis.

Dengan status sebagai atlet Hearthstone nomor satu di Asia Tenggara, Jothree tampil meyakinkan di putaran grup SEA Games 2019 namun akhirnya kalah dari Werit “Disdai” Popan (Thailand) dan Nguyen Hoang Long (Vietnam). Uniknya, emas Hearthstone malah direbut atlet Malaysia, Yew Weng Kean. Jothree sendiri mengaku melakukan blunder saat menghadapi Vietnam karena terlalu percaya diri. Sangat disayangkan memang, tapi pelajaran hidup jelas telah direngkuhnya kembali kali ini.

Saya sendiri sebenarnya meragukan ketika KOI dan KONI, serta untuk selanjutnya di level NOC dan Kemenpora, menargetkan raihan tiga emas dari cabang esports. Pasalnya, di mata penulis sosok atlet yang memiliki kaliber internasional dan jam terbang tinggi dalam line up nomor-nomor esports di Filipina justru hanya Jothree seorang, sedangkan yang lainnya belum teruji.

3 dari 3 halaman

Menata Kembali Pola Seleksi

Nah, menyoal diskrepansi soal estimasi di atas Presiden IESPA (Asosiasi Esports Indonesia), Eddy Lim, dalam perspeksif pribadinya sempat menyatakan pada penulis bahwa seperti halnya Benzer menghasilkan kejutan dengan merebut emas di Asian Games 2018, Indonesia juga punya peluang untuk tampil sebagai kuda hitam di SEA Games 2019 lewat nomor Dota 2, Mobile Legends, dan Tekken 7.

Dalam pemetaan terkini, akhirnya nomor Mobile Legends dan Tekken 7 pun ditargetkan untuk mendapatkan emas sedangkan jagoan Dota 2 Indonesia dinilai punya peluang yang imbang dengan kubu tuan rumah Filipina. Prediksi Eddy Lim soal Dota 2 tepat karena akhirnya Filipina yang merebut emas di nomor itu. Tapi, sayangnya kita malah hanya sanggup merebut perak di Mobile Legends dan nihil medali di Tekken 7.

Dalam cabang esport ini ujungnya sungguh di luar dugaan Indonesia hanya bisa meraih dua perak, satu lagi diraih di nomor Arena of Valor, dan lantas kandas di urutan keempat di bawah Filipina (3 emas), Thailand (2) dan Malaysia (1). Melencengnya raihan medali Indonesia seharusnya tidak terlalu jauh andai hanya di nomor Hearthstone saja kita menaruh harapan emas, tapi apa lacur nasi sudah menjadi bubur.

Untuk ke depan, terutama di saat esports masih menjadi cabang eksebisi di Olimpiade Tokyo 2020 kita harus benar-benar berhitung saat menetapkan target. Selain itu, seleksi atlet timnas untuk esports juga harus dibuat lebih baku sehingga benar-benar atlet profesional terbaik yang dapat mengusung panji Merah Putih.

Ingat, jumlah pengguna, penggiat, dan follower esports di Indonesia terus berkembang pesat dalam tiga tahun terakhir dan pemerintah harus menaruh perhatian besar di cabang “beromset mahal” ini. Saya yakin para netizen muda Indonesia ---yang terkenal sangat militan--- akan mendukung gagasan masa depan untuk menaruh prioritas di ranah esports yang platform digitalnya berimpitan dengan mereka.

So, mulai sekarang harus benar-benar dikondisikan di Indonesia agar jangan sampai figur-figur terbaik justru tidak masuk radar IESPA karena mereka masih memburu hadiah uang dengan jumlahnya miliaran di kompetisi profesional yang agendanya bersinggungan dengan jadwal persiapan timnas. Kegagalan tanpa medali emas di SEA Games 2019 merupakan sebuah tamparan bagi dunia esports Indonesia pasca kesuksesan di Asian Games, ayo kita bangkit!

*Penulis adalah wartawan, VP Operations dan Editor in Chief untuk Bola.com serta Bola.net, kolom ini berisi wawasan pribadi yang terlepas dari sikap kolektif insitusi.