Bola.com, Jakarta - Dari izin kerja hingga pengaruh nilai transfer, Premier League bakal terkena dampak cukup signifikan usai Inggris Raya dipastikan keluar dari Uni Eropa atau Brexit.
Dampak sosial jelas akan terpapar akibat Brexit. Ekonomi dan politik dipastikan mempengaruhi pola hidup masyarakat Inggris Raya (UK), tak terkecuali kegiatan olahraga seperti sepak bola.
Penggerak Premier League dan sejumlah petinggi klub sudah mengutarakan kecemasannya terhadap potensi masalah yang bakal bercabang menyusul Brexit. Namun, pemerintah Inggris tetap pada pendiriannya, UK bercerai dengan Uni Eropa.
Wajar memang jika jajaran eksekutif klub Premier League khawatir. Sebab, bisnis sepak bola Inggris sedikit banyak bakal mengalami penyesuaian, sebagaimana ofisial liga pasti harus menemukan rumusan baru, menyesuaikan dengan peraturan pemerintah, utamanya menyoal regulasi yang melibatkan 'pihak luar'.
Saat ini, UK masih dalam tahap transisi. Masih banyak waktu tersedia untuk memetakan regulasi yang pas dan sesuai dengan kultur kompetisi sepak bola di Inggris yang sudah berusia ratusan tahun.
Akan tetapi, potensi dampak besar sudah terpampang nyata di depan mata. Pertanyaannya, seberapa berpengaruhkah Brexit terhadap Premier League?
Video
Apa Itu Brexit?
Brexit merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan bahwa Inggris Raya keluar dari keanggotaannya sebagai warga negara Eropa. Ada pun Brexit adalah kependekan dari British dan Exit.
Wacana Brexit sudah lama didengungkan, tepatnya pada Juni 2016. Sebanyak 51,9 persen masyarakat Inggris Raya sepakat meninggalkan Uni Eropa.
Menariknya, berdasarkan Oxford English Dictionary, istilah Brexit sudah muncul sejak 2012. Itu artinya, wacana untuk menanggalkan status sebagai bagian dari Eropa secara politik sudah ada sejak delapan tahun lalu.
Brexit sudah resmi berjalan pada 31 Januari 2020. Karena sifatnya yang mendadak, diberlakukan masa transisi, termasuk dalam ranah sepak bola. Ada pun masa transisi berlangsung hingga 31 Desember 2020.
Bagaimana Brexit Mempengaruhi Premier League?
Pada 2016, semua tim peserta Premier League menolak gagasan Brexit. Chairman Premier League ketika itu, Richard Scudamore, dalam wawancara eksklusif bersama BBC Radio 5 mengklaim kampanye Brexit adalah hal yang ganjil.
Sebelum bicara mengenai Brexit dan sepak bola, harus diketahui lebih dulu pengaruhnya secara umum. Ada beberapa skenario terkait pengaruh politik luar negeri Inggris Raya yang bisa berdampak signifikan.
Sepak bola modern tak bisa lepas dari bisnis, yang mana ada proses jual beli di dalamnya. Tanpa Brexit pun, proses transfer pemain dari luar Inggris pun harus mengacu pada peraturan pemerintah, utamanya menyoal ketenagakerjaan dan kependudukan. Lihat penjelasannya di sub-judul di bawah ini.
Transfer, Rekrutmen, dan Keimigrasian
Pada Januari kemarin, manajer Cardiff City, Neil Warnock menjadi sedikit di antara klub Liga Inggris yang ingin Brexit segera direalisasikan. "Jujur, saya sudah tak sabar untuk segera keluar dari Eropa."
"Saya rasa kita semua akan lebih baik tanpa basa-basi di luar sana, dalam semua aspek, tentunya saya bicara konteksnya dalam sepak bola."
Warnock punya persepsi sendiri mengenai Brexit, meski buat mayoritas klub Premier League, Brexit akan sangat memberatkan mereka dalam menjalankan roda bisnis.
Brexit akan mempengaruhi peraturan keimigrasian. Hal ini akan membuat klub Premier League sulit bermanuver dalam perekrutan pemain.
Sejauh ini, regulasi mengenai pemain asing di Premier League memang tak cukup ketat. Tiap klub diharuskan mendaftarkan sedikitnya delapan pemain berstatus home-grown tanpa mempedulikan asal negaranya.
Ada pun home-grown di sini adalah pemain yang sebelum berusia 21 tahun tercatat berlatih di Inggris. Ada dua tipe, pertama by the club, lalu yang kedua by the English club.
Sebagai contoh, Cesc Fabregas adalah home-grown by the club, yakni Arsenal. Sebab, ia dibesarkan di Arsenal selama minimal tiga tahun sebelum usianya mencapai 21 tahun.
Itu artinya, meski Fabregas berasal dari Spanyol, ia tidak dianggap pemain asing, meski secara tidak langsung, Premier League memang tidak memiliki regulasi pemain asing (foreign player) seperti La Liga atau Serie A yang ketat menyoal hal ini.
Buat tim-tim Premier League, khususnya tim-tim papan atas, manuver di bursa transfer adalah satu kunci penting yang mempengaruhi keberhasilan. Adanya Brexit bisa membatasi mereka dalam melakukan pembelian pemain.
Gampangnya, pesepak bola dari Uni Eropa seperti Jerman, Prancis atau Spanyol yang menjadi incaran klub raksasa Premier League, misalnya Manchester United, sangat mungkin kesulitan merealisasikan keinginannya karena dihadapkan pada European Economic Area (EEA) dan Brexit.
Izin kerja atau work permit sangatlah penting karena itu menjadi surat sakti apakah si pemain boleh bekerja di UK atau tidak. Perlu diingat, bahwa pesepak bola di mana pun dia berada adalah pekerja, dan tiap pekerja asing memerlukan izin kerja di tempat di mana ia berada.
Parahnya, per 2016, BBC mengklaim bahwa ada 332 pemain di Premier League, Championship Division, dan Scottish Premiership tidak memenuhi kriteria sebagai pekerja asing di Inggris Raya.
Cara Kerja Work Permit di Premier League
Izin kerja atau work permit adalah satu syarat yang diperlukan oleh pesepak bola asing yang ingin berkarier di Premier League. Ingat, pesepak bola adalah pekerja, dan pekerja membutuhkan izin kerja.
Ada pun work permit awalnya hanya dibutuhkan oleh pemain non-Uni Eropa atau negara-negara di European Economic Area (EEA). Namun setelah Brexit, maka penggunaannya menjadi melebar ke pemain non-Inggris Raya juga.
Secara fisik, izin kerja adalah surat atau dokumen dari UK Home Office yang berisi perizinan untuk bekerja di Inggris. Sangat jelas maknanya. Akan tetapi, sangat tidak mudah mendapatkannya, terutama Premier League menerapkan peraturan yang ketat. Sebagus apapun kemmpuan Egy Maulana Vikri misalnya, belum tentu ia bisa bermain di Premier League karena sejumlah ketentuan.
Syarat umum dari Premier League adalah seorang pesepak bola non-Inggris Raya harus sudah membela tim nasionalnya sekian persen dalam dua tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, Timnas Polandia bermain sebanyak 10 kali dalam dua tahun belakangan, namun Robert Lewandowski hanya bermain satu kali, maka belum tentu bisa mendapatkan izin kerja dari UK Home Service.
Premier League juga mengacu pada ranking FIFA. Pemain yang berasal dari negara yang berperingkat 1-10 bisa mendapatkan izin kerja di Inggris jika bermain sebanyak 30 persen dari pertandingan internasional selama dua tahun belakangan. Berikut ketentuannya:
- Ranking 1-10, 30 persen
- Ranking 11-20, 45 persen
- Ranking 21-30, 60 persen
- Ranking 31-50, 75 persen
Dilihat dari ketentuan di atas, maka peluang kita melihat pemain Indonesia bermain di Premier League nyaris tidak mungkin sebab Premier League mengharuskan pesepak bola non-Inggris haruslah berasal dari negara yang peringkat FIFA-nya 50 besar.
Jika ada pemain yang tidak memenuhi kriteria tersebut, mereka bisa mengajukan banding. Ada pun harga pemain tersebut haruslah tinggi, gajinya juga besar, sebab ini menandakan betapa pemain tersebut sangat bagus dan bisa berpengaruh signifikan buat Premier League.
Makin Sulit
Meninggalkan Uni Eropa membuat tim-tim di UK makin sulit merekrut pemain Eropa di bawah usia 18 tahun buat akademi mereka. Tak usah jauh-jauh, Luka Jovic dan Erling Haaland pun belum tentu bisa serta merta pindah ke klub ke Premier League meski sudah ada kata sepakat.
Regulasi FIFA, di sisi lain, memproteksi pemain muda usia 16-18 tahun untuk pindah klub berbeda negara, bahkan antar sesama negara Uni Eropa. Jika saja Brexit sudah berlaku sejak lama, maka sangat mungkin tak ada ceritanya Cesc Fabregas pindah dari Barcelona ke Arsenal misalnya.
Klub-klub Inggris Raya bisa 'memaksa' FIFA untuk mengaktifkan Artikel 19 sebelum Brexit akhirnya dijalankan, yakni sebelum 31 Desember 2020, atau hingga masa transisi berakhir, di mana transfer pemain di bawah usia 18 tahun masih lunak. Tapi per 1 Januari 2021, semuanya masih abu-abu.
Menariknya, pada November 2018, Times mengklaim Football Association (FA) menyiapkan proposal agar pemain asing di Premier League dibatasi hingga 12 pemain saja. Apakah ini langkah menyiasati Brexit atau kebetulan saja, tidak ada yang tahu. Toh, itu tak akan mempengaruhi peraturan yang niscaya kontradiktif antara pemerintah Inggris Raya pasca-Brexit dengan Uni Eropa.
Tak cuma pemain saja, manajer pun akan terkena dampak. Premier League musim 2019-2020, dari 20 tim, setengah di antaranya merupakan orang non-Inggris Raya. Jurgen Klopp, Pep Guardiola, atau Jose Mourinho contohnya. Mereka juga terancam tak bisa lagi menangani tim-tim Premier League.
Baca Juga