Bola.com, Jakarta - Musim lalu merupakan salah satu musim terbaik bagi Ajax Amsterdam di beberapa tahun terakhir. Terutama di panggung Eropa.
Tak banyak yang menyangka bahwa Ajax yang dipenuhi banyak pemain muda mampu mengejutkan banyak orang. Tergabung dengan raksasa Jerman di Grup E Liga Champions musim lalu, Ajax mampu menempati peringkat kedua dengan raihan 12 poin dari enam laga, tanpa kekalahan.
Di babak 16 besar, banyak yang mengira itu akan jadi akhir dari perjalanan tim asuhan Erik Ten Hag. Apalagi lawan mereka adalah tim paling sukses di Liga Champions, Real Madrid.
Namun sebutan sebagai tim mengejutkan memang layak diberikan pada tim berjuluk De Godenzonen tersebut. Mereka mampu menyingkirkan Real Madrid dengan agregat 5-3 untuk kemudian menembus perempat final.
Di babak delapan besar, Ajax harus menghadapi juara Italia, Juventus. Setelah bermain imbang 1-1 di leg pertama, Ajax kemudian unggul 2-1 di leg kedua sekaligus menyingkirkan Bianconeri yang saat itu adalah salah satu kandidat juara Liga Champions.
Namun langkah Ajax musim lalu di panggung Liga Champions akhirnya terhenti di semifinal. Mereka disingkirkan Tottenham Hotspur secara dramatis lewat aturan gol tandang. Skor agregat 3-3 melawan Spurs membuat Ajax musim lalu tersingkir karena di kandang sendiri di leg kedua, kalah dengan skor 2-3 setelah di leg pertama menang 1-0.
Meskipun tersingkir, namun perjalanan dan performa Ajax Amsterdam musim lalu sudah mendapatkan banyak pujian. Andalan-andalan mereka musim lalu pun mendapatkan banyak perhatian dari klub-klub besar Eropa.
Ajax Amsterdam Musim Ini
Tersingkir di semifinal Liga Champions tak menghentikan langkah Ajax untuk berjaya di Eredivise. Mereka sukses meraih gelar ke-34 mereka, sekaligus yang pertama sejak musim 2013-2014.
Musim panas menjadi awal perubahan. Beberapa pemain andalan yang sukses membawa Ajax ke semifinal dan juara Liga Belanda pindah ke tim lain. Yang paling dikenal jelas kepindahan Frenkie de Jong ke Barcelona, dan Matthijs De Ligt ke Juventus, dua pemain yang bisa jadi paling berpengaruh dalam tim musim lalu.
Dan kepindahan dua pemain itu bisa dikatakan sangat memengaruhi performa Ajax di musim ini, terutama di Liga Champions.
Tergabung di Grup H Liga Champions bersama Valencia, Chelsea, dan Lille, Ajax gagal bersaing untuk berebut dua tiket ke babak 16 besar Liga Champions.
Ajax hanya mampu menempati peringkat ketiga klasemen dengan raihan 10 poin dari enam laga. Tertinggal satu poin dari Valencia dan Chelsea yang ada di posisi 1 dan 2. Ajax pun harus rela tersingkir ke kasta kedua turnamen Eropa, Liga Europa.
Sebuah ironi yang pertama karena status mereka adalah semifinalis Liga Champions pada musim lalu.
Kiprah Singkat di Liga Europa
Hanya menempati peringkat ketiga membuat Ajax harus rela tersingkir ke Liga Europa. Tepatnya, Ajax harus bermain di babak 32 besar Liga Europa dan bertemu dengan Getafe, runner up Grup C Liga Europa.
Banyak yang memperkirakan Ajax akan mampu melewati adangan Getafe di babak 32 besar, mengingat status mereka sebagai 'buangan' dari Liga Champions. Namun bencana sudah datang di leg pertama.
Pada 20 Februari lalu, Ajax harus tandang ke Coliseum Alfonso Perez, markas Getafe, di leg I babak 32 besar Liga Europa demi nama besar mereka. Namun mereka gagal memenuhi ekspektasi setelah kalah dua gol tanpa balas.
Kekalahan dengan skor dua gol tanpa balas ini pun membuat Ajax menghadapi misi nan sulit di leg kedua saat giliran menjadi tuan rumah. Dan itu terbukti.
Bermain di Johan Cruyff Arena, Amsterdam, Jumat (28/2/2020) dini hari WIB, Ajax gagal membalikkan keadaan. Baru 5 menit berjalan, Ajax kebobolan lewat gol Jaime Mata yang membuat mereka harus setidaknya mencetak empat gol balasan untuk bisa lolos ke 16 besar Liga Europa.
Gol Danilo pada menit ke-19 dan gol bunuh diri Mathias Oliveira di menit ke-63 sempat memberikan harapan pada Ajax. Namun hingga pertandingan berakhir, skor 2-1 itu tak berubah. Ajax pun tersingkir dengan agregat 2-3. Ironi kedua bagi tim dengan status sebagai semifinalis Liga Champions musim lalu.