Bola.com, Jakarta - Sepak bola Papua memasuki masa-masa genting. Hal itu terjadi karena rontoknya klub-klub asal Bumi Cendrawasih di kompetisi elite Indonesia dan hanya menyisakan Persipura Jayapura.
Klub Papua pernah berjaya di sepak bola Indonesia dengan menyumbangkan empat wakil di kasta tertinggi. Hal itu terjadi pada musim 2013 di mana ada Persiram Raja Ampat, Persidafon Dafonsoro, Persiwa Wamena, dan Persipura Jayapura.
Musim itu menjadi yang terakhir bagi Papua bisa mengirimkan banyak wakil. Setelah itu, satu per satu klub kebanggaan Papua mulai rontok tergerus jaman.
Pada Shopee Liga 1 2020, hanya Persipura Jayapura yang mampu bertahan dan tampil konsisten. Penyebabnya tak terlepas dari tebalnya kantong pendanaan yang dimiliki klub berjulukan Mutiara Hitam itu.
Persipura mendapatkan donatur tetap dari perusahaan tambang, yakni PT Freeport. Pada 2020, perusahaan itu menyuntik dana sebesar Rp7,5 miliar untuk Boaz Solossa dkk.
"PT Freeport Indonesia adalah satu perusahaan tambang yang begitu besar, dan dia memberikan kebanggaan kepada tim orang Papua, dan Persipura merasa bangga atas dukungan PT Freeport Indonesia kepada Tim Persipura Jayapura," kata Ketua Umum Persipura Jayapura, Benhur Tomi Mano, beberapa waktu lalu.
Rutinnya pendanaan yang diberikan PT Freeport membuat Persipura bisa konsisten mendatangkan pemain berkualitas. Hal itu sebanding dengan konsistensi yang diraih Persipura di kasta tertinggi Indonesia dengan tidak pernah turun kasta sejak 1995.
Banyaknya sponsor yang masuk ke Persipura juga sejalan dengan pencapaian prestasi yang diraih. Persipura Jayapura menjadi klub Papua paling sukses dengan torehan 4 gelar liga.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Turun Kasta Hingga Merger
Nasib Persipura Jayapura tidak dialami oleh klub Papua lainnya. Kesulitan bersaing membuat klub-klub Papua turun kasta, bahkan ada yang gulung tikar karena merger dengan klub lain.
Penyebab klub Papua sulit bersaing karena kekurangan dana untuk membeli pemain-pemain berkualitas. Selain itu, kondisi geografis Indonesia juga membuat pengeluaran mereka membengkak di sektor transportasi.
Persiram Raja Ampat dan Perseru Serui memilih menyerah dan merger dengan klub lain. Adapun Persidafon Dafonsoro dan Persiwa Wamena masih bertahan di Liga 3.
Persiram Raja Ampat sejatinya masih mampu bersaing di liga teratas Indonesia sampai musim 2015. Namun, pada 2016 lisensi Persiram akhirnya dibeli oleh PT TNI seharga Rp17 miliar.
Sejak saat itu, tidak ada laga klub yang bernama Persiram di Indonesia. Lisensi milik klub inilah yang menjadi cikal bakal dari Persikabo yang kini tampil di Shopee Liga 1 2020.
Sementara itu, nasib serupa juga dialami Perseru Serui. Pada Liga 1 2018, Perseru sejatinya masih berhasil bersaing di kasta tertinggi. Namun, manajemen akhirnya memilih untuk merger dengan Badak Lampung dan menggunakan nama Perseru Badak Lampung.
Sayangnya, penggabungan kedua klub tersebut tak berakhir indah. Perseru Badak Lampung hanya bertahan semusim dan turun kasta pada akhir 2019.
Adapun situasi mati segan dan hidup tak mau kini dialami Persidafon Dafonsoro dan Persiwa Wamena yang berada di Liga 3. Kedua klub tersebut terlihat stagnan, bahkan tertinggal dari klub Papua lainnya, yakni Persemi Mimika yang sukses tampil di babak nasional Liga 3 2019.
Baca Juga
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Mengulas Sosok Pemain yang Paling Layak Jadi Kapten Timnas Indonesia: Jay Idzes Ada Tandingan?
Lini Depan Timnas Indonesia Angin-anginan: Maksimalkan Eliano Reijnders dan Marselino Ferdinan atau Butuh Goal-getter Alami?