Mengenal Avigan dan Chloroquine, Obat yang Dipesan Presiden untuk Melawan Virus Corona

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mar 2020, 17:30 WIB
Calon penumpang kereta api mengenakan masker saat berada di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (31/01). Dalam rangka pencegahan Virus Corona, PT Kereta Api Indonesia (persero) melakukan sosialisasi kepada penumpang dengan membagi-bagikan masker di stasiun Gambir. (merdeka.com/Imam Buhori)

Jakarta - Pemerintah RI telah melakukan rapid test secara masal untuk mendeteksi awal virus Corona. Tes ini telah dilakukan sejak Jumat (20//3) sore.

Di luar itu, Pemerintah juga menyiapkan obat dari hasil riset dan pengalaman beberapa negara. Obat-obat ini diharapkan bisa digunakan untuk mengobati infeksi akibat virus virus Corona tersebut.

Advertisement

"Obat pertama yang akan didatangkan adalah obat flu Avigan. Kita telah mendatangkan lima ribu, akan kita coba dan dalam proses pemesanan dua juta. Sementara itu, obat kedua adalah chloroquin yang telah disiapkan sebanyak tiga juta," ujar Presiden RI, Joko Widodo kepada media di Istana negara, Jumat (20/3/2020).

Virus Corona memang sudah semakin meresahkan. Hingga saat ini, virus itu telah menjangkiti lebih dari 200 ribu orang di seluruh dunia. Di Indonesia hingga Sabtu (21/3) sudah 38 orang meninggal karena virus ini.

 

Saksikan Video Virus Corona di Bawah Ini

2 dari 8 halaman

Lantas, Apa itu Avigan?

Avigan atau Favipiravir, obat yang disebut bisa menyembuhkan pasien Virus Corona COVID-19. (Xinhua)

Avigan (Favipiravir) adalah agen anti-virus yang secara selektif dan berpotensi menghambat RNA-dependent RNA polimerase (RdRp) dari virus RNA. Fujifilm Toyama mengembangkan obat ini pada tahun 2014 dan telah diuji coba kepada manusia yang terinfeksi COVID-19 sejak Februari.

Uji klinis dilakukan pada 200 pasien di rumah sakit Wuhan dan Shenzen. Dari Shenzhen sendiri, menyumbang 80 pasien, 35 pasien yang menerima perlakuan obat oral favipiravir, dan 45 orang dalam grup kontrol (tidak minum obat favipiravir), mengutip dari Xinhuanet.

Otoritas medis di Cina mengatakan obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati jenis baru influenza ini tampaknya efektif pada pasien virus Corona.

Zhang Xinmin, seorang pejabat di kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi China, mengatakan bahwa favipiravir, memberikan hasil yang menggembirakan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.

"Pasien yang diberi obat di Shenzhen berubah status menjadi negatif setelah rata-rata empat hari setelah menjadi positif, dibandingkan dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diobati dengan obat tersebut," kata penyiar publik NHK.

3 dari 8 halaman

Kurangi Gejala Pneumonia

Selain itu, sinar-X mengkonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91 persen pasien yang diobati dengan favipiravir, dibandingkan dengan 62 persen atau mereka yang tidak menggunakan obat.

Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa pasien yang menerima obat teruji negatif dalam waktu singkat, sedangkan gejala pneumonia sangat berkurang. 

Hingga kini, obat Avigan masih terus dikembangkan. Para ilmuwan juga tengah menunggu hak paten obat tersebut agar bisa mengembangkan obat generiknya.

4 dari 8 halaman

Bagaimana dengan Chloroquine?  

Han Yi (belakang), petugas medis dari Provinsi Jiangsu, bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Chloroquine merupakan obat anti-malaria yang telah digunakan selama sekitar 70 tahun. Obat ini merupakan kandidat potensial untuk obat SARS-CoV-2, atau yang lebih kita kenal dengan virus corona, virus penyebab COVID-19.

Obat ini tampaknya dapat memblokir virus dengan mengikat diri ke sel manusia dan masuk untuk mereplikasi. Obat ini juga merangsang kekebalan tubuh.

Pada 4 Februari, sebuah studi di Guangdong, China, melaporkan bahwa chloroquine efektif dalam memerangi virus corona.

5 dari 8 halaman

Sukses di Marseille

Para dokter di Marseille, bagian selatan Prancis mengklaim pasien berhasil diobati dengan obat malaria chloroquine. Pada sebuah studi, 20 dari 36 pasien diberikan obat tersebut. Setelah 6 hari, 70% pasien tersebut dinyatakan sembuh, virus tidak lagi ada di sampel darah, dibandingkan 12,5% pasien grup kontrol.

Dokter di Australia dan China juga telah melihat hasil yang menjanjikan dari chloroquine dan berharap bisa memulai uji coba dalam beberapa minggu ke depan.

6 dari 8 halaman

Bagaimana cara kerja Chloroquine dalam melawan virus corona?

Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien virus corona COVID-19 di rumah sakit itu (Xinhua/Xiao Yijiu)

Robin May, profesor penyakit menular di University of Birmingham, mengatakan bahwa prosesnya belum dipahami dengan baik. Namun, ia berspekulasi bahwa proses yang disebut "endositosis", yaitu virus masuk ke inang, mungkin ada hubungannya dengan itu.

“Ini berarti bahwa virus pada awalnya dimasukkan ke dalam 'kompartemen' intraseluler yang biasanya bersifat asam. Chloroquine akan mengubah keasaman kompartemen ini, yang dapat mengganggu kemampuan virus untuk melarikan diri ke sel inang dan mulai mereplikasi,” katanya.

"Kemungkinan lain adalah bahwa chloroquine dapat mengubah kemampuan virus untuk mengikat bagian luar sel inang, yang merupakan langkah penting pertama untuk masuk." 

 

7 dari 8 halaman

Mengapa Dokter Mencobanya untuk Melawan COVID-19?

Selama sekitar 10 tahun telah ada penelitian yang melaporkan efek anti-virus chloroquine dan itu digunakan untuk mengobati pasien dalam wabah sindrom pernapasan akut (Sars) yang parah dari tahun 2002 hingga 2003.

"Chloroquine menerima perhatian yang relatif sedikit ketika wabah Sars menghilang. Menyadari bahwa virus Covid-19 saat ini adalah kerabat dekat, beberapa peneliti telah menguji apakah klorokuin mungkin digunakan untuk terapi pandemi saat ini," kata Dr Andrew Preston, peneliti microbial pathogenesis di University of Bath, seperti dikutip Telegraph.

8 dari 8 halaman

Apakah Chloroquine Mahal?

Tidak. Murah dan relatif mudah dibuat. Perusahaan farmasi Prancis Sanofi telah menawarkan untuk membagikan jutaan bungkus obat dan mengatakan mereka memiliki cukup untuk merawat 300.000 pasien.

Sayangnya, uji klinis skala penuh sepertinya perlu dilakukan sebelum diberikan ke pasien COVID-19. Sebab dalam sebuah konferensi pers pada 20 Februari, Janet Diaz, kepala perawatan klinis dalam Program Keadaan Darurat WHO, mengatakan bahwa "untuk chloroquine, tidak ada bukti bahwa itu adalah pengobatan yang efektif saat ini.

"Pada saat penulisan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa "sampai saat ini, tidak ada vaksin dan tidak ada obat antivirus khusus untuk mencegah atau mengobati COVID-2019."

 

Sumber: Telegraph, berbagai sumber

Disadur dari: Liputan6.com (Fitri Syarifah/Dyah Puspita W, published 22/3/2020)