Jejak Ronny Pattinasarany: Dari Lapangan Sepak Bola Mawas Jadi Legenda Timnas Indonesia

oleh Abdi Satria diperbarui 01 Apr 2020, 08:15 WIB
Legend Series - Ronny Patinasarany (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Makassar - Sejak berdiri pada 2 November 1915, PSM Makassar tetap eksis di papan atas kompetisi Indonesia. Tak hanya itu, Juku Eja pun termasuk klub penyumbang pemain yang berkiprah di Timnas Indonesia.

Ada dua pemain asal PSM yang aksinya di tim nasional terbilang fenomenal yakni Andi Ramang (striker) di periode 1950 sampai 1960-an dan Ronny Pattinasarany (gelandang) yang berkostum Tim Garuda pada kurun waktu 1970-1980-an.

Advertisement

Kali ini, Bola.com mengulas sepakterjang Ronny, satu di antara playmaker terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Ronny yang bernama lengkap Ronald Hermanus Pattinasarany lahir di Makassar 9 Februari 1949. Sejak kecil, Ronny sudah berada di lingkungan sepak bola. Ayahnya, Nus Pattinasarany adalah mantan pemain PSM dan Timnas Indonesia.

Koran yang memberitakan pertemuan Johan Cruyff dan Ronny Pattinasarany di Jakarta. (Bola.com/Dok. Pribadi Keluarga Pattinasarany)

Rumah keluarga Pattinasarany pun berdekatan dengan lapangan sepak bola Mawas yang banyak melahirkan pemain andal Makassar. Talenta dan didikan ayahnya yang disiplin memuluskan langkah Ronny berkarier di sepak bola.

Pada usia 17 tahun, Ronny sudah masuk skuat PSM. Namanya mulai dikenal publik sepak bola nasional ketika melakoni debut bersama PSM melawan Persipura di Stadion Mattoangin. Gaya permainan Ronny yang elegan mewarnai PSM yang mengandalkan permainan cepat dan keras.

Sosok Ronny pun langsung menonjol berkat umpan pendek dan jauhnya yang akurat. Ronny pun piawai dalam merebut bola dari kaki lawan. Ia melakukannya dengan cara halus dan tidak mencederai lawan.

Pada 1970, Ronny dipanggil memperkuat Timnas Junior menghadapi kejuaraan Asia di Manila. Setelah itu, dia jadi langganan timnas diberbagai even yunior. Kiprah terbaik Ronny bersama PSM terjadi pada Piala Soeharto 1974.

Meski usianya masih 25, Ronny menjadi pemain senior sekaligus kapten Juku Eja. Ketika itu, Juku Eja diperkuat mayoritas pemain muda diprediksi bakal sulit bersaing dengan PSMS Medan, Persija Jakarta dan Persebaya yang dihuni pemain yang berkiprah di Timnas Indonesia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Raih Juara

Legenda PSM Makassar dan Timnas Indonesia, Ronny Pattinasarany. (Bola.com/dok Keluarga-Abdi Satria)

Bersama Ronny, PSM Makassar mampu membalikkan anggapan dengan meraih trofi juara. PSM bertengger di posisi puncak setelah mengalahkan Persebaya Surabaya dan Persija Jakarta dengan skor sama 2-1 serta bermain imbang 1-1 dengan PSMS Medan. Pada ajang ini, Ronny mencetak dua gol pada tiga laga.

Pencetak gol PSM lainnya adalah Anwar Ramang (2 gol) dan Abdi Tunggal (1 gol). Tak hanya saat bertanding, Ronny pun dikenal piawai memotivasi pemain lain sebelum beraksi di lapangan.

Bek PSM saat itu, Mallawing, punya kenangan tersendiri bersama Ronny. Mallawing yang ketika itu baru memperkuat PSM pada level nasional dipanggil secara khusus oleh Ronny sehari sebelum menghadapi Persebaya.

Kala itu, seluruh tim peserta makan bersama. Ronny lalu menunjuk satu pemain Persebaya dan meminta Malawing mematikan pergerakannya.

"Ronny mengancam, kalau pemain itu mencetak gol, dia akan minta ke pelatih PSM agar memulangkan saya ke Makassar. Saya tentu tak mau hal ini terjadi," tutur Mallawing.

Mallawing pun tampil trengginas untuk mematikan pemain andalan Persebaya itu dan sukses. Setelah pertandingan, Ronny pun meberi ucapan selamat kepada Mallawing seraya menyebut nama pemain itu.

"Saya terkejut bukan main. Sampai lemas rasanya. Ternyata pemain itu adalah Abdul Kadir, bintang Timnas Indonesia," kenang Mallawing.

3 dari 3 halaman

Selalu Dikenang

Legenda hidup PSM Makassar, Ronny Pattinasarany termasuk salah satu pemain yang kariernya menjulang bersama timnas. (Istimewa)

Setelah membawa PSM berjaya di Piala Soeharto 1974, Ronny meninggalkan Makassar dan bergabung dengan klub Galatama, Warna Agung. Bersama klub papan atas Galatama itu, Ronny bermain pada periode 1978-1982.

Periode ini merupakan masa emas karier Ronny. Ia meraih penghargaan Pemain Terbaik Galatama dua musim beruntun, 1979 dan 1980. Bersama Timnas Indonesia, Ronny meraih Medali Perak SEA Games 1979 dan 1981.

Ronny pun mendapat plakat sebagai Olahragawan Terbaik Nasional 1981. Puncaknya, nama Ronny masuk dalam daftar pemain All Star Asia tahun 1982. Selain Warna Agung, Ronny juga satu musim membela Tunas Inti.

Setelah itu, Ronny memutuskan untuk gantung sepatu dan beralih profesi sebagai pelatih. Ada beberapa klub yang pernah ditanganinya yakni Persiba Balikpapan, Krama Yudha Tiga Berlian, Persita Tangerang, Petrokimia Putra Gresik, Makassar Utama, Persitara Jakarta Utara dan Persija Jakarta.

Prestasi terbaik yang pernah ditorehkan Ronny adalah ketika menangani Petrokimia Putra, ia membawa Petrokimia meraih Juara Surya Cup, Petro Cup, dan runner-up Tugu Muda Cup.

Kariernya sebagai pelatih juga tak lama. Ronny lebih memilih fokus ke keluarga setelah dua anaknya, Henry Jacques Pattinasarany dan Robenno Pattrick Pattinasarany jadi pecandu narkoba. Bersama Stella, istri yang sangat dicintainya, Ronny dengan sabar membimbing kedua puteranya itu kembali ke jalan yang benar.

Setelah badai keluarga reda, Ronny kembali ke sepak bola. Sebelum meninggal pada 19 September 2008 karena kanker hati yang akut, Ronny sempat menjadi Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI (2006), Wakil Ketua Komdis (2006) dan Tim Monitoring Timnas (2007).

Berita Terkait