Bola.com, Makassar - Sejak penyatuan Perserikatan dan Galatama menjadi Liga Indonesia pada 1994, PSM Makassar termasuk royal dalam mengeluarkan anggaran besar untuk belanja pemain asing. Musim 1995-1996 jadi penanda awal Juku Eja tak lagi mengandalkan materi tim murni pemain lokal setelah gagal total pada musim perdana.
Kala itu, manajemen PSM Makassar yang berada di bawah kendali Nurdin Halid mendatangkan trio Brasil, Jacksen Tiago, Marcio Novo dan Luciano Leandro. Dua nama terakhir baru pertama kali berkiprah di kompetisi Indonesia. Sedang Jacksen musim sebelumnya membawa Petrokimia Putra menembus final Liga Indonesia sebelum dikalahkan Persib Bandung.
Bersama trio Brasil, PSM nyaris menggenggam trofi juara. Juku Eja tampil perkasa sejak penyisihan grup sampai final. Sayang, penampilan mereka terkesan antiklimaks pada partai puncak menghadapi Mastrans Bandung Raya (MBR) di Stadion Gelora Bung Karno. PSM takluk ditangan MBR dengan skor 0-2.
Raihan ini melecut PSM untuk bersaing di papan atas secara konsisten dengan merekrut pemain asing. Pencapaian tertinggi PSM pada era Liga Indonesia tercipta ketika Carlos de Mello dan Joseph Lewono jadi pilar Juku Eja meraih trofi juara pada musim 1999-2000.
Meski lekat dengan pemain asing asal Amerika Latin dalam pencapaian sukses, PSM juga tercatat pernah memakai jasa pemain dari benua lain. Sejak 1995 sampai era Liga 1 2020, total pemain asing yang direkrut PSM adalah 60 orang.
Rinciannya adalah dari Asia 14 pemain, Eropa (15), Afrika (14) dan Amerika (17). Di antara mereka ada dua pemain yang kini menyandang status naturalisasi, yakni Ilija Spasojevic (Montenegro) dan Cristian Gonzales (Uruguay).
Lalu siapa saja pemain asing yang berpengaruh besar pada penampilan PSM Makassar? Ada dua kriteria yang menjadi acuan Bola.com dalam menentukan nama-nama yang pantas menyandang status itu, yakni pencapaian gelar tim dan personal. Berikut nama dan analisanya:
Video
1. Luciano Leandro (Brasil)
PSM Makassar adalah klub pertama Luciano di kompetisi Indonesia. Meski hanya mampu membawa PSM meraih peringkat dua pada Liga Indonesia 1995/1996, nama Luciano tetap melekat kental di kalangan suporter dan pecinta PSM.
Kelebihan utama Luciano adalah mobilisasi dan militansinya di lapangan. Meski tetap tampil dengan skill di atas rata-rata layaknya pemain asal Brasil, Luciano tetap menyatu dengan karakter PSM yang mengandalkan permainan keras dan cepat.
Umpan terukur dan gocekan bola yahud membuat Luciano jadi figur penting pada strategi pelatih PSM kala itu, M. Basri. Sebagai pelatih yang juga pernah menjadi pemain pilar PSM dan Timnas Indonesia pada era 1960-an, Basri tahu betul cara mengoptimalkan kemampuan Luciano.
Sebagai pengaturan serangan, Luciano ditopang Ansar Razak dan Ayyub Khan, dua gelandang jangkar PSM. Berkat kerja keras dua gelandang yang sama-sama sudah meninggal dunia ini, Luciano jadi 'pemain bebas' di area pertahanan lawan.
Selama berkiprah sebagai pemain di Indonesia, Luciano hanya bermain dengan dua klub. Persija Jakarta adalah klub keduanya. Bersama Macan Kemayoran, Luciano meraih trofi juara di Liga Indonesia 2000/2001.
Ironisnya, di partai puncak, Persija mengalahkan PSM, klub yang pertama kali membesarkan namanya di Indonesia.
2. Carlos de Mello (Brasil)
Carlos de Mello termasuk pemain asing yang sukses berkiprah di kompetisi Indonesia. Sebelum membawa PSM Makassar juara Liga Indonesia 1999-2000, Carlos terlebih dulu meraih sukses bersama Persebaya Surabaya pada musim 1996-1997. Tidak hanya membawa Persebaya juara, Carlos pun meraih penghargaan sebagai pemain terbaik musim itu.
Mental pemenang yang melekat pada diri Carlos membuat manajemen PSM yang saat itu dikendalikan Nurdin Halid tanpa berpikir panjang untuk menyodorkan kontrak kepada gelandang Brasil itu.
Hasilnya terbukti moncer. Meski terkesan tambun, pergerakan Carlos sangat efektif. Mayoritas serangan PSM berawal dari sentuhan Carlos.
Ia pun eksekutor utama PSM saat situasi bola mati. Baik tendangan bebas, sudut, dan penalti. Juku Eja pun tampil dominan sepanjang musim, dari penyisihan wilayah sampai final. Pada partai puncak, PSM mengalahkan PKT Bontang dengan skor 3-2 setelah unggul tiga gol lebih dulu.
3. Oscar Aravena (Chile)
Oscar Aravena direkrut manajemen PSM Makassar dari Persela Lamongan, klub yang diperkuatnya pada musim sebelumnya. Pelatih PSM saat itu, Miroslav Janu, menduetkannya dengan Christian Gonzales (Uruguay) yang baru kali pertama berkiprah di Indonesia.
Seperti diketahui, Gonzales akhirnya memutuskan menjadi warga negara Indonesia lewat jalur naturalisasi pada 2010. Duet Oscar-Cristian langsung menjadi momok menakutkan lini belakang lawan pada musim 2003.
Pada kompetisi yang kali pertama memakai sistem kompetisi penuh, keduanya menjadi pencetak gol utama Juku Eja. Cristian mengoleksi 27 gol. Sedang Oscar menjadi top scorer kompetisi dengan 31 gol.
Sayang, PSM akhirnya gagal meraih trofi juara musim itu. Gelar juara menjadi milik tim kuda hitam, Persik Kediri. Tak ayal, pencapaian personal Oscar sebagai top scorer kompetisi jadi pelipur lara sekaligus menyelematkan muka PSM.
4. Wiljan Pluim (Belanda)
Setelah lekat dengan rekrutan pemain asal Amerika dan Afrika, PSM Makassar mulai berpaling pada talenta Eropa. Terutama pada era Liga 1. di mana, PSM ditangani pelatih asal Benua Biru, yakni Robert Albert (Belanda), Darije Kalezic (Swiss/Bosnia) dan Bojan Hodak (Kroasia). Wiljan Pluim adalah pembelian terbaik Juku Eja.
Sejak direkrut PSM pada 2016, pencapaian Pluim terbilang lumayan. Pada Liga 1 2017, bersama Pluim, PSM bertengger di peringkat tiga pada akhir musim. Satu tahun kemudian, posisi PSM naik ke peringkat dua.
Musim lalu, PSM hanya bertengger di papan tengah. Tapi, Juku Eja meraih sukses lain lewat trofi juara Piala Indonesia dan menembus semifinal zonal ASEAN Piala AFC 2019.
Gocekan bola, umpan terukur, dan mobiltas tinggi di lapangan adalah kelebihan Pluim sekaligus menjadi senjata utama PSM untuk meredam tim lawan. Tak ayal, bila Pluim absen karena cedera atau akumulasi kartu, penampilan PSM cenderung menurun.