Bola.com, Lamongan - Pelatih Persela Lamongan, Nilmaizar, tidak kaget menghadapi penghentian kompetisi Shopee Liga 1 2020. Bagi pelatih asal Payakumbuh itu, situasi ini bukan pengalaman pertama baginya.
Juru taktik Persela Lamongan itu mengaku sudah tiga kali menghadapi penangguhan kompetisi. Baik saat menjadi pemain maupun sebagai pelatih.
Pengalaman pertama yakni ketika kompetisi ditangguhkan pada 1998. Kala itu, kompetisi dihentikan karena Indonesia mengalami krisis moneter dan terjadi kerusuhan di berbagai daerah.
”Kalau 1998 ada kerusuhan Mei. Jadi ketika itu pertandingan langsung disetop,” kata Nilmaizar kepada Bola.net.
Sementara, pengalaman kedua Nilmaizar terjadi pada bulan 2015 karena kompetisi kasta tertinggi yang bernama QNB League dihentikan. Kala itu, tim yang ditukanginya, Semen Padang, batal bertanding.
”Waktu itu mau lawan Persela, saya sudah sampai di Lamongan, sudah menginap di hotel. Setelah itu ada instruksi, pertandingan tidak dilanjutkan, kami pulang,” kenang Nilmaizar.
Video
Kondisi yang Berbeda
Setelah penghentian tersebut, situasinya semakin tidak jelas. PSSI dibekukan oleh Menpora Imam Nahrawi dan membuat kegiatan benar-benar vakum selama beberapa bulan.
”Setelah itu enggak ada kegiatan lagi. PSSI juga di-banned, jadi memang kegiatan vakum selama empat sampai lima bulan,” imbuhnya.
”Kalau sekarang situasinya memang darurat, bukan seperti kondisi sebelumnya,” tegas pelatih yang pernah menukangi Timnas Indonesia tersebut.
Nilmaizar menyebut penghentian kompetisi sangat berdampak terhadapnya sebagai pelaku sepak bola. Terutama dari sisi finansial karena pendapatan berkurang.
Sumber: Bola.net
Disadur dari: Bola.net (Serafin Unus Pasi/Mustopa El Abdy, published 2/4/2020)