Bola.com, Semarang - Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) merasa keberatan dengan keputusan PSSI terkait pembayaran gaji pemain, pelatih, dan ofisial tim di masa pandemi COVID-19. Alasannya, para pemain sebagai stakeholder sepak bola tidak diajak untuk berdiskusi terlebih dulu untuk mencari solusi sebelum membuat keputusan.
Pandemi virus Corona membuat kompetisi berstatus force majeure hingga Juni mendatang. Dalam keputusannya, PSSI menelurkan enam poin di mana satu di antaranya terkait perubahan kontrak kerja antara klub dan pemain, pelatih, serta ofisial, dengan pembayaran gaji maksimal 25 persen dari kontrak kerja awal pada periode Maret hingga Juni 2020.
APPI telah menyampaikan surat gugatan ke PSSI, karena tidak dilibatkan dalam proses sebelum pengambilan keputusan itu. APPI merasa keberatan karena yang dilakukan PSSI tidak seperti yang dilakukan FIFA.
Lebih lanjut, APPI juga keberatan dengan keputusan PSSI yang mewajibkan klub membayar 25 persen dari nilai kontrak yang sudah disepakati. Menurut APPI keputusan ini seharusnya disepakati oleh para pemain dan klub terlebih dahulu.
Kondisi ini mendapat respons dari satu di antara CEO klub kontestan Shopee Liga 1 2020, PSIS Semarang, yakni Yoyok Sukawi. Pria dengan nama lengkap Alamysah Satyanegara Sukawijaya ini menilai ada hal yang membuat asosiasi bersuara, yaitu karena kurangnya komunikasi.
"Memang saya melihat karena kurangnya komunikasi saja. APPI merasa kurang dilibatkan sehingga menolak. Sebenarnya kalau dilihat, maksud dari PSSI itu sangat bagus dan positif," terang Yoyok Sukawi, Kamis (2/4/2020).
"Kalau PSSI membiarkan dan pemerintah memutuskan status negara lockdown, otomatis semua kerjasama batal secara hukum dan pemain tidak dapat apa-apa," tuturnya.
Video
Jalan Terbaik
CEO PSIS itu menambahkan kontrak menjadi gugur oleh pemerintah, pada saat force majeure. Ia memberi contoh tak hanya pada aktivitas sepak bola. Pelaku usaha lain, seperti kredit untuk sementara ikut berhenti dengan situasi krisis akibat COVID-19.
Ia menilai pemberian gaji sebesar 25 persen adalah jalan yang terbaik. Supaya baik klub dan pemain masih ada ikatan kontrak, meski status kompetisi sedang ditunda. Semua bakal kembali berjalan normal ketika kompetisi dilanjutkan.
"Misalnya nanti kompetisi lanjut, semua pemain haknya akan utuh, tidak boleh berkurang, dan akan dihitung lagi di belakang. Kalau tidak diberi penuh, bisa dituntut. PSIS tetap memenuhi apa yang disepakati dalam kontrak," beber pria yang juga merupakan anggota Exco PSSI itu.