Bola.com, Makassar - PSM Makassar menjadi klub tertua di Indonesia yang masih eksis di kompetisi kasta tertinggi tanah air sampai saat ini. Koleksi gelar klub yang berdiri pada 2 November 1915 ini tidak hanya diraih pada level nasional, tapi juga internasional.
Pada era Perserikatan, PSM Makassar tercatat lima kali meraih gelar juara. Masing-masing pada musim 1955–1957, 1957–1959, 1964–1965, 1965–1966 dan 1991–1992. Sedang di era Liga Indonesia, Juku Eja mengoleksi satu gelar di musim 1999/2000 plus satu trofi juara Piala Indonesia yang diraih pada 2019.
Dari deretan prestasi itu, hanya dua pemain yang pernah membawa PSM meraih juara pada era berbeda, yakni Ansar Abdullah dan Yusrifar Djafar. Keduanya bersama PSM menggenggam trofi juara pada Piala Perserikatan 1992 dan Liga Indonesia 1999-2000.
Membicarakan kedua pemain tersebut, Yusrifar lebih lama memperkuat PSM. Yusrifar yang dulu dikenal sebagai winger dengan umpan terukur dan tendangan bebas akurat ini terakhir membela PSM pada 2005. Ia pun pernah memperkuat tim nasional senior pada ajang Piala Kemerdekaan 1992 dan Piala Raja Thailand 1993.
Kiprah Yusrifar di pentas sepak bola nasional terbilang lengkap. Sebelum tampil di era Perserikatan dan Liga Indonesia pada level senior, ia pernah membela Gelora Dewata pada era Galatama selama dua musim, yakni 1989-1991. Ia direkrut oleh klub yang bermarkas di Bali itu setelah membawa PSM Junior menembus semifinal Piala Soeratin 1989.
Selain PSM dan Gelora Dewata, Yusrifar juga pernah memperkuat Barito Putera pada edisi perdana Liga Indonesia.
Pada musim 1994-1995, ia mencuri perhatian publik sepak bola tanah air dengan membawa Barito Putera menembus semifinal yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta. Langkah Barito dihentikan oleh Persib Bandung yang kemudian juara setelah mengalahkan Petrokimia Putera 1-0 di partai puncak.
Sentuhan Syamsuddin Umar
Kisah manis Yusrifar bersama PSM tak lepas dari sentuhan Syamsuddin Umar, pelatih tersukses Juku Eja. Ibarat jodoh, Yusrifar bersama Syamsuddin sama-sama mencetak sejarah dengan meraih trofi juara pada era berbeda.
Gelar pertama Yusrifar diraih pada kompetisi Perserikatan 1991-1992. Yusrifar yang saat itu berstatus pemain muda mendapat kepercayaan dari Syamsuddin sebagai pemain starter.
Pada putaran pertama, kiprah PSM masih terseok-seok dengan bertengger di posisi papan bawah penyisihan wilayah. Hal itu bisa dimaklumi karena materi PSM kala itu adalah gabungan pemain Makassar Utama (eks Galatama) dan hasil binaan klub internal PSM. Butuh waktu untuk membuat suasana tim jadi harmonis.
Bekat dukungan total dari Walikota Makassar, Suwahyo, serta pengusaha Ande Latief, penampilan PSM berubah total di putaran kedua. Tiket babak enam besar di Stadion Gelora Bung Karno diraih. Bermain di Senayan, langkah PSM tak terbendung.
Sebelum melangkah ke final menghadapi PSMS Medan, Juku Eja menyingkirkan Persib Bandung dengan skor 2-1. Pada partai puncak, PSM akhirnya menghapus dahaga gelar sejak 1966 setelah menekuk PSMS dengan skor 2-1.
Juara Liga Indonesia 1999-2000 jadi gelar kedua Yusrifar bersama PSM. Pada musim ini, Yusrifar tetap berkolaborasi dengan Syamsuddin yang menjadi pelatih kepala.
Setelah tampil dominan sejak penyisihan wilayah sampai babak semifinal, PSM yang memang dijagokan jadi juara mengalahkan PKT Bontang 3-2 di final. Pada partai puncak, Syamsuddin kembali memainkan Yusrifar sebagai starter meski pada awal babak kedua ia digantikan Aji Santoso karena cedera.
Pada berbagai kesempatan bertemu dengan Bola.com, Yusrifar tanpa sungkan mengaku peran penting Syamsuddin dalam perjalanan kariernya sebagai pemain.
"Pak Syam selalu menekankan ke pemain agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ia berikan. Kalau bermain tidak sesuai keinginannya, siap-siap saja duduk manis di bangku cadangan," kenang Yusrifar.
Kenangan GBK
Sebagai pemain, Yusrifar tentu menyimpan kebanggaan tersendiri bisa merasakan atmosfer partai final di Stadion Gelora Bung Karno yang merupakan stadion terbesar tanah air. Apalagi partai puncak sudah pasti disaksikan oleh puluhan ribu penonton yang datang ke stadion serta jutaan mata lewat layar kaca.
Bersama PSM, Yusrifar tercatat empat kali melakukannya. Masing-masing dua kali di era Perserikatan (1991-1992 dan 1993-1994) dan Liga Indonesia (1999-2000 dan 2000-2001). Selain dua gelar (1992 dan 2000), PSM meraih predikat runner-up setelah masing-masing takluk ditangan Persib Bandung 0-2 (1994) dan kalah 2-3 dari Persija Jakarta (2001).
Sejatinya, Yusrifar berpeluang menambah jatah tampil di final jadi lima laga andai Barito Putera mengalahkan Persib di semifinal musim 1994/1995.
"Padahal saat itu, kami unggul 1-0 lebih dulu. Persib mampu membalikkan keadaan jadi 2-1 setelah Barito bermain dengan 10 pemain karena Hariansyah diganjar kartu merah," ujar Yusrifar.
Pada pengujung kariernya sebagai pemain, Yusrifar memang dua kali beruntun membawa PSM bertengger di peringkat dua pada musim 2003 dan 2004. Namun, saat itu Liga Indonesia memakai sistem kompetisi penuh.
Setelah memutuskan pensiun sebagai pemain, Yusrifar mencoba peruntungannya sebagai pelatih. Sejumlah tim pernah ditanganinnya, di antaranya PSM Makassar U-21 dan Perssin Sinjai. Terakhir Yusrifar dipercaya menajemen PSM melatih tim Putri pada Liga 1 Putri 2019.
Baca Juga