Bola.com, Jakarta - Manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, menyadari anak asuhnya butuh suntikan motivasi ketika timnya tertinggal 0-1 dari Bayern Munchen saat halftime pada final Liga Champions 1999. Setan Merah dibikin kelabakan oleh Bayern Munchen yang tampil energik, taktis, dan dominan, serta sudah unggul lewat gol Mario Basler.
Ruang ganti pemain Manchester United didominasi wajah-wajah putus asa. Ferguson tahu anak asuhnya butuh lecutan.
"Jika kalian kalah, kalian hanya akan berjarak enam kaki dari trofi Liga Champions, tapi kalian tak bisa menyentuhnya, tentu saja," kata Ferguson kepada Ryan Giggs dan kawan-kawan.
"Saya ingin kalian berpikir tentang fakta bahwa kalian sangat dekat dengan gelar itu dan sebagian besar akan berada dalam jarak terdekat yang mungkin didapatkan. Dan kalian akan membenci pikiran tentang itu seumur hidup. Jadi, pastikan jangan kalah. Jangan berpikir kembali ke sini tanpa memberikan segalanya," imbuh Ferguson.
Mengejawantahkan kata-kata menjadi aksi nyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Manchester United tentu saja tidak langsung bangkit mendominasi pertandingan pada babak kedua final Liga Champions di Stadion Camp Nou, Barcelona, 26 Mei 1999. Bayern Munchen tetap merajelela dan membuat MU tertekan.
Namun, kerja keras, determinasi, dan kegigihan para pemain Setan Merah terbayar lunas. Pada masa injury time lahirlah dua gol penentu kemenangan melalui Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer yang bersejarah itu. Dua gol tersebut mengantarkan MU menorehkan tinta emas di buku sejarah. Mereka menjadi klub Inggris pertama yang menorehkan treble, dengan menjuarai Premier League, Piala FA, dan Liga Champions sekaligus dalam semusim.
Sudah 21 tahun berlalu sejak Manchester United mengukir torehan spesial itu. Ternyata, hingga sekarang belum ada klub Inggris lain yang berhasil mengikuti jejak Manchester United.
Cerita keberhasilan Manchester United meraih treble pada 1999 itu begitu heroik. Namun, mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa batas antara kesuksesan dan kegagalan begitu tipis pada masa itu. Beberapa momen hampir saja menghancurkan impian Red Devils.
Enam pekan sebelum melengkapi raihan tiga gelar, tim besutan Sir Alex Ferguson melakoni partai besar melawan Arsenal pada ulangan semifinal Piala FA di Villa Park. Manchester United dalam posisi sulit setelah sang kapten Roy Keane diganjar kartu merah. Saat itu, kedudukan 1-1 dan Arsenal dihadiahi penalti pada menit pertama injury time.
Striker andalan Arsenal, Dennis Bergkamp, bersiap mengambil penalti. Saat itu rekor penaltinya selama berkostum Arsenal adalah 100 persen. Tetapi, keberuntungan rupanya berpihak kepada MU. Sang kiper, Peter Schmeichel, berhasil menepis penalti Bergkamp. Schmeichel memilih bergerak ke kiri dan instingnya benar.
"Saya tak melakukan riset. Penyelamatan itu murni keberuntungan," kata kiper asal Denmark itu setelah pertandingan.
Keberhasilan Schmeichel disempurnakan gol solo run cantik Ryan Giggs pada babak perpanjangan waktu. Aksi itu dinobatkan sebagai gol terhebat sepanjang sejarah Piala FA. Manchester United menang 2-1 dan melenggang ke final Piala FA 1999.
Comeback Heroik di Turin
Setelah laga semifinal Piala FA pada 14 April 1999 tersebut, MU masih memiliki 10 pertandingan yang harus dimenangi untuk mengukir sejarah treble dan pantang kalah. Nyatanya, segalanya tak berlangsung mudah. MU sempat empat kali tertinggal. Mereka bisa comeback dengan memenangi tiga laga di antaranya dan sekali imbang kontra Leeds United.
Sebelum laga melawan Leeds, Manchester United lebih dulu melawat ke Turin untuk menghadapi Juventus pada leg kedua semifinal Liga Champions. Laga tersebut dikenang sebagai pertandingan terbaik sepanjang karier Roy Keane. Pria Irlandia itu menjadi motor comeback gemilang United.
Manchester United langsung tertinggal 0-2 di awal pertandingan melalui sepasang gol Pippo Inzaghi. Namun, Keane mampu mengobarkan semangat rekan-rekan setimnya untuk bangkit.
Kebangkitan Manchester United diawali dengan gol tandukan Roy Keane, kemudian digenapi masing-masing gol dari Andy Cole dan Dwight Yorke. United lolos ke final dengan kemenangan agregat 4-3 dan makin dekat dengan treble.
Namun, kemenangan atas Juventus itu harus dibayar mahal karena Keane dipastikan absen di final Liga Champions. Dia kena akumulasi kartu kuning gara-gara tekelnya terhadap bintang Juventus, Zinedine Zidane. Selain Keane, Paul Scholes juga kena akumulasi kartu. Setan Merah dipastikan melakoni final tanpa dua pemain andalan mereka di lini yang paling sentral, gelandang tengah.
Dua Trofi Pertama
Trofi pertama Manchester United pada musim itu disegel pada 16 Mei. Titel Premier League masuk genggaman berkat kemenangan comeback 2-1 atas Tottenham Hotspur pada pekan pamungkas liga di Old Trafford. MU menjuarai Premier League dengan keunggulan satu poin atas Arsenal.
Manchester United mendulang trofi kedua di Stadion Wembley pada 22 Mei. Pertandingan relatif berjalan mudah dan United menang 2-0 atas Newcastle United lewat gol Teddy Sheringham dan Paul Scholes.
Namun, di balik layar muncul riak cukup besar menjelang pertandingan itu. Japp Stam ngotot minta dimainkan penuh pada final Piala FA itu meskipun belum sepenuhnya pulih dari cedera hamstring. Ferguson tentu emoh memberi lampu hijau karena tindakan itu terlalu berisiko. Setan Merah lebih membutuhkan tenaga Stam untuk partai final Liga Champions melawan Bayern Munchen empat hari berselang.
Stam kecewa, tapi bisa menerimanya. Bek tangguh asal Belanda itu akhirnya diturunkan pada pengujung babak kedua, ketika laga tersisa 12 menit. Saat itu, MU sudah unggul 2-0 sehingga Stam tak perlu bekerja terlalu keras.
Kemenangan di Piala FA tak diikuti perayaan atau pesta-pesta pada malam itu. Ferguson memberikan perintah yang gamblang bahwa semua pemain yang kemungkinan akan terlibat pada final Liga Champions sudah harus tidur sebelum pukul 01.30. Tak ada yang berani membantah. Instruksi itu dijalani dengan patuh oleh Ryan Giggs cs.
Alih-alih kembali ke Manchester, skuat Setan Merah malah bergeser ke Bisham Abbey National Sports Centre di Berkshire. Rombongan MU ditemani oleh ahli nutrisi dan koki khusus. Mereka juga berkumpul untuk menganalisis video pertandingan Bayern Munchen. Para pemain MU kemudian terbang ke Barcelona dengan diangkut pesawat Concorde pada hari berikutnya.
"Kami semua belum pernah naik Concorde, jadi semua merasa antusias," kata David Fevre, fisioterapis senior di Manchester United saat memenangi treble 1999, seperti dilansir BBC.
Manchester United menjalani latihan di Camp Nou sebelum partai final. Berlatih di Camp Nou bukan pengalaman baru bagi skuat Manchester United. Namun, mereka mendapat pengalaman unik ketika menjajal ruang ganti milik Barcelona. Ternyata, setiap loker di ruang ganti itu dilengkapi foto masing-masing pemain Barcelona. Pemain MU pun heboh saling melihat loker siapa yang mereka pakai.
Setelah latihan, para pemain MU bercengkerama ringan di hotel dan kemudian tidur. Gary Neville dkk. harus mempersiapkan diri menghadapi duel terbesar sepanjang karier mereka.
Keajaiban di Camp Nou
Malam terbesar dalam sejarah Manchester United itu datang juga. Ada jarak 90 menit yang memisahkan skuat Red Devils dengan sejarah baru.
Laga final tak berjalan sesuai rencana Manchester United. Mario Basler membawa Bayern Munchen unggul ketika pertandingan baru berjalan enam menit. Sepanjang laga Manchester United kesulitan mencari celah membongkar pertahanan klub raksasa Jerman itu. Jarum jam makin mendekati 90 menit. Saat itu, Fevre menyadari sesuatu.
"Trofi ternyata sudah dibawa ke lapangan yang didesain dengan warna Bayern. Bahkan UEFA sudah memutuskan hasilnya," ujar Fevre.
Apa yang terjadi berikutnya benar-benar di luar bayangan. Fans Bayern Munchen bahkan sudah bersiap berpesta. Pertandingan telah memasuki extra time dan MU belum juga mampu melesakkan gol balasan.
Berawal dari sepak pojok David Beckham, Sheringham berhasil mencetak gol penyama kedudukan pada menit ke-91. Suporter Setan Merah langsung berselebrasi liar karena tak menyangka lahirnya gol balasan itu.
Ketika kegembiraan fans MU belum memudar dua menit berselang, Beckham kembali mengambil sepak pojok. Lagi-lagi sepak pojok tersebut berujung gol. Kali ini gol maha krusial tersebut disumbangkan Ole Gunnar Solskjaer. Keajaiban terjadi di Nou Camp.
Dalam hitungan menit, Manchester United bertransformasi dari pecundang menjadi pemenang. Saking terpukulnya, bek tengah Bayern Munchen, Samuel Kuffour yang tampilannya sangar, sampai menangis tersedu-sedu di lapangan usai laga. Mata pemain legendaris Lothar Matthaus juga terlihat berkaca-kaca menahan tangis, karena tak percaya kemenangan yang sudah di depan mata sirna dan berubah jadi kekalahan hanya dalam waktu tak kurang dari tiga menit.
"Saya ingat selebrasinya, ketika saya meluncur dan tubuh-tubuh pemain lain menimpa di atas saya. Saya ingat berpikir semua pergantian pemain dan heran mengapa semuanya berjalan cepat," kenang Solskjaer tentang malam bersejarah di Nou Camp itu.
"Saya juga ingat menerima permintaan wawancara sesaat setelah pertandingan. Saya kehilangan dua atau tiga menit selebrasi gara-gara wawancara itu. Saya bisa mendengarnya, tapi tak berada di sana. Jika bisa memutar waktu, saya akan menolak wawancara itu," imbuh pria yang kini menukangi Manchester United itu.
Malam itu Camp Nou menjadi saksi bisu kehebatan dan keajaiban Manchester United. Setan Merah sukses menuntaskan misi mustahil yang akan terus hidup dalam kenangan fans dan penikmat sepak bola dunia.
Sumber: BBC, Eurosport.