Indriyanto Nugroho Si Mr. Cepek, Striker Timnas Indonesia dengan Nilai Transfer Rp100

oleh Abdi Satria diperbarui 09 Apr 2020, 08:15 WIB
Legend Series - Indriyanto Nugroho (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Sosok mantan striker Timnas Indonesia, Indriyanto Nugroho pernah jadi pembicaraan publik sepak bola Tanah Air.

Kala itu, dua klub eks Galatama, Pelita Jaya dan Arseto Solo berebut untuk memakai jasanya pada Liga Indonesia 1996-1997. Meski tak ada ikatan kontrak resmi, Arseto mengklaim jadi klub asal Nunung, sapaan akrab Indriyanto. Alasannya, Nunung pernah terdaftar sebagai pemain Diklat Arseto.

Advertisement

Jebolan PSSI Primavera ini memang sempat pulang ke Solo, namun tak ada kepastian saat itu. Ia pun memutuskan menerima tawaran Pelita Jaya yang serius berminat memakai jasanya.

PSSI Primavera (Istimewa)

Alhasil sempat terjadi polemik di media massa dan berujung perdamaian di Sekretariat PSSI Senayan pada 29 Maret 1996. Pada pertemuan yang sempat berjalan panas itu, manajemen Arseto dan Pelita Jaya akhirnya menemui kesepakatan.

Arseto mau melepas Nunung dengan nilai transfer yang tak masuk akal yakni Rp100. Ini merupakan rekor transfer termurah dalam sejarah sepak bola modern sampai saat ini. Tak ayal, julukan Mr Cepek pun disandang Nunung.

Julukan ini membayangi karier Nunung sebagai pemain sampai memutuskan gantung sepatu pada 2013. Klub terakhir eks Timnas Indonesia jebolan PSSI Primavera itu adalah Persepam United (Madura).

Saksikan Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Tak Terbebani dengan Julukan

Mantan pemain Primavera, Indrianto Nugroho saat memberikan coaching klinik pada acara MILO Football Clinic Day di Lapangan Sepak Bola Pertamina Simprug, Jakarta, MInggu (24/4/2016). (Bola.com)

Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan Bola.com, Nunung mengaku tak merasa terbebani dengan julukan itu. Baginya, kasus itu merupakan bagian dari perjalanan kariernya dan tak mungkin ditutupi.

"Saya tak terbebani. Malah, julukan itu membuat saya termotivasi untuk unjuk kemampuan di lapangan hijau bersama Pelita Jaya," ujar Nunung yang pernah masuk dalam skuat Timnas Indonesia di Piala Asia 1996.

Setelah tak lagi bersatus pemain, Nunung beralih menjadi pelatih. Ia memulai kariernya dari bawah dengan menangani pemain usia dini di SSB Kabomania Bogor pada 2014.

Bersama pemain muda binaannya, Nunung sempat menjadi bagian tim Kompas Gramedia berlaga di Gothia Cup Swedia 2015. Padaajang yang dikuti ratusan SSB dari 75 negara, tim asuhannya bertengger di peringkat 8 grup.

Pada 2018, Nunung jadi bagian dari tim Top Skor Indonesia meraih trofi juara kategori U-14. Berkat prestasinya itu, PSSI memberinya kesempatan menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia U-16 mendampingi rekannya di PSSI Primavera, Bima Sakti.

3 dari 4 halaman

Duet Ideal Kurniawan Dwi Yulianto

Indriyanto Nugroho, tandem sejati Kurniawan Dwi Yulianto. (Bola.com/Dok. Pribadi)

Nunung memang tidak setenar Kurniawan Dwi Yulianto, duetnya di lini depan PSSI Primavera. Tapi, peran Nunung dalam membantu Kurniawan mencetak gol terbilang besar kala berkiprah di kompetisi Primavera.

"Tugas utama saya adalah berduel dengan bek lawan. Jadi tembok atau membuka ruang buat Kurniawan mencetak gol," ujar Nunung kepada Bola.com, Rabu (8/4/2020).

Berkat aksinya di kompetisi Primavera, Nunung sempat mendapat kesempatan menjalani trial di klub Swedia, Helsinborg. Ia bersama Anang Ma'ruf, Supriono, Bima Sakti dan Eko Purjianto.

"Saat itu hanya Bima yang mendapat kesempatan bergabung dengan Helsinborg," ungkap Nunung.

PSSI Primavera (Istimewa)

Kejelian dan keras Nunung di lapangan kerap menjadi perhatian khusus buat pelatih lawan. Nunung pernah merasakannya pada dua pertemuan Timnas Indonesia menghadapi Korea Selatan di Pra Olimpiade Atalanta 1996.

Pada laga pertama di Stadion Gelora Bung Karno, Nunung sempat dilarikan ke rumah sakit karena berbenturan dengan pemain Korsel. Kejadiannya tak lama setelah ia mencetak gol penyama kedudukan menjadi 1-1.

"Saya tidak ingat lagi peristiwa itu. Mungkin karena benturannya agak keras ke kepala. Saya baru sadar setelah dijenguk teman-teman di rumah sakit dan mendapat kabar Indonesia kalah 1-2," kenang Nunung.

4 dari 4 halaman

Mendampingi Bima Sakti

Syarif Bastaman (kedua kiri) dan Indriyanto Nugroho (kiri. (Liputan6.com/Magang/Marsa Aulia)

Pada laga kedua di kandang lawan, Nunung juga terpaksa keluar lebih awal karena cedera.

"Seingat saya ketika itu kena sikut lawan. Setelah itu semuanya gelap," tutur Nunung.

Indonesia kalah 0-1 pada laga itu. Meski kalah penampilan PSSI Primavera tetap mendapat apresiasi. Apalagi, Korsel bermaterikan pemain berusia 21-22 tahun. Sedangkan PSSI Primavera rata-rata berusia 19 tahun.

Pengalaman bermain di level junior dan senior Timnas Indonesia jadi modal Nunung kala mendampingi Bima Sakti di Timnas Indonesia U-16.

"Mas Bima kerap meminta saya untuk membagikan ilmu buat lini depan timnas U-16. Terutama cara berduel dengan lawan yang memiliki postur yang lebih besar," kata Nunung.

Sebagai pelatih tim usia muda, Nunung berharap pemain binaannya bisa berkembang sampai ke tim senior.

"Berkali-kali saya tekankan ke pemain agar fokus mengembangkan kemampuan dan disiplin membagi waktu dengan istirahat yang cukup," pungkas Nunung mengakhiri pembicaraan.