Bola.com, Jakarta - Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) menyinggung peserta kompetisi Liga 1 dan Liga 1 2 2020 yang menggaji pemain hanya 25 akibat kompetisi vakum karena pandemi virus corona.
Sebelumnya, APPI juga berang dengan kebijakan PSSI yang mempersilakan klub Liga 1 dan Liga 2 2020 menggaji pemainnya maksimal 25 persen untuk kurun waktu Maret-Juni 2020, APPI mengingatkan klub-klub dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) virtual dengan Komisi X DPR RI, Rabu (8/4/2020), PSSI melempar ide untuk membuat kompetisi khusus pada September 2020 jikalau Shopee Liga 1 dan Liga 2 tidak dapat kembali digelar akibat pandemi virus corona.
PSSI masih punya waktu hingga 29 Mei 2020 untuk menentukan nasib kompetisi. Apakah akan dilanjutkan pada 1 Juli mendatang atau dibatalkan.
Artinya, ada kemungkinan kompetisi tahun ini dianulir. Kondisi ini tentu bakal berpengaruh terhadap nasib pesepak bola. Klub bisa sewenang-wenang merivisi bahkan memutus kontrak para pemainnya.
"Ketika kompetisi dihentikan karena ada force majeure dan kontrak dibatalkan, maka pemain berhak mendapatkan pesangon yang diatur dalam pasal 164 UU Ketenagakerjaan," kata Kuasa Hukum APPI, Mohammad Agus Riza dinukil dari Antara.
Video
Bunyi UU Ketenagakerjaan
Ayat 1 Pasal 164 UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berbunyi 'Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau keadaan memaksa (force majeure), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).'
Dengan begitu, kata Riza, pesepak bola termasuk ke dalam golongan pekerja seperti karyawan di sebuah perusahaan. Jika klub berani untuk mengakhiri kontrak, maka pemain berhak dengan kompensasi sesuai UU Ketenagakerjaan.
"Di sana sudah menjadi keputusan hukum bahwa pemain sepak bola itu hubungannya dengan ketenagakerjaan dan kontrak mereka adalah kontrak ketenagakerjaan. Itu artinya pemain dan klub tunduk pada UU Ketenagakerjaan termasuk ketika terjadi kondisi force majeure tadi," jelas Riza.
Selain itu, Riza menerangkan, jika ada keputusan sepihak terhadap pemain, pihaknya akan membawa kasus tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa Nasional (NDRC) yang bertugas menuntaskan permasalahan antara pemain dengan klub.