Bola.com, Jakarta - AS Roma seakan sudah tidak punya harapan saat meladeni Barcelona di Stadio Olimpico pada leg kedua babak perempat final Liga Champions 2017-18, 10 April 2018.
Maklum di leg pertama, AS Roma yang saat itu masih dilatih Eusebio Di Francesco kandas dengan skor 1-4 dari tuan rumah Barcelona. Namun siapa sangka satu gol tandang yang dicetak Edin Dzeko jadi sangat penting untuk meloloskan Roma ke semifinal.
Ya, I Giallorossi memang berhasil membalikkan keadaan dari ketinggalan 1-4 di leg pertama, kemudian menang 3-0 pada leg kedua. Remuntada, bahasa Spanyol yang berarti comeback pun diplesetkan publik Roma menjadi Romantada.
Masing-masing gol Edin Dzeko, Daniele De Rossi, dan Kostas Manolas membuat Roma lolos ke semifinal Liga Champions untuk menghadapi Liverpool.
Buat Roma, pencapaian ini sangat spesial. Karena untuk kali pertama sepanjang sejarah Liga Champions, rival sekota Lazio ini bisa tembus ke semifinal.
Roma memang pernah melenggang ke final musim 1983/84, tapi saat itu turnamen masih bernama Piala Champions.
Pertanyaannya bagaimana bisa tim yang tidak punya sejarah panjang di kompetisi Eropa bisa mengalahkan Barcelona dengan skor telak 3-0?
Bagaimana juga bisa lini belakang tim asal ibukota Italia itu bisa membuat pemain kelas dunia seperti Lionel Messi dan Luis Suarez tidak berkutik?
Saksikan Video Pilihan Kami:
Perubahan Taktik EDF Jadi Kunci
Kunci paling utama kemenangan Roma saat itu adalah perubahan taktik yang dilakukan EDF-singkatan Eusebio Di Francesco. Dia sadar mengejar ketinggalan dengan formasi andalannya, 4-3-3, hanya akan membuat timnya semakin terpukul.
Alhasil ia mengubah skema permainan menjadi 3-5-2. Dia memasukkan Juan Jesus di lini belakang dan Patrik Schick sebagai pendamping Edin Dzeko sebagai penggedor di lini depan.
Dengan skema permainan ini, AS Roma tampil lebih seimbang. Terpenting dengan jumlah pemain yang lebih banyak di lini tengah, Daniele De Rossi dan kawan-kawan bisa menguasai bola lebih banyak ketimbang Anders Iniesta dan kawan-kawan.
Tidak hanya itu, dalam fase bertahan, dua bek sayap: Alessandro Florenzi dan Aleksandr Kolarov kerap mundur ke belakang. Artinya ketika diserang, Roma mempunyai lima pemain yang siap mengadang.
Karena taktik inilah, pemain sekaliber Lionel Messi dan Luis Suarez mati kutu. Ya, pelatih Barcelona saat itu, Ernesto Valverde seperti diajari taktik sepak bola yang benar oleh EDF.
Ditambah hampir sepanjang pertandingan, Valverde seakan tidak punya jalan keluar untuk menjawab strategi brilian yang diusung oleh EDF.
Selebrasi
Usai pertandingan berakhir, Roma pun merayakan keberhasilan mengalahkan Barcelona, salah satu tim paling sukses di kompetisi Eropa, satu dekade terakhir.
Semua pemain berlari, berteriak, dan berpelukan seakan mereka baru saja menjadi juara Liga Champions. Sang bintang kemenangan, Manolas, yang disebut The Greek God in Rome selepas pertandingan, pun angkat bicara.
"Saya tidak peduli soal diri saya tercatat dalam sejarah. Yang penting bagi saya adalah AS Roma mencapai semifinal Liga Champions setelah melawan tim terbaik di dunia, Barcelona," ujarnya kala itu.
Sayang langkah Roma terhenti di semifinal. I Gialorossi gagal mengadang Liverpool yang akhirnya keluar sebagai juara. Namun buat De Rossi dan kawan-kawan, mereka sudah bisa membuat sejarah dengan lolos ke semifinal.