Bola.com, Jakarta - Pesepak bola asal Indonesia pertama kali mengecap pengalaman bergabung dengan klub Eropa pada pertengahan 1990-an. Kala itu, ada tiga pemain jebolan proyek PSSI Primavera mendapat kesempatan menjajal atmosfer kompetisi Eropa di level senior.
Mereka adalah Bima Sakti (gelandang), Kurnia Sandy (kiper) dan Kurniawan Dwi Yulianto (striker). Ketiganya adalah pemain yang dinilai memiliki potensi besar setelah menjajal kompetisi Primavera yang merupakan ajang buat pemain muda di Italia unjuk kemampuan.
Di antara ketiga pemain itu, Kurniawan yang terdepan dalam pencapain pengalaman bertanding. Striker asal Magelang ini pertama kali mendapat kesempatan mengikuti tur Sampdoria di Wilayah Asia. Kuniawan direkrut berdasarkan prestasinya masuk dalam jajaran top scorer kompetisi Primavera musim 1993-1994.
Sejak itu, ia masuk dalam radar pemantau bakat Sampdoria. Pada 1995, berdasarkan rekomendasi Sampdoria, Kuniawan membubuhkan tanda tangannya pada kertas kotrak yang disodorkan manajemen Lucern FC, klub yang berlaga di kompetisi kasta tertinggi Swiss.
Sampdoria sengaja meminjamkan Kuniawan karena saat itu lini depan sudah dihuni Roberto Mancini, Enrico Chiesa, dan Filippo Maniero. Kiprah Kurniawan dalam semusim bersama Lucern terbilang lumayan untuk usianya yang belum genap 19 tahun saat itu. Ia tercatat tampil delapan kali di level senior. Dia juga kerap jadi pemain utama pada kompetisi U-19 Swiss.
Di situs wikipedia, Kurniawan disebut pernah tampil bersama Lucern di Piala Intertoto, ajang yang merupakan kualifikasi Liga Europa. Sayang di pengujung kompetisi Liga Swiss penampilan Kurniawan menurun karena akumulasi masalah yang menderanya, di antaranya cedera dan pergaulan yang salah.
Selepas dari Lucern, Kurniawan Dwi Yulianto sempat mengikuti latihan pramusim Sampdoria pada 1996. Tapi, ia tiba-tiba memutuskan pulang ke Indonesia. Ketika menemani Kurnia Sandy melakukan tanda tangan kontrak di Sampdoria pada 1996, ada rekan jurnalis di Italia menghampiri Bola.com untuk menanyakan keberadaan Kurniawan.
"Kurniawan punya potensi besar. Menurut saya, ia melakukan tindakan bodoh dengan meninggalkan Sampdoria saat banyak pemain bermimpi ingin tampil di Serie A," ujar sang jurnalis.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Cerita Kurnia Sandy dan Bima Sakti
Seperti Kurniawan, Kurnia Sandy juga tak mendapat kesempatan merasakan atmosfer Serie A Italia meski resmi bergabung di Sampdoria sebagai kiper keempat. Sandy nyaris masuk dalam line-up Sampdoria pada satu pertandingan.
Ketika itu, kiper utama Sampdoria, Fabrizio Ferron tak bisa tampil karena sanksi kartu merah. Sandy pun disiapkan oleh pelatih Sampdoria saat itu, Sven Goran Eriksson, untuk mendampingi Matteo Sereni.
Sayang, impian Sandy terkendala administrasi karena manajemen Sampdoria belum mengurus surat izin kerjanya.
Pengalaman serupa juga dialami Bima Sakti yang mendapat kesempatan bergabung di Helsinborg, klub asal Swedia. Bima terpilih setelah menjalani rial bersama rekannya di PSSI Primawera, Supriono, Anang Ma'ruf, Indriyanto Nugroho dan Eko Purjianto.
Namun, seperti Sandy, Bima tidak pernah mendapatkan kesempatan pada kompetisi resmi.
Kiprah di Timnas Indonesia
Pengalaman bergabung di klub Eropa berdampak besar pada perjalanan karier ketiga di sepak bola. Kurniawan misalnya, meski sempat terganjal kasus pribadi, ia tetap masuk dalam daftar striker terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.
Sejak membela pertama kali membela tim nasional pada level senior pada 1995, Kurniawan tercatat 60 kali berkostum Merah Putih pada berbagai ajang seperti Kualifikasi Olimpiade, Pra Piala Dunia, SEA Games, Piala Tiger (sekarang Piala AFF) dan Piala Asia.
Ia sempat menjadi pencetak gol terbanyak di timnas Indonesia dengan perolehan 31 gol. Rekornya dipecahkan oleh juniornya, Bambang Pamungkas, yang mengoleksi 38 gol dalam 86 laganya bersama tim nasional.
Sementara Bima Sakti yang berposisi gelandang malah sempat menjadi kapten timnas Indonesia. Selama berkostum Merah Putih, Bima Sakti tercatat 58 kali tampil dengan perolehan 12 gol.
Di level klub, Bima Sakti pernah membawa PSM juara Liga Indonesia 1999-2000 sekaligus menjadi pemain erbaik. Sayang, karier Bima terhambat karena cedera yang menderanya bersama PSM pada Piala Ho Chi Minh di Vietnam pada 2002.
Setelah itu, penampilannya tidak lagi sebaik sebelumnya.Cedera pula yang membuat Sandy kehilangan momentum di tim nasional.
Kala itu ia menjadi kiper utama timnas Indonesia di Piala Asia 1996. Pada laga perdana melawan Kuwait yang berakhir 2-2, Sandy tampil gemilang dengan enam kali melakukan penyelamatan. Tapi, ia harus ditarik eluar setelah hidungnya patah karena berbenturan dengan pemain Kuwait.
Perannya digantikan Hendro Kartiko yang belakangan jadi kiper nomor satu Indonesia. Belakangan setelah pensiun sebagai pemain, ketiganya berkarier sebagai pelatih. Saat ini, Kurniawan berkiprah di luar negeri sebagai pelatih kepala Sabah FA, klub Liga Super Malaysia, Bima Sakti menjadi pelatih kepala timnas U-16 dan Sandy menjadi pelatih kiper Madura United.