Cerita Persija Patah Hati Menyaksikan Emmanuel De Porras Jadi Mesin Gol PSIS

oleh Ario Yosia diperbarui 14 Apr 2020, 07:09 WIB
Emmanuel De Porras saat membela Persija pada musim 2004. (Bola.com/Dok. Buku Gue Persija)

Bola.com, Jakarta - Emmanuel De Porras sosok yang tak pernah bisa dilupakan penggemar Persija Jakarta. Walau hanya singgah sebentar, banyak cerita kenangan yang mencuat tentang sang penyerang asal Argentina itu.

Emmanuel De Porras yang akrab dipanggil Cachi didatangkan Tim Macan Kemayoran jelang Liga Indonesia musim 2004. Persija mengutus manajer tim, IGK Manila dan wartawan senior, Ian Situmorang, untuk berangkat ke Argentina berburu pemain asing.

Advertisement

Cachi datang bersama tiga rekannya, Gustavo Chenna (gelandang), Hernan Ortiz (gelandang sayap), dan Mattias Chaves pada 18 November 2003. Begitu tiba di Bandara Soekarno Hatta mereka langsung disambut ratusan The Jakmania yang meneriakkan kata Persija! Persija! Juara!

The Jakmania punya ekspekstasi tinggi ke para pemain asal Negeri Tango itu. Dengan total anggaran menembus angka Rp4 miliar (angka yang amat tinggi untuk ukuran bayaran pemain asing kala itu), Cachi dkk. diharapkan bisa mempersembahkan gelar juara buat Tim Ibu Kota.

Disokong penuh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso alias Bang Yos, Persija menjelma menjadi klub yang kaya. Anggaran belanja pemain mereka tertinggi di antara klub-klub kasta elite. Angkanya menembus Rp20 miliar yang bersumber dari injeksi APBD Jakarta.

Selain mendatangkan pemain asal Argentina, Persija juga mendaratkan pelatih asal negara sama, Carlos Cambon. "Biar klop, para pemain Argentina bisa langsung nyetel dengan tim yang ditukangi pelatih sebangsa. Pemain-pemain lokal diharapkan cepat juga beradaptasi," tutur IGK Manila kala itu.

Selain menggaet pemain-pemain impor dengan banderol wah, Persija juga mendatangkan bintang lokal kelas satu. Budi Sudarsono (striker), Jet Donald La'la (bek), Aples Techuari (bek), dan Syamsidar (kiper) membuat skuat Persija kian berkilau.

Benar saja, Persija langsung mengganas di awal kompetisi (periode Januari-Februari 2004). Setelah bermain imbang 2-2 di partai pembuka melawan Persita Tangerang, Tim Macan Kemayoran menerkam Semen Padang 6-1. Selanjutnya mereka menggasak Persipura Jayapura 3-1 dan PSM Makassar 1-0.

Namun, memasuki Maret performa Persija mendadak melorot. Persija sempat terlempar di posisi enam besar klasemen setelah dibantai 1-5 oleh juara bertahan Persik Kediri. Terungkap internal Persija terpecah.

 

Video

2 dari 4 halaman

Sempat Dimusuhi Pemain Lokal

Mantan penyerang Persija Jakarta dan PSIS Semarang asal Argentina, Emanuel De Porras. (Dok. Istimewa)

Pemain-pemain lokal merasa gerah dengan Carlos Cambon, yang terkesan menganak-emaskan para Argentinos. Mereka kerap berkelompok, tak membaur dengan pilar-pilar lokal.

"Kalau tim kalah, gue baru diturunin. Mending main asal-asalan saja biar jeblok sekalian," kata salah satu pemain lokal seperti yang dikutip dari buku Gue Persija.

Pemain lokal top sekelas Bambang Pamungkas, Warsidi, Nova Zaenal, hanya jadi penghias bangku cadangan.

Budi Sudarsono terang-terangan berkeluh resah. "Tukang becak saja tahu keutuhan tim sedang terancam. Komunikasi macet, karena pelatih dan pemain Argentina tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia atau Inggris," katanya.

"Saya sudah berulangkali protes, tapi tak digubris. Tolong kasih saya kesempatan bermain," kata Aples yang notabene bek jebolan program Timnas Primavera di Argentina.

Puncak kekisruhan internal Persija adalah keputusan mendadak Carlos Cambon pulang ke negaranya menjelang putaran pertama kompetisi berakhir. Belakangan terungkap, tak hanya tak cocok dengan pemain lokal, sang mentor juga terlibat cekcok dengan manajemen klub. Ia dinilai terlalu banyak menuntut, terutama berkaitan fasilitas pendukung layaknya tempat tinggal, kendaraan, dan sebainya. 

Persija kemudian mendatangkan pelatih asal Moldova, Sergei Dubrovin. Pelatih satu ini sukses mengantar Petrokimia Putra juara Liga Indonesia 2002.

Kedatangannya membuat Gustavo Chenna dan Matthias Chavez ngambek. Mereka pulang ke negaranya. Tinggal Gustavo Ortiz dan Emmanuel De Porras yang tetap mau bertahan di Persija.

"Bayaran yang saya dapat di Persija bagus, buat apa saya pergi? Saya suka bermain di tim ini. Mereka punya banyak suporter yang amat fanatik," kata Cachi beralasan kenapa dirinya bertahan.

 

 

3 dari 4 halaman

Disalip Persebaya di Pengujung

Foto Tim Persebaya Surabaya saat menjuarai Liga Indonesia pada tahun 2004 terpampang pada salah satu ruangan di Wisma Persebaya Karanggayam, Surabaya, Jumat(10/6/2016). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

De Porras pelan-pelan mulai akrab dengan para pemain lokal. Ia mau belajar bahasa Indonesia untuk memperlancar komunikasi. Performanya di lapangan kian trengginas.

Ia jadi raja gol Persija. Performa Tim Macan Kemayoran pada putaran kedua kompetisi terkerek naik. Mereka kembali ke peredaran persaingan juara bareng Persebaya dan PSM.

Sayang Persija gagal juara secara menyakitkan. Posisi mereka di puncak klasemen digeser rivalnya Persebaya di pertandingan terakhir.

Pertandingan terakhir yang mempertemukan kedua tim digelar di Stadion Gelora 10 November pada Kamis, 23 Desember 2004.

Persija yang ada di puncak klasemen dengan koleksi 60 poin butuh kemenangan, karena Persebaya dan PSM kompetitor utamanya siap menyalip di tikungan dengan raihan 58 poin.

Jelang laga penentuan jawara kompetisi tensi meninggi. The Jakmania dilarang datang ke Kota Buaya oleh Pemkot Surabaya yang khawatir mereka terlibat bentrok dengan suporter Persebaya, Bonek.

Persija pincang tanpa Cachi yang kena hukuman akumulasi kartu. Tim Macan Kemayoran menurunkan duet Bambang Pamungkas-Budi Sudarsono. Dan mimpi buruk pun terjadi. Persija kalah 1-2 lewat gol Danilo Fernando dan Luciano Da Souza. Sebiji gol balasan Tim Oranye lahir dari gol bunuh diri Mat Halil.

Bepe tertunduk lesu setelah laga. "Ini jadi perpisahan pahit bagi saya dengan Persija. Maaf The Jakmania kami gagal juara," kata sang bomber yang pada musim berikutnya pindah ke Malaysia bergabung dengan Selangor FA.

Emmanuel De Porras yang hanya jadi penonton tak bisa menutupi kecewaan. "Sulit rasanya menyaksikan tim bertanding tanpa bisa membantu," katanya.

Cachi menyudahi Liga Indonesia 2004 dengan koleksi 16 gol, ia jadi pemain produktif di tim. Namun, kegagalan Persija meraih trofi juara membuat masa depannya gelap. Bang Yos menginstruksikan manajemen klub mendepak pemain asing.

De Porras memilih pindah ke PSIS Semarang. Sementara itu, Ortiz pada musim 2005 bergabung ke PSPS Pekanbaru (sebelum akhirnya bereuni dengan Cachi pada pertengahan musim). Kepergian duo Argentina menyisakan kekecewaan di kalangan The Jakmania.

"Kedua pemain tersebut sudah memberikan yang terbaik buat tim, kenapa mereka dibuang?" tutur Ferry Indrajarief, Ketua Umum The Jakmania saat itu.

Tapi apa mau dikata Sutiyoso yang jadi keran pendanaan Persija sudah bersabda. Tidak ada satupun di antara pengurus Persija berani menentangnya.

Uniknya, pada musim 2006, Sutiyoso meminta manajemen Persija untuk mendatangkan kembali Emmanuel De Porras, setelah mendapat desakan The Jakmania.

Hal ini juga untuk menuruti permintaan pelatih baru Persija, Rahmad Darmawan. Nakhoda asal Lampung yang pada musim sebelumnya mengantar Persipura Jayapura juara kompetisi ingin melakukan penyegaran di lini depan tim.

"Persija butuh penyerang bandel macam De Porras. Striker yang tidak hanya mengharapkan pasokan bola matang, tapi bisa membuka ruang untuk menciptakan peluang sendiri," ucap RD beralasan.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Negosiasi Salah Orang

Emmanuel De Porras saat membela Persija pada musim 2004. (Bola.com/Dok. Buku Gue Persija)

IGK Manila sebagai manajer Persija menginstruksikan David Situmorang (Sekertaris Persija) untuk bergerak sebagai juru nego.  Cerita tak sedap mencuat saat proses negosiasi.

David melakukan komunikasi dengan Lucas, agen lama De Porras, yang mendatangkannya pertama kali ke Indonesia. Striker kelahiran  16 Oktober 1981 sudah putus hubungan dengan sang agen.

Ia punya agen baru yang mewakilinya di Indonesia: Eddy Syah Putera. Sejatinya pria asal Aceh itu sempat hendak menawarkan kembali De Porras ke Persija. Kebetulan ia juga mengangeni Rahmad Darmawan.

Sayangnya, niatan itu diabaikan David. Eddy tersinggung dengan sikap David kemudian kembali menghubungi PSIS untuk menanyakan kemungkinan Emnanuel De Porras kembali bermain di Semarang.

David Situmorang dengan percaya diri melaporkan ke manajemen klub, negosiasi beres. Belakangan ia stres karena sang pemain tak kunjung datang.

Puncaknya ia melihat dari pemberitaan De Porras bareng istrinya Agustina dijemput petinggi PSIS di Bandara Soekarno Hatta. Melihat berita itu, ia sempat melontarkan pembelaan diri menyebut bahwa negosiasi mentok karena Cachi minta kontrak ketinggian (Rp1,5 miliar).

"David bohong, saya tidak pernah dihubungi sama sekali. Hanya sekali Bapak Manila menelepon saya menanyakan kabar keluarga saya di Argentina. Tidak ada ajakan ke saya untuk bergabung lagi ke tim," kata Cachi.

"Hanya PSIS yang serius lewat agen saya Eddy Syah intens melakukan negosiasi ke saya. Kontrak saya di PSIS lebih rendah dibanding saat saya bergabung ke Persija sebelumnya. Saya menginyakannya karena, cara pendekatan mereka yang elegan. Mereka memperlakukan saya dengan sangat baik," timpalnya lagi.

Proses PSIS mendatangkan De Porras mirip film-film mafia. Kedatanganya sang pemain amat dirahasiakan, ia sempat disembunyikan di salah satu ruang VIP bandara. "Takut nanti ada mata-mata," ucap Eddy Syah.

Kegagalan Persija merekrut Emmanuel De Porras direspons negatif The Jakmania. Lagu makian yang mengarah ke David berkumandang di Stadion Lebak Bulus kandang Persija di laga pembuka kompetisi. Gara-gara kejadian ini David diberhentikan dari jabatannya.

Di PSIS pada 2006, Cachi menggila. Ia mengoleksi 10 gol dan jadi pemain paling produktif di tim. Total 30 gol ia lesakkan selama dua musim bergabung di PSIS. Ia masuk daftar legenda klub, ikon lini depan Mahesa Jenar di periode tahun 2000-an.

Lini depan PSIS musim tersebut amat mengerikan. Selain De Porras masih ada Greg Nwokolo, Indriyanto Nugroho, Khusnul Yakin, Imral Usman. Sayangnya mimpi De Porras mengecap gelar juara di Indonesia gagal. PSIS menembus final Liga Indonesia 2006 (menggunakan format dua wilayah), sayang mereka kalah 0-1 dari Persik Kediri lewat gol tunggal Cristian Gonzales di masa perpanjangan waktu.

Pesona Emmanuel De Porras memikat klub Serie C Italia, Benevento Calcio. Beberapa tahun berkelana ke Negeri Pizza, sang pemain sempat kembali ke Indonesia. Ia dikontrak Jakarta FC (yang belakangan berubah nama menjadi Persija IPL).  Hingga pengujung kariernya ia tak pernah lagi merasakan atmosfer dukungan fanatis The Jakmania.

"Persija akan selalu di hati saya. Di klub tersebut saya seperti merasa berarti," ujar Emmanuel De Porras dalam sebuah percakapan santai dengan penulis sembilan tahun silam.

 

 

 

 

 

Berita Terkait