Bola.com, Jakarta Sejak berdiri pada 2 November 1915, PSM Makassar termasuk klub yang eksis menghadirkan sederet kiper mentereng yang aksinya mewarnai kompetisi sepak bola Tanah Air, dari era Perserikatan sampai Liga 1.
Juku Eja pernah memiliki Maulwi Saelan, Harry Tjong, Saleh Bahang, Joni Kamban, dan Ansar Abdullah yang merupakan produk asli Makassar. Serta sejumlah kiper luar Makassar seperti Sumardi, Hengky Oba, Kurnia Sandy, Hendro Kartiko, Deny Marcel dan Rivki Mokodompit.
Juku Eja bahkan pernah memakai jasa kiper asing yakni Sergio Vargas yang pernah memperkuat tim nasional Chile. Di antara nama-nama di atas, sosok Ansar Abdullah yang paling beruntung bisa memperkuat Juku Eja pada dua kompetisi di era berbeda. Ansar juga sukses membawa PSM meraih trofi juara Perserikatan 1992 dan Liga Indonesia 1999-2000.
Di level internasional, Ansar membawa PSM Makassar meraih posisi runner-up di Piala Emas Bangabandhu, Bangladesh pada 1997 dan juara di Piala Ho Chi Minh City, Vietnam 2001. Itulah mengapa Ansar pantas menyandang status kiper legenda PSM meski tak pernah berkostum tim nasional Indonesia seperti dua pendahulunya, Maulwi Saelan dan Harry Tjong.
Khusus di era Liga Indonesia, Bola.com mencatat ada empat kiper dengan aksi mentereng dan mencetak prestasi buat PSM Makassar. Mereka adalah Ansar, Hendro Kartiko, Sergio Vargas dan Rivki Mokodompit. Berikut profil singkat empat penjaga gawang tersebut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
1. Ansar Abdullah
Sebelum memperkuat PSM, Ansar terlebih dulu berkostum Makassar Utama yang tampil di Galatama, kompetisi semi-profesional pertama di Indonesia. Ia bergabung dengan klub itu saat usianya belum genap 19 pada musim 1987.
Setelah Makassar Utama membubarkan diri pada 1989, Ansar memperkuat PSM. Ansar mulai menjadi kiper utama PSM pada Perserikatan 1991-1992. Musim itu, bersama PSM, Ansar meraih trofi juara setelah mengalahkan PSMS Medan 2-1 di partai final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta.
Pada musim 1993-1994, Ansar mengantar Juku Eja menembus partai puncak sebelum takluk 0-2 di tangan Persib Bandung. Final ini juga menandai akhir kompetisi Perserikatan. PSSI memutuskan menyatukan Perserikatan dan Galatama menjadi kompetisi Liga Indonesia.
Di Liga Indonesia, Ansar secara reguler tetap menjadi kiper utama PSM. Pada musim 1995-1996, ia kembali merasakan atmosfer final di Stadion Gelora Bung Karno. Sayang, ketika itu PSM gagal juara setelah ditekuk Mastrans Bandung Raya 0-2.
Baru pada musim 1999-200, Ansar membuat sejarah dengan mengangkat trofi juara bersama PSM. Sepanjang musim ini, Ansar secara bergantian menjadi kiper utama PSM bersama Hendro Kartiko. Setelah pensiun sebagai pemain, Ansar berkarier sebagai pelatih. Ia pernah menangani kiper PSM U-21 dan senior serta Tim Sulsel di PON 2016. Terakhir, Ansar melatih kiper PSM Putri musim lalu.
2. Hendro Kartiko
Hendro datang ke PSM dengan status kiper tim nasional Indonesia di Piala Asia 1996. Di event itu, ia menggantikan Kurnia Sandy yang cedera pada laga perdana versus Kuwait pada menit ke-80.
Pada dua laga selanjutnya menghadapi Korea Selatan dan Uni Emirat Arab, Hendro menjadi kiper utama timnas. Ibarat jodoh, Hendro dan PSM sama-sama mendapatkan trofi perdana di era Liga Indonesia.
Pada partai final Liga Indonesia 1999-2000, PSM mengalahkan PKT Bontang 3-2 di Stadion Gelora Bung Karno Senayan. Semusim kemudian, Hendro kembali membawa PSM menembus final. Namun, Juku Eja gagal meraih juara setelah takluk di tangan Persija Jakarta 2-3.
Musim itu juga ditandai dengan sukses PSM lolos empat besar Liga Champions Asia zona Timur. Setelah tak lagi bersama PSM, Hendro sempat memperkuat sejumlah klub Tanah Air sebelum memutuskan pensiun dan berkarier sebagai pelatih kiper. Dengan status ini, Hendro kembali ke Makassar untuk menangani kiper PSM pada Liga 1 2020.
3. Sergio Vargas
Status sebagai eks striker tim nasional Chile jadi alasan PSM merekrut Sergio Vargas pada musim 2004. Padahal usia Vargas saat itu sudah 39 tahun.
Meski sudah uzur untuk ukuran pesepak bola, aksi kiper yang membawa Independiente (Argentina) meraih juara Copa Libertadores pada 1984 terbilang istimewa. Sepanjang memperkuat PSM, Vargas berkali-kali menepis peluang tim lawan yang seharusnya berbuah gol.
Dengan formasi 4-4-2 yang diterapkan pelatih PSM saat itu, Miroslav Janu, Vargas kerap bermain layaknya seorang libero dengan umpan tendangan jarak jauhnya yang akurat. Hanya semusim bersama PSM dengan perolehan runner-up Liga Indonesia 2004, Vargas pulang ke kampung halamannya.
Di Chile, ia sempat berkarier sebagai pelatih dan kemudian menjadi manajer teknik Universidad de Chile, klub yang pernah di bawahnya meraih double winner pada 2000.
4. Rivki Mokodompit
Rivki bergabung di PSM pada 2017. Awal kiprahnya bersama PSM, kiper kelahiran 5 Desember 1988 tak mudah mendapat tempat di hati suporter Juku Eja karena penampilannya dinilai inkonsisten. Apalagi pelapisnya, Syaiful Syamsuddin kerap tampil apik saat mendapatkan menit bermain.
Kemampuan Rivki baru terlihat menonjol pada sejumlah partai di pengujung Liga 1 2017. Liga 1 2018 adalah musim terbaik Rivki. Kecuali cedera, ia selalu menjadi kiper utama Juku Eja.
Bersama Rivki, PSM nyaris menggenggam trofi juara. Di akhir musim itu, PSM hanya berselisih satu poin dengan sang juara, Persija Jakarta, dengan mengoleksi 62 angka.
Pada musim berikutnya, Rivki tetap menjadi bagian penting di PSM. Gelar juara Piala Indonesia 2019 dan tiket semifinal Piala AFC 2019 zona Asean tak lepas dari kontribusi besar Rivki. Jelang musim 2020, Rivki menerima tawaran Persebaya Surabaya. Ia menggantikan peran Miswar Saputra yang justru hengkang ke PSM.