Bola.com, Jakarta - Bocah berusia 18 tahun, Boaz Solossa, mendadak populer seantero Tanah Air. Aksi memikat pemain belia asal Papua tersebut bersama Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2004 dielu-elukan.
Bakat Boaz mulai tercium saat dirinya tampil di membela klub Perseru Serui di ajang Piala Suratin U-17 pada 2004. Ia kemudian masuk barisan skuat PON Papua besutan Rully Nerre yang akhirnya sukses meraih medali emas bareng Jawa Timur di PON Palembang 2004.
Gaya bermain Boaz berbeda dengan kebanyakan penyerang Indonesia. Ia bukan sosok striker target man, melainkan seorang winger yang punya ketajaman layaknya pemain nomor 9. Kalau di era sepak bola kekinian pemain kelahiran Sorong, 16 Maret 1986 itu style bermainnya mirip Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo. Cepat, tajam, dan berskill tinggi.
PSSI bersusah payah memanggil Boaz Solossa bergabung ke Timnas Indonesia. Sang paman almarhum Jaap Solossa yang notabene Gubernur Papua saat itu ingin sang keponakan fokus pada dunia pendidikan. Ia khawatir jika Boaz mondar-mandir Jakarta-Sorong sekolahnya bakal terbengkalai.
Lewat lobi intens, PSSI akhirnya sukses menghadirkan Boaz di Jakarta. Di tahap awal ia dimasukkan ke Timnas Indonesia U-20 yang berlaga di Piala AFC U-20.
PSSI kala itu baru saja mengontrak pelatih asal Inggris, Peter Withe. Saat tampil membela Timnas U-20, Boaz on-fire. Ia langsung jadi mesin gol Tim Garuda Muda.
Peter kemudian mempromosikannya ke skuat Timnas Indonesia level senior. Debut internasional Boaz adalah melawan Turkmenistan pada tahun 2004 untuk kualifikasi Piala Dunia 2006 di mana Indonesia menang 3-1 dan Boas membuat dua assist untuk rekan setimnya Ilham Jaya Kesuma.
Walau belum jadi pesepak bola profesional, Boaz yang tak punya klub, masuk barisan skuat Tim Merah-Putih yang berlaga di Piala AFF 2004. Sekalipun minim jam terbang, ia langsung masuk skuat inti.
"Boaz pemain istimewa. Di usianya yang sangat muda permainannya terlihat amat matang. Saya berharap para pemain senior membantunya, agar ia bisa membawa dampak yang menguntungkan bagi tim," kata Peter Withe jelang Piala AFF 2004.
Dan benar saja, Boaz yang berduet dengan Ilham Jaya Kesuma jadi momok menakutkan bagi lini belakang tim-tim lawan di sepanjang pentas turnamen.
Boaz menjadi pencetak gol pertama Timnas Indonesia di Piala AFF 2004 itu. Tak tanggung-tanggung dua gol berhasil diciptakan pemain belia asal Papua di pertandingan kontra Laos. Timnas Indonesia pun menang telak 6-0 di laga pertama itu, dengan tambahan dua gol dari Ilham Jaya Kesuma, dua gol Kurniawan Dwi Yulianto, dan satu gol dari Elie Aiboy.
Namun, kemenangan besar itu tidak berlanjut di pertandingan kedua. Indonesia yang menghadapi Singapura harus puas bermain imbang tanpa gol Noh Alam Shah, Agu Casmir, dan Khairul Amri mampu mengimbangi permainan Kurniawan Dwi Yulianto dkk. di pertandingan ini. Kekuatan Singapura di Piala Tiger terakhir ini memang sudah terlihat sejak babak grup.
Video
Ujuk Ketajaman di Penyisihan dan Semifinal
Timnas Indonesia meledak dalam dua pertandingan berikutnya. Boaz membantu Indonesia menghajar Vietnam 3-0 dan hattrick Ilham Jaya Kesuma membantu Tim Garuda membantai Kamboja 8-0.
Dua kemenangan telak itu membuat Indonesia lolos ke semifinal sebagai tim terbaik dengan jumlah gol terbanyak, yaitu 17 gol, dan menjadi satu-satunya tim yang tidak kebobolan sama sekali di fase grup. Peter Withe pun sukses membungkam keraguan publik pecinta sepak bola Indonesia yang kecewa karena kegagalan Indonesia di Pra-Piala Dunia 2006.
Dalam pergelaran Piala AFF 2004, Tim Merah-Putih tidak hanya melahirkan Boaz Solossa sebagai bintang baru yang kemudian menjadi salah satu pemain terbaik Indonesia di tahun-tahun berikutnya Timnas Indonesia juga melahirkan Ilham Jaya Kesuma yang tampil agresif dan sangat tajam di lini depan Tim Merah-Putih.
Enam gol selama fase grup, dua gol ke gawang Laos, satu gol ke gawang Vietnam, dan hattrick saat menghadapi Kamboja, adalah bukti ketajamannya. Tambahan satu gol saat menghadapi Malaysia di semifinal membuat Ilham menjadi top scorer Piala AFF 2004.
Timnas Indonesia melangkah ke partai puncak usai melakukan comeback menawan melawan Malaysia. Sempat kalah 1-2 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Boaz dan Ilham yang absen pada laga pertama karena hukuman akumulasi kartu mengamuk di Stadion Bukit Jalil.
Empat gol timnas diciptakan oleh Kurniawan, Charis Yulianto, Ilham, dan Boaz, membuat Timnas Indonesia menang 4-1 dan lolos ke final dengan agregat 5-3. Untuk tiga kali berturut-turut Indonesia sukses melangkah ke pertandingan puncak, dan kali ini mereka menghadapi tim berbeda di partai puncak, yaitu Singapura.
Singapura yang menjadi lawan ketar-ketir dengan aksi Boaz Solossa, yang disebut banyak media internasional kawasan Asia Tenggara sebagai sebagai keajaiban.
Petaka
Mimpi buruk didapat Timnas Indonesia pada leg pertama final di SUGBK. Boaz Solossa ditarik keluar lapangan karena mendapat tekel horor dari bek kanan Singapura, Bhaihaki Khaizan.
Pencinta sepak bola Tanah Air yang memadati SUGB mendadak terhening melihat Boaz diangkut dengan tandu. Ibunda Boaz, Merry Solossa, yang menyaksikan laga di tribune VIP menangis tersedu-sedu.
Ambulance masuk area seteban untuk mengangkut Boaz ke rumah sakit. Boaz didampingi kakak iparnya, Agnes Lolong, istri dari abangnya Ortizan Solossa yang juga bagian skuat Timnas Indonesia.
Ortizan yang sedang ada di lapangan mengaku mendadak kehilangan fokus. "Bajingan, Bhaihaki dia sengaja mencederai adik saya. Kalau tak ingat pertandingan masih berjalan, sudah saya datangi dia dan menonjok mukanya," ucap Ortizan yang berposisi sebagai bek sayap kanan kepada penulis.
Tanpa Boaz, Timnas Indonesia tampil lesu darah. Singapura 3-1 pada leg pertama final Piala AFF 2004. Sebiji gol timnas dilesakkan Mahyadi Panggabean di menit terakhir pertandingan.
Seusai pertandingan, Peter Withe secara blak-blakan mempertanyakan keputusan wasit yang tidak menghukum Baihakki Khaizan dengan kartu merah.
"Dia dengan sengaja ingin mencederai Boaz, semestinya ia langsung dikartu merah," ujar pelatih asal Inggris itu.
Bicara soal bagaimana Timnas Indonesia menjalani leg kedua final, Peter terkesan pasrah. "Jika Boaz harus absen situasinya akan semakin sulit. Saya belum cek kondisinya. Kita lihat nanti."
RS Siaga Raya memprediksi cedera engkel Boaz Solossa paling cepat pulih dua bulan ke depan. Diagnosa itu membuat Timnas Indonesia patah hati. Final leg kedua di Stadion National, Singapura, digelar 8 Januari 2005, hanya delapan hari saja selang duel leg pertama di Jakarta.
"Kami sudah bersiap dengan skenario terburuk, bertanding tanpa Boaz. Ada Kurniawan Dwi Yulianto yang bakal jadi pengganti," ujar Peter Withe.
Doa Penyembuhan
Keluarga besar Boaz Solossa dikenal sebagai Kristen yang taat. Mereka tidak menerima begitu saja vonis tim dokter. Mereka berupaya untuk menyembuhkan Boaz dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan obat-obatan tradisional. Selepas keluar dari rumah sakit, Boaz dibawa keluarga besarnya ke Hotel Marcopolo, Menteng. Di hotel ini sang penyerang menjalani proses penyembuhan tradisional.
Ibunda Boaz, Merry Solossa, mendatangkan ramuan tradisional Papua untuk dioleskan ke kaki sang putra. "Tidak ada yang tak mungkin di mata Tuhan Yesus. Saya percaya dengan doa yang kuat cedera Boaz bisa disembuhkan," ujar Merry.
Penulis berkesempatan mendatangi Hotel Marcopolo untuk melihat perkembangan penyembuhan Boaz Solossa. Empat hari jelang laga final leg kedua Piala AFF 2004, penulis diajak mengikuti ritual doa dan penyembuhan pemain yang ideantik dengan nomor punggung 86 dan 7 tersebut.
Dolfy Solossa, paman Boaz yang berprofesi sebagai pendeta memimpin sesi doa penyembuhan. Ia memegang pergelangan kaki sang keponakan yang diolesi minyak ramuan tradisional yang dibungkus dedaunan sembari berujar dengan nada lantang: "Dalam nama Yesus, sembuhlah kau nak."
Boaz Solossa mengaku, semenjak menjalani penyembuhan tradisional kondisinya membaik. "Kaki saya mulai bisa digerakkan dan dibawa jalan. Semoga dalam beberapa hari ke depan bisa sembuh."
Walau membaik dari hari ke hari, realitanya Boaz tidak bisa turun bertanding. Tanpa sang penyerang, Timnas Indonesia kalah 1-2 di leg kedua.
Peter Withe punya alasan tak mau memaksakan Boaz Solossa bertanding. "Masa depannya masih panjang. Saya tak ingin hanya karena ambisi juara, karier panjangnya harus dikorbankan. Dia belum siap bertanding, bahaya jika dipaksakan. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan pemain Singapura lain untuk menghalagi pergerakannya."