Bola.com, Jakarta - Berstatus sebagai juara Indonesia Super League 2008-2009, Persipura Jayapura secara otomatis mewakili Indonesia di pentas Liga Champions Indonesia musim 2010. Performa Tim Mutiara Hitam jeblok di fase penyisihan.
Persipura bisa dibilang apes menatap persaingan LCA musim itu. Tim asuhan Jacksen F. Tiago tak bisa bermain di kandangnya sendiri, Stadion Mandala, Jayapura, karena tak lolos verifikasi AFC. Jadilah Boaz Solossa dkk. bertanding di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Persipura tak mendapat dukungan maksimal suporter fanatisnya saat menjalani laga-laga kandang LCA dengan lawan-lawan berat asal Korea Selatan dan China.
Lepas dari urusan suporter, dengan bermain di luar pulau, Persipura kehilangan keuntungan nonteknis, pemain-pemain lawan kelelahan saat menempur perjalanan jauh dengan sistem transit dari negaranya ke Jakarta kemudian disambung ke Jayapura.
"Buat kami, bermain di SUGBK jelas bukan hal yang ideal. Tapi kami harus menelan realita pahit tersebut. Kami akan tetap fight bermain sebaik-baiknya untuk mengharumkan nama Papua dan juga Indonesia di kawasan Asia," kata Ruddy Maswi, manajer Persipura.
Dan benar saja, Persipura memulai langkah gontai persaingan Grup F, dengan torehan kekalahan 1-4 melawan raksasa Jeonbuk Hyundai Motors di SUGBK. Anak asuh Jacksen F. Tiago terlihat lesu darah bertanding dengan dihadiri penonton yang hanya kisaran 1.000 orang saja.
Derita Persipura bertambah saat melakoni duel kedua di markas klub China, Changchun Yatai pada 9 Maret 2020. Tanpa ampun anak-anak Persipura dihajar 0-9.
Cerita menarik di balik kekalahan telak memalukan tersebut mencuat. Persipura yang minim jam terbang internasional bisa dibilang tak siap melakoni laga ini.
Hal itu terlihat dari kejadian sepele, mereka salah membawa perlengkapan perang sepatu. Mereka tak memprediksi Changchun Stadium tempat digelarnya pertandingan gundul dan bersalju.
Video
Drama Terpeleset dan Kaki Menggigil
Pada periode awal tahun Negeri Panda memasuki periode musim dingin. Persipura sejatinya menyadari itu. Manajemen menyiapkan baju dingin buat para pemain.
Orang dalam Persipura sempat membocorkan bahwa awak tim membawa bekal minuman beralkohol, untuk mengatasi rasa dingin di China. Walau hal tersebut belakangan dibantah Ruddy Maswi.
Sang manajer tak ingin salah persepsi dengan hal itu, mengingat citra masyarakat Papua dekat dengan minuman keras di masa lalu. "Enggak benar cerita itu. Nanti orang salah sangka," katanya.
Dan benar saja Persipura menghadapi neraka jahanam udara dingin di kota Changchun yang sangat menyengat. Temperatur hingga minus derajat celcius.
"Kami masuk ke stadion dengan udara teramat sangat dingin. Kaki gemetar kami sampai gemetar karena tak tahan. Fokus ke pertandingan buyar," cerita Ricardo Salampessy, bek Persipura yang turun bertanding saat itu.
Permasalahan tidak berhenti sampai di situ, para pemain Persipura juga salah bawa perlengkapan perang bertanding sepatu.
Sepatu yang mereka pakai sepatu bola biasa untuk lapangan dalam kondisi normal. Realita yang mereka hadapi, lapangan tempat bertanding berlangsung gundul dan dialasi salju.
Sepanjang pertandingan, para pemain Persipura kerapkali tergelincir menggiring bola. Striker sekaligus mesin utama, Boaz Solossa, dibuat stres dengan kondisi tersebut.
"Gila, saya enggak bisa berbuat apa-apa. Dapat sodoran umpan matang, saat lari belum sampai menyentuh bola saya sudah terjatuh duluan. Berapa kali mau menembak meleset, kaki tak mengenai bola sama sekali," ceritanya.
Jendri Pitoy hanya bisa pasrah melihat gawangnya dijebol sembilan kali oleh kubu lawan lewat gol-gol yang relatif mudah. "Lini belakang kami berantakan. Pemain belakang seringkali berjatuhan saat duel dengan para penyerang lawan di area kotak penalti. Situasinya benar-benar tak terkendali," kata penjaga gawang asal Manado itu.
Merembet ke Kompetisi Domestik
Suasana tak mengenakkan yang dirasakan para pemain yang berlaga di lapangan juga dirasakan mereka yang duduk di bangku cadangan. Para pemain menggigil menahan rasa dingin yang menusuk tulang. Jaket dingin yang mereka bawa dari Jakarta tak cukup untuk mengatasinya. Mereka berebut selimput yang disiapkan panpel untuk bisa mengangatkan badan.
"Kalau bisa enggak main, saya pilih enggak main. Dinginnya enggak tahan," celetuk sang pemain.
Jacksen Tiago, pelatih Persipura tak bisa berkata-kata. Saat sesi konfrensi pers ia hanya menyampaikan pujian diplomatis kepada kubu lawan. Ia juga menghibur para pemainnya untuk melupakan kekalahan menyakitkan ini. "Anggap saja ini sebagai pengalaman. Persipura belum terbiasa menghadapi level persaingan elite sepak bola Asia," tutur pelatih asal Brasil itu.
Kekalahan melawan Changchun membuat mental pemain Persipura terpukul. Mereka seperti kehilangan semangat menjalani laga-laga lanjutan penyisihan Grup F.
Persipura mengalami kekalahan telak beruntun. Saat menjamu Kashima Antlers, Bio Paulin cs. dihajar 0-5. Selanjutnya di kandang klub asal Jepang itu Persipura digasak 1-3.
Derita Persipura kian bertambah saat melakoni duel away ke Negeri Gingseng, menghadapi Jeonbuk Hyundai Motors. Mereka dihajar 8-0!
Jacksen Tiago jelas pusing dengan rapor buruk anak-asuhnya. Pada periode Januari-Mei 2010, kompetisi Indonesia Super League musim 2009-2010, tengah memasuki periode genting.
Persipura sedang bersaing ketat dengan Arema di jajaran atas klasemen. Para pemain Persipura harus merasakan kelelahan karena bolak balik Jayapura dan Jakarta plus ditambah mereka melakoni berbagai laga tandang di berbagai daerah yang sangat menguras tenaga.
"Akhirnya diputuskan konsentrasi dialihkan ke kompetisi domestik. Peluang juara masih terbuka lebar di sana, sementara di LCA langkah kami sudah berat," kata Jacksen.
Sayangnya keputusan untuk menganti fokus agak terlambat. Arema akhirnya memenangi persaingan kompetisi.
Revans di Pengujung Penyisihan
Menariknya, Persipura justru meraih kemenangan pertama mereka di pentas Liga Champions Asia kala menjamu Changchun Yatai di SUGBK dengan skor 2-0.
Gol kemenangan Persipura dicetak Eduard Ivakdalam dan Yustinus Pae. Para pemain Persipura amat bersemangat menatap laga ini karena mereka sakit hati diolok-olok pemain lawan saat menjalani duel pertama.
Pelatih Persipura Jayapura, Jacksen F Tiago, mengungkapkan bahwa kemenangan timnya 2-0 melawan Changchun Yatai FC di Liga Champions Asia karena penampilan impresif sang kiper, Jandri Pitoy.
Jandri tampil luar biasa dengan menepis dua tendangan penalti Changchun. Keberhasilannya itu menjadi momentum bangkitnya tim Mutiara Hitam setelah sempat ditekan bertubi-tubi oleh tim tamu.
"Kami diberkati oleh penampilan gemilang Jandri," kata Jacksen seusai petandingan. Sebenarnya Jandri diprediksi tak akan bermain di pertandingan ini karena Jacksen ingin melakukan rotasi pada timnya.
Namun, pelatih asal Brasil itu merubah pikirannya dan memutuskan memasang Jandri sebagai starter. Selain Jandri, Jacksen juga memuji semua pemainnya yang tampil disiplin melawan runner-up Liga China tersebut.
"Anak-anak sangat disiplin menjaga penguasaan bola, kecepatan kami baik, padahal persiapan tim ini sangat terbatas karena jadwal yang padat. Ini adalah penampilan terbaik kami di Liga Champions. Kemenangan ini untuk rekan-rekan pers, masyarakat Papua dan Indonesia," ucap Jacksen.