Bola.com, Surabaya - Sejarah perjalanan Persebaya Surabaya dari tahun ke tahun tak bisa dilepaskan dari para pemain kelahiran Maluku.
Karakter mereka yang keras mempertegas penampilan Persebaya yang cadas dan bertenaga. Wajar Jong Ambon selalu menjadi bagian dari detak kehidupan Bajul Ijo.
Jacob Sihasale atau JA Hattu adalah deretan pemain Persebaya lawas yang pernah berkategori bintang. Setelah era mereka, ada Nicky Putiray dan banyak pemain Ambon lain yang menjadi bagian dari kisah panjang Bajul Ijo di kompetisi nasional.
Pada pertengahan 90-an hingga awal 2000-an, muncul sejumlah nama Jong Ambon yang menghiasi skuat Persebaya. Sebut saja Sammy Pieterz, Reynold Pieterz, Chairil ‘Pace’ Anwar, dan Rachel Tuasalamony.
Menurut Pace, persamaan Surabaya dan Maluku terletak pada fanatisme mereka pada sepak bola. Begitu juga karakter permainannya yang keras, dan tak sedikit dari mereka yang memiliki bakat alam.
"Karakteristik permainan anak-anak Maluku keras, sama dengan orang-orang Surabaya yang juga memiliki karakter permainan yang cadas. Kesamaan lainnya, anak-anak Maluku juga memiliki kemampuan individu yang cukup tinggi,” jelas Pace.
Benar saja, Surabaya dan Maluku tak pernah berhenti memproduksi pemain-pemain berkualitas. Bahkan hampir setiap tahun ada representasi dari kedua daerah itu di Timnas Indonesia.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Chairil Anwar dan Rachel Tuasalamony
Nama Chairil dan Rachel Tuasalamony menjadi saksi kejayaan terakhir Persebaya di kompetisi kasta tertinggi nasional. Ya, Pace dan Rachel adalah dua pemain Ambon yang mengantarkan Persebaya secara dramatis menjuarai Divisi Utama 2004.
Betapa tidak, pada pertandingan kontra Persija di partai terakhir, Persebaya wajib menang jika ingin mengangkat trofi juara. Kala itu, Persebaya (58) tertinggal dua poin dari Persija (60) yang menempati posisi puncak.
Maka hanya kemenangan yang bisa membawa Persebaya berpesta pora, karena tambahan tiga poin akan menjadikan Persebaya memimpin klasemen akhir dengan 61 poin.
Pace dan Rachel bahu membahu dengan penggawa Persebaya lainnya di laga tersebut. Sempat dibuat deg-degan karena babak pertama berakhir 1-1, gol Luciano da Silva berhasil menutup pertandingan yang berlangsung di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya, itu dengan skor 2-1.
Wajar jika kemudian nama kedua pemain asal Tulehu itu sangat melekat di hati para pecinta Persebaya hingga kini.
"Sepak bola Maluku hampir sama dengan Surabaya. Karakter permainan Persebaya yang keras cocok dengan gaya permainan anak-anak Maluku,” terang Pace.
“Di Maluku, sepak bola menjadi olahraga tradisional. Bahkan setiap Hari Raya Idul Fitri para pemain profesional yang tersebar di Indonesia menggelar pertandingan di Tulehu. Ini seperti wajib bagi semua pemain asal Maluku,” kata Pace.
Dilanjutkan Sidik Saimima
Setelah era mereka, Persebaya masih memiliki sejumlah pemain berdarah Ambon. Adapun Jong Ambon terakhir yang membela panji-panji Persebaya adalah Sidik Saimima. Pemain ini turut mengantarkan Persebaya menjadi kampiun kompetisi Liga 2 2017.
Sebelumnya, Saimima juga berhasil membawa Persebaya menjuarai turnamen dengan format setengah kompetisi di Sleman Yogyakarta, Piala Dirgantara 2017. Ini merupakan gelar pertama Persebaya setelah disahkan oleh PSSI melalui mekanisme Kongres Tahunan 8 Januari 2017.
Sayang, setelah setahun bermain di kompetisi kasta tertinggi, Saimima harus angkat kaki dari Persebaya setelah kalah bersaing dengan gelandang Persebaya lainnya.
Menurut Pace, persamaan Surabaya dan Maluku terletak pada fanatisme mereka pada sepak bola. Begitu juga karakter permainannya yang keras, dan tak sedikit dari mereka yang memiliki bakat alam.
“Karakteristik permainan anak-anak Maluku keras, sama dengan orang-orang Surabaya yang juga memiliki karakter permainan yang cadas. Kesamaan lainnya, anak-anak Maluku juga memiliki kemampuan individu yang cukup tinggi,” jelas Pace.
Benar saja, Surabaya dan Maluku tak pernah berhenti memproduksi pemain-pemain berkualitas. Bahkan hampir setiap tahun ada representasi dari kedua daerah itu di Timnas Indonesia.