Lika Liku Karier Bima Sakti Sebagai Pelatih Timnas Indonesia

oleh Rizki HidayatArio Yosia diperbarui 27 Apr 2020, 10:00 WIB
Piala AFF Ilustrasi Bima Sakti Timnas Indonesia (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - PSSI secara mengejutkan menunjuk Bima Sakti sebagai pelatih Timnas Indonesia pada 21 Oktober 2018. Bima dipercaya menangani Tim Garuda untuk menghadapi Piala AFF 2018 silam.

Penunjukan itu menjadi prestasi membanggakan bagi pria asal Balikpapan tersebut. Namun, ia merasakan jatuh bangun penuh liku ketika duduk di kursi pelatih Timnas Indonesia.

Advertisement

Terpilihnya Bima Sakti sebagai pelatih Tim Garuda tak lepas dari macetnya negosiasi perpanjangan kontrak antara PSSI dengan Luis Milla. Ia yang tadinya berstatus sebagai caretaker dan asisten Milla saat menukangi Timnas Indonesia di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018, naik pangkat.

Jabatan pelatih Timnas Indonesia tak dibayangkan Bima bisa dapat secepat ini. Rekam jejak mantan pesepak bola kelahiran 23 Januari 1976 itu sebagai pelatih sebuah tim terhitung minim.

Sebelum berlabuh ke timnas, Bima hanya sempat menjabat sebagai asisten pelatih Persiba Balikpapan. Kesempatan jadi nakhoda kepala didapat Bima ketika diminta menggantikan Indra Sjafri menangani Timnas Indonesia U-19 setelah hasil mengecewakan pada Kualifikasi Piala AFC U-19 2018.

Namun, Bima hanya menikmati satu laga saja bersama Timnas U-19, yakni dalam uji coba kontra Jepang di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 24 Maret 2018 lalu. Ketika itu Egy Maulana Vikri dkk. kalah 1-4 dari Jepang. Setelah itu ia kembali menjalani tugasnya sebagai asisten Luis Milla.

Pelatih Timnas Indonesia U-19, Bima Sakti Mendapat masukan dari Luis Milla (Kiri) saat latihan di Lapangan ABC Senayan, Jakarta, Kamis (22/3/2018). Indonesia akan berhadapan Timnas Jepang U-19. (Bola.com/Asprilla Dwi Adha)

Bima seperti mendapat durian runtuh ketika PSSI dikejar waktu pelaksanaan Piala AFF 2018. PSSI mengambil keputusan pragmatis menujuk sang mantan kapten Timnas Primavera sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia.

Pilihan yang logis, mengingat Timnas Indonesia hanya punya waktu kurang dari dua pekan untuk mempersiapkan diri sebelum mengawali langkah mengarungi persaingan penyisihan Piala AFF melawan Singapura pada 9 November.

Logis? Ya, Bima dianggap sebagai sosok pelatih yang dianggap paling mengenal karakter pemain-pemain Timnas Indonesia. Satu setengah tahun mendampingi Luis Milla, Bima terlibat aktif melakukan pemantauan pemain.

Bank data yang dibuat bareng Milla, dipakai Bima sebagai acuan pemanggilan pemain dalam tiga uji coba internasional terakhir jelang Piala AFF 2018. Kerja bareng dengan Milla, membuat Bima banyak dapat ilmu kepelatihan modern yang diusung arsitek asal Spanyol itu.

Program jangka panjang Luis Milla bisa dilanjutkan setidaknya hingga Piala AFF, dengan mengandalkan Bima yang sudah paham medan yang dihadapinya.

Sebelum berlaga di Piala AFF 2018, rapor Bima bersama Timnas Indonesia terhitung lumayan. Tim Garuda menang 1-0 atas Mauritius, 4-1 kontra Myanmar, dan bermain imbang 1-1 kontra Hong Kong. Permainan anak-anak Tim Merah-Putih dalam tiga laga tersebut dinilai banyak pengamat tak beda jauh dengan style bermain racikan Luis Milla.

"Saat coach Luis di Spanyol saya intens melakukan komunikasi dengan yang bersangkutan. Timnas bermain sesuai pakem yang dijadikan standar selama satu setengah terakhir. Saya tidak melakukan perubahan banyak," ucap Bima pada Oktober 2018.

Di sisi lain, pemain Timnas Indonesia punya respek besar kepada Bima Sakti. Sang mentor terhitung pesepak bola legendaris Indonesia. Rekam jejak kariernya di Tim Garuda sebagai pemain mentereng.

Bima Sakti adalah idola pencinta sepak bola nasional pada era 1990-an. Ia salah satu pemain belia yang sukses pada program mercusuar PSSI, pelatnas jangka panjang ke Italia berlabel Timnas Indonesia Primavera yang menghebohkan periode 1993-1995.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 4 halaman

Bersinar saat Usia Belia

Bima Sakti, saat berduel dengan salah satu pemain Thailand di Piala Tiger 1998. (Bola.com/Dok. AFF)

Karier Bima Sakti mengilap sejak usia muda. Sempat gagal seleksi di klub kota kelahirannya, Persiba Balikpapan Junior, Bima muda yang berkepribadian kuat memulai karier sepak bola di Persisam Samarinda U-15.

Di klub tersebut Bima masuk radar Timnas Primavera pada 1993. Bima sendiri pertama kali menjalani karier di tim amatir Ossiana Sakti.

Hari-hari pada masa kecilnya dihabiskan dengan berlatih sepak bola. Mulai pukul 5 pagi, Bima cilik selalu bermain bola sendirian di Lapangan Angkatan Udara Balikpapan yang ada di dekat rumahnya.

Sepulang sekolah pun ia terus berlatih. Namun, kegiatan ini dilakukannya usai menjalankan tugas dari ibunya untuk membersihkan halaman rumah.

“Dulu di depan rumah ada pohon jambu. Saya harus membersihkannya dulu sebelum boleh bermain sepak bola oleh ibu. Biasanya daun-daun yang jatuh saya pungut saja biar cepat. Kalau menyapu lebih lama,” cerita Bima dalam sebuah kesempatan.

Di sana Bima melatih teknik bermainnya. Ia belajar menggocek, mengoper, hingga menendang. Kegigihannya kala itu dilihat oleh salah seorang wasit. Bima pun diberi buku panduan bermain sepak bola yang dipelajarinya.

Bukan hanya itu, gagal menembus Persiba Junior membuat Bima bisa belajar membuat komitmen. Ia membulatkan tekad dan menulisnya di kertas buku hariannya.

Di situ ia menyatakan bahwa pada masa depan ingin menjadi pemain sepak bola, memberangkatkan orang tua naik haji, dan membanggakan mereka. Belakangan, hal itu tercapai.

Pada usia 17 tahun Bima Sakti beserta pemain-pemain muda potensial macam, Kurniawan Dwi Yulianto, Yeyen Tumena, Sutiono, Hendriyanto Nugroho, Sugiantoro, Kurnia Sandy, Aples Techuari, berkelana ke Kota Genoa, Italia, pada 1993.

Mereka ditempa oleh arsitek asal Swedia, Tord Grip, di Akademi Sampdoria. Saat itu Sampdoria jadi kekuatan menakutkan di pentas Serie A, di bawah asuhan Sven Goran Eriksson.

Timnas Indonesia Primavera yang dikapteni Bima Sakti. (Dok. Pribadi Supriono)

Bima yang jadi jenderal lapangan tengah Timnas Primavera popularitasnya melesat cepat. Lewat bakatnya ia mencicipi kompetisi Eropa. Ia dikontrak klub Swedia, Helsinborg IF. Gelandang pemilik tendangan geledek tersebut hanya semusim bermain Helsinborg pada periode 1995-1996.

Selain Bima, ada sosok Kurniawan Dwi Yulianto yang sempat berkiprah di klub Swiss, Luzern. Kurnia Sandy juga sempat dipinjam Sampdoria dalam lawatannya ke kawasan Asia.

Pulang ke Tanah Air bersama rekan-rekannya Bima berkarier di Liga Indonesia. Secara beriringan Bima jadi pelanggan Timnas Indonesia. Ia digadang-gadang sebagai penerus Fakhri Husaini, playmaker andalan Tim Merah-Putih di era 1990-an. Uniknya keduanya dibesarkan di klub Borneo. Fakhri berkostum PKT Bontang.

3 dari 4 halaman

Titik Nadir dan Semangat Bangkit

Bima Sakti (tengah bawah), berfoto bersama dengan pemain PSM juara Liga Indonesia 2000. (Bola.com/Abdi Satria)

Balik lagi ke Indonesia kemudian bergabung dengan PKT Bontang dan Pelita Jaya. Dengan kepiawaiannya bermain di lini tengah, membuat PSM Makassar merekrutnya musim 1999. Ia turut andil membawa PSM Juara Liga Indonesia, sekaligus menjadi Pemain Terbaik Liga Indonesia.

Setelah membawa PSM Juara, pemilik tendangan keras dan akurat ini malang melintang dengan memperkuat beberapa klub Indonesia, seperti PSPS Pekanbaru, Persiba Balikpapan, Persema Malang, Mitra Kukar, hingga Persegres Gresik.

Bima menjalani debutnya saat memperkuat Timnas Indonesia level senior pada 1995 di SEA Games Thailand. Sejak saat itu, namanya tak terpisahkan dengan Tim Merah-Putih.

Ia juga tercatat sebagai kapten tim pada kurun waktu 1999-2001. Sepanjang kariernya, Bima tercatat membela Timnas Indonesia sebanyak 55 laga.

Karier Bima tak selamanya di atas. Ia sempat ada di titik nadir pada 2001, gara-gara cedera parah. Sinar kebintangan meredup gara-gara tekel brutal pemain India, Bai Chung Bhutia, pada semifinal Piala Ho Chi Minh di Vietnam, tahun 2002.

Pemain yang dipinjam oleh Petrokimia Putra mengalami cedera parah, dan terpaksa menepi selama sembilan bulan akibat patah tulang fibula dan engkel kaki kirinya mengalami pergeseran.

"Saat itu saya benar-benar pasrah. Terbayang kalau karier sepak bola saya tamat. Beruntung dukungan dari keluarga membuat saya pelan-pelan bisa pulih," kenang Bima.

Selepas pulih dari cedera, Bima Sakti mulai menata kembali kariernya dan kerap berpindah-pindah klub. Mulai PSPS Pekanbaru, Persema Malang, hingga terakhir bersama Persiba Balikpapan.

Pasca cedera berat Bima pertama kali memperkuat PSPS Pekanbaru pada awal 2003. Ia kesulitan menembus posisi inti. Total ia hanya bermain sebanyak enam kali dengan dua di antaranya sebagai pemain inti. Situasi itu menyakitkan buat pesepak bola sekelas Bima.

Bima mengaku punya perasaan trauma cedera. “Saya takut benturan. Psikologis saya benar-benar terganggu. Padahal, sejatinya cedera saya sudah pulih," ucapnya.

Selama setahun pelan-pelan ia mulai bisa mengatasi traumanya. Bima kembali membangun kepingan karier yang berserakan. Sayangnya, pasca cedera ia bisa dibilang tak lagi pernah dapat kesempatan membela Timnas Indonesia.

Walau mengaku sangat merindukan berkostum Tim Garuda, Bima sadar diri menghormati keputusan pelatih. Ia pilih fokus menjaga konsistensi kariernya di klub.

Di level klub, Bima yang dikenal sebagai sosok profesional, membuktikan diri dengan bisa berkarier panjang. Ia baru gantung sepatu pada musim 2016 bersama Persiba Balikpapan, saat berusia 40 tahun dengan status kapten tim.

Pada era kekinian mungkin hanya Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, serta Cristian Gonzales yang bisa menjaga eksistensi karier sebagai pesepak bola hingga usia uzur.

Berbekal dengan segudang pengalamannya sebagai pemain, Bima ditargetkan membawa Timnas Indonesia mengukir prestasi di Piala AFF 2018. Gelar juara turnamen antarnegara di Asia Tenggara itu bakal menjadi tinta emas dalam karier kepelatihan Bima Sakti. Apalagi, Tim Garuda belum pernah sekalipun menjuarai Piala AFF.

4 dari 4 halaman

Tak Berakhir Indah

Pelatih Timnas Indonesia, Bima Sakti, menyapa suporter usai melawan Filipina pada laga Piala AFF 2018 di SUGBK, Jakarta, Minggu (25/11). Kedua negara bermain imbang 0-0. (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)

Meski berstatus legenda dan mendapat hormat dari anak asuhnya, Bima Sakti nyatanya tak mampu membawa Timnas Indonesia berjaya di Piala AFF 2018. Tergabung di Grup B bersama Thailand, Filipina, Singapura, dan Timor Leste, Tim Garuda dibuat tak berdaya.

Pada laga pertama kontra Singapura di Stadion National, Kallang, 9 November 2018, Indonesia takluk 0-1. Memasuki pertandingan kedua, Timnas Indonesia akhirnya berhasil memetik tiga poin, setelah membungkam Timor Leste dengan skor 3-1.

Sayangnya, hasil kontra Timor Leste adalah satu-satunya kemenangan yang didapat Tim Garuda di Piala AFF 2018. Dalam dua laga selanjutnya, Timnas Indonesia babak belur dihajar Thailand dengan skor 2-4, serta bermain 0-0 melawan Filipina.

Timnas Indonesia akhirnya gagal lolos ke semifinal Piala AFF 2018. Indonesia menempati peringkat keempat dengan nilai empat, tertinggal enam poin dari Thailand di puncak grup dan empat angka dari Filipina di posisi kedua.

Torehan tersebut membuat kebersamaan Bima Sakti di Timnas Indonesia tak berakhir indah. Setelah 36 hari duduk di kursi pelatih, Bima lantas dipecat pada 25 November 2018.

Kemudian pada Desember 2018, PSSI memberinya kepercayaan menukangi Timnas Indonesia U-16. Kesempatan itu akan digunakan Bima Sakti untuk kembali membangun kariernya dan menorehkan prestasi bersama Tim Garuda Muda. 

Berita Terkait