Bola.com, Makassar - PSM Makassar termasuk klub yang paling doyan memakai jasa pelatih asing. Raja Isa merupakan 15 pelatih mancanegara yang pernah menangani Juku Eja.
Rinciannya, 12 pelatih berasal dari Eropa, dua berpaspor Brasil dan satu berkebangsaan Malaysia. Raja Isa menjadi satu-satunya pelatih Asia Tenggara yang merasakan panasnya kursi kepelatihan di klub kebanggaan Kota Daeng itu.
Manajemen PSM kala itu menyodorkan kontrak kepadanya untuk menangani tim pada musim 2008-2009. Raja Isa yang baru saja dilepas Persipura Jayapura pun sepakat untuk bekerjasama.
Sebelum Raja Isa masuk, PSM baru saja resmi memutus kontrak pelatih asal Bulgaria, Radoy Minkovski yang dinilai gagal memenuhi ekspektasi manajemen dan suporter. Padahal, saat itu, PSM diperkuat pemain asing papan atas di Liga Indonesia seperti Ali Khaddafi, Oudja Lantame (Togo), Julio Lopez (Cile) dan Aldo Baretto (Paraguay).
Di sektor pemain lokal ada Samsidar, Syamsul Chaeruddin, Irsyad Aras dan Ahmad Amiruddin yang pernah berkostum tim nasional Indonesia.Namun, problem finansial jadi kendala Raja Isa menghadirkan prestasi maksimal buat tim.
Meski sudah berusaha keras menjaga kekompakan dan semangat pemain agar tetap hadir di latihan dan tetap serius kala bertanding, tetap saja masalah ini jadi hambatan psikologis tim.Raja Isa pun tak lama berkiprah di PSM.
Ia hanya mendampingi tim pada delapan partai di Liga Indonesia 2008-2009. Ia memutuskan mundur dari Juku Eja. Manajemen PSM pun menyerahkan jabatan pelatih kepala kepada Hanafing yang sebelumnya menjadi pendamping Raja Isa.
"Saya memilih mundur demi kebaikan tim. Terbukti setelah mundur, gaji pemain yang tertunggak tiga bulan mulai diselesaikan oleh manajemen PSM. Alhamdulillah," kata Raja Isa kepada Bola.com yang menghubunginya via panggilan whatsapp, Minggu (10/5/2020) sore.
Meski tak lama di PSM Makassar, Raja Isa bisa memunculkan potensi pemain muda lokal seperti Djayusman Triasdi dan Rahmat Latief.Pada kesempatan wawancara ini, Raja Isa berbagi cerita suka dan dukanya selama menangani PSM. Berikut petikan wawancaranya:
Video
Awal Kedatangan di PSM
Bisa diceritakan proses awal kedatangan Anda di PSM?
Ketika itu saya baru saja berhenti dari Persipura. Lalu Islah Idrus dari manajemen PSM Makassar mengontak saya dan menawarkan kursi pelatih kepala. Saya tidak langsung menerima karena tahu PSM saat itu masih ditangani Radoy Minkovski. Saya meminta manajemen PSM terlebih dulu menyelesaikan segala urusannya dengan pelatih lama. Baru setelah semuanya clear, saya menyetujui tawaran PSM.
Apa tantangan yang Anda Hadapi di PSM?
Saya adalah pelatih yang menyukai tantangan dan tekanan. Saat itu, saya menilai atmosfer di PSM sama aja dengan Persipura. Dimana suporternya sangat militan dalam mendukung tim kebanggaannya. Kedua tim juga memiliki tradisi yang baik di sepak bola Indonesia. Harus saya akui, saat itu saya memiliki keyakinan tinggi, dengan materi pemain yang ada, PSM bisa juara musim itu atau minimal tiga terbaik di akhir kompetisi.
Namun, inilah sepak bola. Hasil akhir sebuah pertandingan bukan semata materi pemain atau strategi di lapangan hijau. Ada sejumlah kendala yang bisa jadi penghambat dalam mencapai prestasi.
Maksud Anda?
Ketika pertama kali mendampingi tim, semuanya berjalan lancar. Saya bersama PSM langsung menghadapi tuan rumah Persik Kediri yang dikenal trengginas bila bermain di hadapan publiknya. Saat itu, kami menahan imbang Persik dengan skor 2-2. Saya pun antusias menangani tim untuk mencetak prestasi. Tapi, belakangan situasinya sedikit berubah menyusul adanya keterlambatan gaji pemain yang mencapai tiga bulan.
Sebagai pelatih, tak banyak saya lakukan kecuali terus memotivasi pemain. Alhamdulilah, tak satu pun pemain yang mangkir dalam latihan. Mereka tetap konsisten mengikuti semua program latihan yang saya berikan. Termasuk Julio Lopez yang dikenal sebagai pemain bandel.
Kadang saya memanggil pemain secara khusus untuk menjelaskan kondisi tim sambil ngopi bersama.Kondisi keuangan PSM saat itu memang dalam situasi sulit. Ketika itu, di Makassar sedang berada dalam suasana Pilkada. Situasi menjadi rumit karena pendanaan utama PSM berasal dari APBD Makassar.
Secara pribadi, saya juga berpikir kondisi sulit ini bisa teratasi setelah Pilkada selesai.Di lapangan, meski sudah berusaha keras dalam situasi sulit, PSM kerap dinaungi ketidakberuntungan. Sebagai orang yang bertanggungjawab dalam urusan teknis, saya pun memutuskan mundur dari PSM.
Berdarah Bugis Luwu
Tentu tak mudah buat Anda mengambil keputusan itu. Ada tanggapan?
Betul. Selain yakin dengan kemampuan tim, saya sudah terlanjur dekat dengan pemain. Begitu pun dengan suporter. Meski kerap melakukan kritik, saya tak pernah mempermasalahkannya. Bagi saya, itu bukti kecintaan mereka pada PSM. Saat itu, saya hanya berpikir, kalau saya mundur mungkin kondisi tim lebih baik.
Terbukti setelah saya mundur, saya dengar tunggakan gaji mulai dibayar.Bagi saya, melatih PSM adalah pengalaman hidup yang berharga dan mematangkan karier kepelatihan saya. Intinya, saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Saya juga berterima kasih kepada PSM yang telah memberi kesempatan kepada untuk menangani tim.
Menjadi pelatih PSM juga modal saya untuk meneruskan karier kepelatihan. Termasuk menambah ilmu dengan menyelesaikan kursus kepelatihan Pro-AFC pada 2017. Kini saya fokus melatih PSPS Pekanbaru di Liga 2 2020. Saya masuk di tim ini di pengujung kompetisi, saat PSPS terancam degradasi ke Liga 3.
Ini pertanyaan diluar konteks sepak bola, betulkah Anda memiliki garis keturunan Bugis?
Betul. Ayah saya berdarah Luwu. Sampai saat ini, Ayah saya masih sering mengikuti pertemuan paguyuban Raja Abdullah yang keturunan langsung Daeng Parani, Raja Melayu-Bugis Luwu. Anggota paguyuban itu berjumlah 1.000 kepala keluarga. Sayang, ketika menangani PSM, saya sempat tidak mengunjungi Luwu yang berjarak 250 km dari Makassar.
Itulah mengapa saya berkeinginan suatu waktu bisa mendapatkan kesempatan kedua di PSM. Saya optimitis, atmosfer, militansi suporter dan manajemen profesional bakal mengembalikan pamor PSM sebagai klub dengan tradisi juara