6 Pesepak Bola Indonesia yang Kerap Disandingkan Kehebatannya dengan Bintang Top Dunia

oleh Benediktus Gerendo Pradigdo diperbarui 13 Mei 2020, 10:30 WIB
Kolase - Pemain Dijuluki Bintang Internasional (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Mungkin Anda pernah mendengar istilah The Next yang diikuti oleh nama bintang sepak bola dunia dan disematkan kepada rising star sepak bola. Seperti halnya di negara lain, begitu pun dengan di Indonesia yang sejumlah pemainnya sempat mendapatkan julukan The Next atau disamakan dengan bintang sepak bola dunia.

Penggemar sepak bola Spanyol, terutama mereka yang menggemari Barcelona dan Real Madrid, pasti mengetahui nama Takefusa Kubo, seorang pemain muda yang kini direkrut oleh Real Madrid dan tengah dipinjamkan ke Mallorca. Kubo merupakan pemain asal Jepang yang pernah mengeyam akademi Barcelona, La Masia.

Advertisement

Berkat perjalanan kariernya dan bakat yang sudah terlihat sejak masih muda, Kubo mendapatkan julukan The Next Messi ataupun Messi dari Jepang, merujuk kepada bintang utama Barcelona saat ini, Lionel Messi.

Hal itu merupakan sebuah contoh dari pembahasan kali ini. Bola.com membahas sejumlah pemain sepak bola asal Indonesia yang dalam perjalanan kariernya sempat atau pernah mendapatkan julukan yang mengaitkan mereka dengan para pesepak bola dunia. Siapa saja mereka?

Video

2 dari 7 halaman

Andik Vermansah

Andik Vermansah merayakan kemenangan Timnas Indonesia atas Timor Leste 3-1, Selasa (13/11/2018) di Stadion Utama Gelora Bung Karno. (Bola.com/Muhammad Iqbal Ichsan)

Ketika pertama kali muncul dengan mengenakan seragam Persebaya 1927, Andik Vermansah langsung mendapatkan lampu sorot karena permainan yang diperlihatkannya saat mengolah bola. Andik muda bermain dengan kecepatan tinggi dan ditopang tubuh kecil nan mungil yang membuatnya leluasa untuk bergerak saat melakukan dribel bola.

Hal itulah yang membuat julukan Messi Indonesia melekat kepada pemain kelahiran Jember, 23 November 1991 itu. Julukan tersebut pun didengungkan di dunia internasional.

Media online asal Italia, FCInternews.it, sempat membuat artikel berita mengenai kiprah Andik di Indonesia dengan menuliskan judul 'il nuovo Messi' atau yang diterjemahkan berarti Messi baru.

Tak hanya itu, situs resmi FIFA pun pernah melakukan wawancara dengan Andik ketika menjalani trial bersama klub Jepang, Ventforet Kofu, pada 2013, dan mempertegas julukan tersebut dan menanyakan langsung kepada sang pemain mengenai perasaannya ketika mendapatkan julukan itu.

“Saya tidak tahu bagaimana nama panggilan itu muncul,” kata Andik Vermansah kepada FIFA.com.

FIFA menyebutkan beberapa kelebihan yang dimiliki Andik, yakni: kecepatan, akselerasi, dan dribel. Seusai pertandingan antara Indonesia All-Stars melawan LA Galaxy pada 2011, David Beckham terpukau dengan aksi Andik dan meminta bertukar jersey. Saat duel di lapangan Beckham sempat melakukan pelanggaran keras ke Andik, yang aksinya merepotkan sang mega bintang.

Andik Vermansah mengaku sejatinya kurang nyaman disamakan dengan Lionel Messi. "Saya lebih senang jadi diri sendiri. Messi pemain hebat, Andik hanya pesepak bola kelas kampung," ujar pemain kelahiran 23 November 1991 tersebut.

Uniknya walau kerap disebandingkan dengan Messi, Andik justru lebih mengidolai Cristiano Ronaldo. Bahkan ia bermimpi bisa bermain di Real Madrid.

Setelah itu, Andik Vermansah memilih untuk berkarier di Malaysia bersama Selangor FA. Sempat ingin kembali ke Tanah Air, Andik akhirnya membela Kedah FA sebelum benar-benar pulang dan memperkuat Madura United. Kini Andik berseragam Bhayangkara FC di Liga 1 2020.

3 dari 7 halaman

Evan Dimas

Gelandang Timnas Indonesia, Evan Dimas, menggiring bola saat melawan Singapura pada laga Piala AFF 2018 di Stadion Nasional, Singapura, Jumat (9/11). Singapura menang 1-0 atas Indonesia. (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)

Untuk yang satu ini, banyak yang setuju jika Evan Dimas Darmono memang memiliki permainan seperti mantan gelandang Barcelona dan Timnas Spanyol, Andres Iniesta. Permainan di lini tengah yang apik dalam mengatur irama permainan serta mampu mengirimkan umpan-umpan yang berbahaya membuat Evan Dimas kerap benar-benar terlihat seperti Andres Iniesta.

Namun, menjadi seperti Iniesta memang merupakan keinginan Evan Dimas. Pemain kelahiran Surabaya, 13 Maret 1995, itu memang sudah lama menjadi pengagum Andres Iniesta. Bahkan dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi nasional, Evan mengatakan, "Semua orang ingin menjadi Messi, tapi saya ingin seperti Iniesta."

Pastinya karena inspirasi tersebut membuat Evan Dimas benar-benar memiliki gaya permainan yang sangat mirip dengan mantan gelandang jebolan La Masia itu. Pengalaman menimba ilmu dan trial bersama dua klub Spanyol membuat Evan Dimas makin memahami permainan ala Negeri Matador yang membuatnya bisa memiliki permainan yang mirip seperti Iniesta.

Sebuah media asal Singapura pada akhir 2019 sempat menyamakan Evan Dimas dengan Iniesta jelang SEA Games 2019 di Filipina. Livesportasia menyebut Timnas Indonesia U-22 berbahaya karena memiliki seorang Andres Iniesta.

Bahkan Evan Dimas pernah bertemu dengan sang idola yang kemudian memiliki kemiripan gaya bermain dengannya itu. Pertemuan dengan Andres Iniesta terjadi ketika Evan menjadi wakil Indonesia mengikuti program Nike The Chance pada 2012.

4 dari 7 halaman

Ruben Sanadi

Kapten Persebaya Surabaya, Ruben Sanadi. (Bola.com/Aditya Wany)

Bek sayap kiri Bhayangkara FC, Ruben Sanadi, pernah dibandingkan dengan bintang asal Inggris, Ashley Cole. Kala itu Ruben masih bermain di Pelita Jaya pada musim 2010-2012. Manajer Pelita Jaya, Laru Mara Satriawangsa, yang memanggil Ruben dengan panggilan Ashley Cole.

"Gaya bermain keduanya amat mirip. Sama seperti Cole, Ruben tipikal pemain yang taktis saat bertahan dan membantu serangan dari sektor sayap kiri. Ditambah lagi jika diperhatikan postur keduanya amat mirip. Jadilah saya menyebut Ruben dengan sebutan Ashley Cole asal Pelita Jaya," ungkap Laru Mara.

Namun, Ruben Sanadi, yang kelahiran 8 Januari 1987, justru mengidolai bek sayap kiri legendaris, Roberto Carlos. Sama dengan dirinya, Carlos amat suka berpenampilan kepala plontos.

Dalam kariernya, Ruben Sanadi pernah mempersembahkan gelar juara buat Persipura Jayapura pada Indonesia Super League 2013 dan Torabika Soccer Championship 2016. Setelah itu ia pernah membawa Persebaya Surabaya menjadi runner-up di Piala Presiden 2019 dan juga runner-up di Liga 1 2019.

Sementara Ashley Cole yang jadi langganan Timnas Inggris periode 2001-2014, bertabur gelar juara saat membela Chelsea.

5 dari 7 halaman

Egy Maulana Vikri

Penyerang Indonesia, Egy Maulana Vikri, saat melawan Chinese Taipei pada laga AFC U-19 di SUGBK, Jakarta, Kamis (18/10/2018). Indonesia menang 3-1 atas Chinese Taipei. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Satu lagi pemain Indonesia yang sempat mendapat julukan sebagai Messi dari Indonesia. Egy Maulana Vikri merupakan pemain muda yang tampil cemerlang sebagai bintang Timnas Indonesia U-19 asuhan Indra Sjafri.

Dribel bola, kecepatan lari, dan kemampuannya berkelok ketika berhadapan dengan pemain lawan langsung mengingatkan sosoknya dengan Lionel Messi.

Penampilan Egy Maulana Vikri memang mengilap saat membantu Timnas Indonesia U-19 tampil di Turnamen Toulon, Prancis. Egy bahkan mendapatkan penghargaan individu, yaitu trofi Jouer Revelation, sebuah penghargaan yang pernah diraih Zinedine Zidane pada 1991 dan Cristiano Ronaldo pada 2003 ketika mengikuti turnamen yang sama.

Media Inggris, The Sun, juga sempat menuliskan nama Egy Maulana Vikri sebagai satu dari beberapa pemain muda di dunia yang layak mendapatkan julukan The Next Messi.

Kini Egy Maulana Vikri tengah mencoba meraih impian agar bisa melebihi sang bintang Barcelona. Egy mencoba peruntungan dengan bergabung bersama klub Polandia, Lechia Gdansk, yang menjadi pintu masuk pemain asal Sumatra Utara itu untuk berkiprah di sepak bola Eropa.

6 dari 7 halaman

Nadeo Argawinata

Kiper Timnas Indonesia U-22, Nadeo Argawinata, memberikan instruksi saat melawan Singapura U-22 pada laga SEA Games 2019 di Stadion Rizal Memorial, Manila, Kamis (28/11). Indonesia menang 2-0 atas Singapura. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Kiprah Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2019 yang berlangsung di Filipina sempat diramaikan dengan pembahasan tentang kemiripan kiper Tim Garuda Muda, Nadeo Argawinata, dengan kiper Chelsea FC di Premier League, Kepa Arrizabalaga.

Sejumlah media sosial mengunggah kemiripan di antara dua pemain dari dua benua yang berbeda itu. Kemiripan makin mencolok ketika banyak yang menggunakan foto Kepa yang mengenakan jersey kiper Chelsea berwarna hijau dengan tulisan sponsor Yokohama, dengan Nadeo yang juga mengenakan jersey kiper berwarna hijau di Timnas Indonesia U-23.

Bahkan kemiripan tersebut juga diunggah oleh akun Twitter resmi Chelsea berbahasa Indonesia ketika pemberitaan mengenai kemiripan keduanya ramai diperbincangkan di jagat dunia maya.

Kepa merupakan kiper asal Spanyol yang kini berusia 25 tahun dan telah membela Chelsea sejak 2018. Sebelum bergabung bersama The Blues, Kepa menghabiskan karier mudanya di Spanyol, bersama Basconia, Athletic Bilbao, Ponferradina, dan Valladolid.

Sementara Nadeo adalah kiper kelahiran Kediri yang baru berusia 23 tahun. Setelah memulai karier junior bersama SSB Macan Putih dan Persik Kediri, Nadeo memulai karier profesional bersama Borneo FC pada 2016 hingga 2019. Kini ia berseragam Bali United di Liga 1 2020.

7 dari 7 halaman

Zulkarnaen Lubis

Zulkarnaen Lubis saat beraksi pada ajang Irman Gusman Cup 2016 di Padang, Sumatera Barat, Minggu (13/3/2016)

Satu lagi yang tidak bisa dibandingkan dengan siapapun. Zulkarnain Lubis, legenda sepak bola Indonesia yang berposisi sebagai gelandang serang dan disebut-sebut sebagai Maradona dari Asia.

Saat masih aktif bermain Zulkarnain yang kelahiran Binjai, 21 Desember 1958 itu jadi salah satu anggota skuat Tim Merah-Putih Pra Piala Dunia 1986. Timnas besutan almarhum Sinyo Aliandoe hampir lolos ke putaran final di Meksiko, jika tak kalah dari Korea Selatan di fase akhir kualifikasi zona Asia.

Berposisi sebagai seorang gelandang serang Zulkarnain sempat dijuluki Maradona dari Asia. Julukan itu mencuat saat ia membela Krama Yudha Tiga Berlian yang meraih peringkat ketiga di Liga Champions Asia 1985-1986.

"Katanya gaya bermain kami mirip. Ditambah lagi rambut saya kribo sama dengan Maradona. Jika Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 1986, mungkin saya lebih tenar dibanding dia," ujar Zulkarnain setengah berkelakar dalam sebuah wawancara santai dengan Bola.com beberapa tahun silam di Yogyakarta.

"Kami juga beda nasib. Maradona kaya raya usai masa jaya, sementara saya sempat hidup susah," timpalnya.

Namun, kini Zulkarnain Lubis telah berpulang. Ia wafat di Palembang pada 19 September 2018 karena serangan jantung. Zulkarnain menghembuskan nafas terakhir di RS Pertamina Pali, Sumatera Selatan.

Berita Terkait