Bola.com, Jakarta - Dalam pertandingan sepak bola, kerap kali komentator menyebutkan istilah gelandang pengangkut air untuk seorang pemain yang berposisi sebagai gelandang bertahan. Istilah yang pertama kali ditujukan untuk pemain Timnas Prancis, Didier Deschamps itu juga ada di Indonesia, di mana sejumlah pemain cukup identik dengan istilah tersebut dalam perjalanan Liga Indonesia.
Gelandang pengangkut air atau water carrier, adalah istilah yang digunakan mantan kapten Manchester United asal Prancis, Eric Cantona, saat membahas kompatriotnya yang menjadi langganan Timnas Prancis saat itu, Didier Deschamps. Gelandang bertahan yang juga kapten Timnas Prancis itu pun membawa Les Bleus menjadi juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.
Eric Cantona memberikan julukan pengangkut air kepada Deschamps bukan tanpa alasan. Istilah yang lekat dengan pemain berposisi gelandang bertahan itu diberikan karena sejumlah penunjang, seperti pemain tersebut memiliki stamina yang bagus, tekel yang bersih, mampu membaca transisi permainan dengan cepat, dan tentunya memulai serangan setelah merebut bola dari pemain lawan.
Peran untuk memutus serangan lawan di lini tengah memang merupakan fungsi utama dari seorang gelandang bertahan. Namun, kriteria lain di atas adalah syarat mutlak mengapa seorang gelandang bertahan bisa mendapatkan julukan sebagai pengangkut air.
Selain Didier Deschamps, sejumlah pemain dunia yang lekat dengan julukan gelandang pengangkut air adalah Owen Hagreaves di Inggris dan Gennaro Gattuso di Italia. Namun, di Indonesia pun karakter pemain seperti itu juga ada.
Dari Syamsul Bachri Chaeruddin yang pernah memperkuat PSM Makassar dan Timnas Indonesia, hingga kini Sandi Sute di Persija Jakarta, adalah contoh konkret dari seorang gelandang pengangkut air.
Kali ini Bola.com membahas mengenai lima pemain dengan peran sebagai gelandang pengangkut air terbaik yang ada di Liga Indonesia.
Video
Syamsul Bachri Chaeruddin
Aktraktif, pekerja keras, sekaligus petarung kala tampil di lapangan hijau bersama tim yang dibelanya. Itulah karakter yang kental melekat dalam diri Syamsul Chaeruddin, gelandang bertahan terbaik PSM Makassar di era Liga Indonesia.
Nama Syamsul Chaeruddin pertama kali mencuat di pentas sepak bola nasional ketika membawa PSM menembus semifinal Liga Indonesia 2002 yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta.
Syamsul masuk pantauan manajemen Timnas Indonesia U-20 untuk mengikuti turnamen Piala Hassanal Bolkiah di Brunei Darussalam, 16–26 Augustus 2002. Bersama Syamsul, timnas U-20 tampil gemilang pada turnamen yang diikuti Thailand, Singapura, Vietnam, Malaysia, Filipina, Myanmmar, Laos, Kamboja, dan tuan rumah Brunei Darussalam.
Pada level timnas senior, Syamsul melakukan debutnya saat Indonesia bermain imbang tanpa gol dengan Malaysia dalam laga uji coba 12 Maret 2004.
Pencapaian Syamsul Chaeruddin di Timnas Indonesia terbilang baik. Setelah berjaya di level junior dengan meraih trofi juara di Brunei, Syamsul melengkapinya dengan gelar juara timnas senior di Piala Kemerdekaan 2008.
Sebagai pemain, Syamsul Chaeruddin memiliki stamina prima yang menunjang mobiltasnya sebagai gelandang jangkar tim. Ia mendapat kelebihan itu dengan latihan dan kerja keras.
Hariono
Pemain kelahiran Sidoarjo, Jawa Timur, 2 Oktober 1985 ini memperkuat Persib Bandung pada musim 2008-2009. Ia diboyong oleh pelatih Jaya Hartono.
Pemain yang terkenal pendiam namun garang di lapangan ini juga jadi pemain idola bobotoh. Hampir sembilan musim lebih bersama Persib, Hariono selalu mendapat kepercayaan dari tim pelatih. Ia sesekali mengemban jabatan kapten.
Meski demikian, selama memperkuat Persib, Hariono termasuk pemain yang minim mencetak gol. Ia hanya menyumbang satu gol setelah 11 musim membela Persib.
Minim gol adalah bukti bahwa Hariono memang benar-benar fokus dengan tugasnya sebagai gelandang bertahan. Bahkan pemain yang identik dengan rambut gondrong ini kerap disebut sebagai Gennaro Gattuso-nya Indonesia karena permainan keras yang diperlihatkan ketika menghadapi pemain lawan di tengah lapangan.
Sejak 2010-2018, Hariono selalu menjadi pemain utama Persib. Dia berperan sebagai gelandang pengangkut air. Namun, setelah musim 2019 kontrak mantan pemain Deltras Sidoarjo itu tidak diperpanjang.
Alhasil, Hariono harus pergi dari Persib. Meski begitu, tidak butuh waktu lama baginya mendapatkan klub baru. Bali United bersedia menampung pemain kelahiran Sidoarjo itu di musim ini.
Kepergian Hariono dari Persib Bandung yang sudah identik dengan dirinya tentu menjadi kabar yang tersebar luas. Bahkan mantan marquee player Persib di Liga 1 2017, Michael Essien, pun mengirimkan pesan kepada Hariono melalui akun Instagram miliknya.
Essien turut memberikan doa yang terbaik untuk Hariono. Dia mengunggah dua foto kebersamaan dengan Hariono saat di Persib melalui akun Instagramnya.
View this post on InstagramMy legend @gondronghariono wish you all the best ⚽️🏃🏿♂️👌🏿 #Persib #Bobotoh🤘🏿
A post shared by Michael Essien® ميخائيل (@michaelessien) on Dec 22, 2019 at 3:33am PST
"Legenda saya @gondronghariono, mendoakan yang terbaik untukmu," tulis Essien pada keterangan fotonya.
Michael Essien pernah merumput bersama Hariono di Persib Bandung pada musim 2017-2018. Meski hanya sebentar di Persib, Essien tampaknya punya kenangan spesial dengan gelandang yang sudah 11 tahun memperkuat Persib Bandung tersebut.
Ponaryo Astaman
Ponaryo Astaman pantas masuk dalam jajaran gelandang terbaik yang pernah beredar di Liga Indonesia. Elegan saat memotong serangan lawan serta mobilitas tinggi dalam membantu serangan adalah kelebihan yang dimilikinya. Ponaryo bisa bermain sebagai gelandang bertahan, dan juga sebagai gelandang serang.
Ia kerap jadi motivator rekan-rekannya di lapangan hijau. Itulah mengapa, ban kapten kerap diberikan kepadanya baik di klub maupun Timnas Indonesia.
Nama Ponaryo Astaman mulai mencuat ketika membawa PKT Bontang menembus final Liga Indonesia 1999-2000. PKT memang gagal juara. Tapi, berkat penampilannya sebagai penopang eks kapten Timnas Indonesia, Fakhri Husaini, di lini tengah, Ponaryo dipanggil memperkuat Timnas Indonesia U-23 untuk Sea Games 2001 di Malaysia.
Dalam ajang itu, Timnas Indonesia U-23 berhasil menembus semifinal sebelum dikandaskan Thailand 1-2 lewat babak perpanjangan waktu. Seperti diketahui, Thailand akhirnya meraih medali emas setelah mengalahkan Malaysia 1-0 di laga final.
Bersama PSM, penampilan Ponaryo berkembang dan matang. Berduet di lini tengah dengan Syamsul Chaeruddin yang dikenal sebagai pemain petarung, membuat Ponaryo lebih mudah berkreasi di depan Syamsul yang berperan sebagai gelandang pengangkut air. Dari sana, Ponaryo pun mampu memainkan peran yang hampir sama seperti Syamsul.
Penantian panjang Ponaryo akan gelar di level klub akhirnya tercapai ketika ia memperkuat klub asal Palembang, Sriwijaya FC. Ia mengawalinya dengan menggenggam trofi juara Piala Indonesia 2010. Setahun kemudian, Ponaryo jadi bagian penting Sriwijaya meraih trofi juara Liga Super Indonesia musim 2011-2012.
Juan Revi
Sebelum ada Hanif Sjahbandi yang kini menjadi gelandang bertahan Arema FC, Singo Edan pernah memiliki seorang pemain yang memiliki karakter petarung di lini tengah bernama Juan Revi.
Gelandang bertahan ini juga merupakan tipe pemain yang senang bermain grasak-grusuk untuk memotong aliran bola saat pemain lawan tengah membangun serangan. Juan Revi tak ragu untuk mempertontonkan permainan keras demi menghalangi bola masuk dalam daerah pertahanan timnya.
Keberadaan Juan Revi di Arema pada musim 2009-2010, berduet bersama Esteban Gullien dengan formasi 4-2-3-1, pemain kelahiran Surabaya ini menjadi pemain yang cukup disegani oleh lawan. Akhirnya Arema pun berhasil menjadi juara pada akhir musim.
Meninggalkan Arema FC pada 2011 setelah menjadi runner-up ISL 2010-2011, Juan Revi kemudian kembali ke Deltras Sidoarjo dan sempat ke PSS Sleman. Ia kemudian memperkuat Arema lagi pada 2014 hingga 2016.
Sempat berlabuh di Persela Lamongan, Juan Revi kembali ke Arema pada 2017 hingga 2019, di mana pada 2018 ia dipinjamkan ke Semen Padang.
Sandi Sute
Gelandang bertahan Persija Jakarta ini merupakan sosok penting yang membuat para pemain lawan kerap kesal karena harus terjatuh di tengah lapangan. Sandi Sute merupakan pemain yang lugas dalam bermain di lini tengah. Bahkan permainan keras pun dilakukannya demi merebut bola dari pemain lawan.
Sandi Sute, pemain asal Kota Palu, Sulawesi Tengah, merupakan gelandang bertahan yang diboyong Persija dari Borneo FC jelang Liga 1 2017. Bermain di bawah asuhan Stefano Cugurra Teco, Sandi Sute berkembang menjadi pemain yang luar biasa di lini tengah Macan Kemayoran.
Memotong aliran bola lawan merupakan tugas yang dilakukannya bersama Rohit Chand di lini tengah Persija. Namun, berbeda dengan pemain asal Nepal yang menjadi tandemnya itu, Sandi Sute merupakan gelandang yang siap bermain keras untuk memotong bola dan membuat Persija bisa membangun serangan.
Kehadiran Sandi Sute di lini tengah Persija sejak 2017 turut berkontribusi besar terhadap gaya permainan Persija. Hasilnya, Macan Kemayoran mampu finis di papan atas klasemen Liga 1 2017 hingga pada musim berikutnya meraih gelar juara Piala Presiden 2018 dan Liga 1 2018.
Baca Juga
Analisis Lini Belakang Timnas Indonesia di Piala AFF 2024: Tidak Solid dan Belum Dapat Chemistry
Deretan Pemain Timnas Indonesia yang Belum Diberi Kesempatan Shin Tae-yong di Piala AFF 2024: Cadangan Mati
Pemain Timnas Indonesia Eliano Reijnders Kembali Main Bersama PEC Zwolle, Penting untuk Kepercayaan Diri!