Cerita Konflik Tontowi / Liliyana Jelang Olimpiade 2016, Kembali Kompak Berkat Psikolog dan Pesan Menggugah Christian Hadinata

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 18 Mei 2020, 22:15 WIB
Ekspresi Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir sesaat setelah memastikan kemenangan atas Chan Peng Soon/Goh Liu Ying dalam final ganda campuran bulutangkis Olimpiade Rio 2016, (17/8/2016). (AFP/Ben Stansall)

Bola.com, Jakarta - Medali emas Olimpiade 2019 merupakan momen terindah bagi Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir selama berkiprah sebagai bulutangkis. Tetapi, jalan menuju ke sana tak sepenuhnya mulus bagi Tontowi/Liliyana.

Ada tantangan nonteknis yang dihadapi pasangan tersebut. Hubungan Tontowi dan Liliyana sempat bermasalah alias tidak akur pada awal 2016, yang juga berimbas pada penampilan di lapangan. Situasi tersebut diakui pelatih ganda putra Pelatnas PBSI, Richard Mainaky. 

Advertisement

"Tekanan menuju Olimpiade sangat besar. Jangankan pemain, saya sebagai pelatih juga merasakan tekanan dan sempat emosional di suatu turnamen. Jadi saat itu baik Owi maupun Butet sama-sama sensitif," kata Rochard, melalui rilis dari PBSI, Senin (18/5/2020).  

"Yang satu teledor, ditegur sama yang satu lagi. Yang satu merasa enggak terima, merasa kalau enggak ada saya kan dia juga enggak bisa juara. Hal-hal seperti ini yang sebetulnya jadi masalah di komunikasi, padahal mereka berdua kan punya tujuan yang sama," imbuh Richard. 

Richard mengaku sudah mencoba berbicara dari hati ke hati dengan Tontowi/Liliyana. Langkah serupa juga dilakukan asistennya, Nova Widianto.  

"Saya sama Nova sudah coba ngomong sama mereka satu-satu, tapi hasilnya tidak terlalu bagus. Jadi saya ajukan ke Rexy (Mainaky) yang waktu itu jadi Kabid Binpres di PBSI, agar ada psikolog yang menengahi mereka," kata Richard. 

"Akhirnya ditugaskanlah Pak Rachman Widohardhono, psikolog PBSI, untuk menangani Owi/Butet. Dari situ mulai digali dan mereka bicara banyak, sudah mulai ada pengertian, ada komitmen sehingga ada jalan," sambung Richard. 

 

2 dari 2 halaman

Training Camp di Kudus

Ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, merebut medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016 setelah mengalahkan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, pada partai final di Riocentrio, Rabu (17/8/2016) WIB. (AFP/Goh Chai Hin)

Richard juga mengatakan training camp olimpiade di Kudus menjadi salah satu momen yang memperkuat kekompakan Owi/Butet. 

"Betul, apa yang sudah kami kerjakan bersama psikolog sudah mulai menunjukkan kemajuan. Owi/Butet makin kuat lagi bonding-nya selama di training camp di Kudus. Selama karantina itu, saya meminta pertolongan dari koh Chris (Christian Hadinata) untuk kasih wejangan sama mereka berdua. Waktu itu ada Minarti (Timur) juga yang sudah punya pengalaman di Olimpiade," kenang Richard. 

"Ada satu kata-kata Koh Chris yang sangat menggugah buat Owi/Butet, tapi saya lihat lebih mengena ke Owi. Koh Chris bilang mereka itu soulmate, belahan jiwa. Owi belahan jiwanya Butet, begitu juga sebaliknya. Apa yang mereka lakukan, akan berpengaruh untuk mereka berdua." 

"Sekarang kalau Butet kasih tahu Owi, bukannya marah, tapi namanya orang Manado kan kalau ngasih tahu mungkin terdengar tegas. Saya juga sebagai orang Timur juga sering begitu, ngasih tahu anak saya seperti lagi marah padahal tidak," kata Richard.

Menurut Richard, setelah camp di Kudus sikap Tontowi Ahmad berubah. Itu berimbas pada penampilan Owi/Butet di lapangan. Semua pertandingan sampai final diselesaikan dengan baik.

"Owi/Butet sampai merepotkan musuh bebuyutan mereka waktu itu, Zhang Nan/Zhao Yunlei (China). Zhang/Zhao sebelumnya kompak, tapi jelang olimpiade sempat kelihatan tidak harmonis di lapangan. Sebaliknya Owi/Butet dari jauh-jauh hari berantem, tapi pas olimpide akur banget, ya jadi sulit mengalahkan mereka," imbuh Richard.