Bola.com, Jakarta - Suatu hari pada tahun 2009 di Pelatnas PP Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang terletak di kawasan Cipayung, Jakarta Timur. Suasana hall yang berisi 21 lapangan tempat latihan masih sepi karena latihan sesi sore masih sekitar 45 menit lagi dimulai. Di beberapa sudut lapangan bahkan lampu belum dinyalakan sehingga cahaya di sebagian hall latihan masih temaram.
Namun ada satu lapangan yang sudah tampak diterangi lampu. Lapangan itu terletak di area tengah hall dan didesain khusus oleh pelatih ganda campuran, Richard Mainaky. Di atas lapangan dipasang jaring.
Hal itu membuat pebulutangkis yang berlatih di lapangan tersebut tak bisa mengangkat shuttlecock terlalu tinggi karena akan membentur jaring.
"Sengaja saya bikin lapangan dengan jaring seperti itu di atasnya buat latihan "no lob". Ini lapangan khusus untuk latihan pemain supaya tidak memukul shuttlecock terlalu tinggi, tujuannya supaya tidak mudah dismes oleh lawan," jelas Richard.
Siang menjelang sore itu saya berada di hall karena sudah nongkrong sejak sesi latihan pagi untuk mencari berita. Saya memutuskan untuk tetap berada di Cipayung untuk meliput dan mencari berita lagi di sesi latihan sore.
Saat itulah saya melihat Tontowi Ahmad muncul dari arah asrama atlet putra. Sendirian. Rupanya ia sengaja datang lebih dulu untuk berlatih di lapangan khusus yang dibuat oleh sang pelatih.
"Makan siang sudah. Istirahat sudah. Daripada bengong di kamar mending saya latihan duluan. Lumayan buat nambah porsi. Kalau nggak gini nggak maju-maju saya," seingat saya hal itu yang diucapkan Tontowi waktu itu.
Menjadi Bayang-bayang Nova Widianto
Tontowi saat itu masih berpartner dengan Richi Puspita Dili. Sebelum bersama Richi, Tontowi berduet dengan Yulianti. Mereka sempat menjuarai turnamen Thailand International, Indonesia International dan Vietnam Terbuka pada tahun 2007.
Setelahnya, Tontowi berpasangan dengan Shendy Puspa Irawati dan menjadi juara Vietnam Terbuka 2008. Rupanya Richard sebagai pelatih belum puas. Duet itu dibongkar lagi dan Tontowi dipasangkan dengan Richi. Bersama Richi, Tontowi meraih gelar juara Vietnam International 2009.
Hanya saja, pada masa itu tetap saja mereka masih menjadi pasangan pelapis sekaligus bayang-bayang Nova Widianto/Liliyana Natsir. Pasangan Nova/Liliyana kala itu menjadi andalan Indonesia dan sudah meraih dua gelar juara dunia, 2005 dan 2007.
Mereka juga meraih medali perak Olimpiade Beijing 2008. Kebersamaan pasangan itu berakhir kala Nova memutuskan untuk pensiun pada September 2010.
“Bukan hal yang mudah untuk mencari partner buat Liliyana karena prestasi dan levelnya sudah kelas dunia,” kata Richard ketika Nova pamit.
Setelah Nova pensiun dan kini memutuskan untuk jadi asisten pelatih nomor ganda campuran, Richard mencari duet Liliyana yang masih berada dalam usia produktif, 25 tahun. Liliyana kemudian dipasangkan dengan Devin Lahardi.
Namun hal itu tak berlangsung lama. Richard melihat potensi Tontowi dan memutuskan untuk diduetkan dengan Liliyana.
Puncak Prestasi
Pengamatan dan intuisi Richard sebagai pelatih yang bertahun-tahun menangani sektor ganda campuran di pelatnas PBSI terbukti benar. Pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir tak butuh waktu lama buat melesat dan menjadi andalan buat Indonesia di berbagai turnamen bergengsi. Sederet gelar di berbagai turnamen mereka raih.
Puncaknya adalah kesuksesan Tontowi/Liliyana merebut medali emas Olimpiade Rio 2016. Gelar bergengsi lainnya adalah hattrick di turnamen bulutangkis tertua dan prestisius, All England, tahun 2012, 2013, 2014. Total, mereka mengoleksi 22 gelar premium di berbagai turnamen kelas dunia.
Namun roda terus berputar dan masa perpisahan tiba kala Liliyana Natsir memutuskan untuk pensiun pada Januari 2019, usai tampil menjadi runner up di ajang Indonesia Masters. Secara khusus, Liliyana mengucapkan terima kasih buat Tontowi.
Maklum, saat berpasangan dengan Tontowi gelar paling bergengsi di ajang Olimpiade dan All England berhasil diraih oleh Liliyana.
“Terima kasih buat partner saya, Tontowi. Saya kini bisa pensiun dengan tenang,” kata Butet, sapaan akrab Liliyana, kala itu.
Usia Tak Bohong
Setelah ditinggal Butet pensiun, Richard sempat memasangkan Tontowi dengan pemain muda Winny Oktavina Kandouw di tahun 2019. Pada awal 2020, Tontowi juga sempat berpartner dengan Apriyani Rahayu yang biasanya bermain di nomor ganda campuran dengan Greysia Polii.
Perputaran roda terus terjadi dan akhirnya hal itu yang dialami Tontowi. Senin, 18 Mei 2020, pagi di akun Instagram miliknya, Tontowi mengumumkan dirinya pensiun. Ia mengucapkan terima kasih, rasa syukur, dan kebanggaan atas apa yang dialami dan dicapai di separuh lebih usianya yang kini memasuki angka 32 tahun.
“Rencana pensiun ini sudah saya pikir sejak Cik Butet pensiun tahun lalu. Tapi keluarga dan pelatih masih meminta untuk bertahan. Pelatih minta saya untuk membimbing partner yang lebih muda. Sama seperti yang dilakukan Cik Butet pada saya,” ujar Tontowi saat saya hubungi Senin sore.
Pria kelahiran Banyumas, 18 Juli, ini sempat bertahan selama 16 bulan sebelum memutuskan untuk pensiun mengikuti jejak Liliyana. Usianya yang kini menginjak 32 tahun sepertinya tak bisa dibohongi.
“Kalau main ganda sebagai pemain yang lebih senior, saya harus menggendong partner. Perlu adaptasi cara dan pola main juga dengan partner baru. Perlu ekstra latihan kalau mau tetap bersaing di level atas. Hal ini semua tidak mudah,” ujar Tontowi.
Kondisi Tontowi saat ini memang berbeda jika dibanding saat Liliyana ditinggal Nova Widianto pensiun. Kala membimbing Tontowi sebagai juniornya, Liliyana masih berusia 25 tahun. Masih punya banyak tenaga dan sedang menuju puncak karier. Sementara saat ini, Tontowi berusia 32 tahun. Jelas beda.
Apalagi setelah meraih hampir seluruh gelar bergengsi, secara terus terang Tontowi merasa motivasinya sudah tak lagi sebesar dulu.
Contoh Buat Generasi Pemain Penerus
Sebagai pelatih, Richard tak pernah menghalangi pemainnya yang berniat pensiun. Apalagi yang sekelas Nova Widianto, Liliyana Natsir, atau Tontowi Ahmad.
“Mereka sudah memberikan begitu banyak. Tidak fair kalau mereka ditahan terus ketika berniat pensiun. Terima kasih buat mereka yang sudah berkorban banyak dan memberi prestasi. Pemain pensiun adalah hal yang biasa. Sudah saatnya buat pemain lain untuk menggantikan,” kata Richard.
Saat ini Indonesia punya pasangan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti yang ada di peringkat empat BWF. Mereka adalah juara All England 2020. Ada juga Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja yang bercokol di peringkat delapan BWF. Mereka inilah generasi yang diharapkan bisa menggantikan Tontowi dan Liliyana menjadi andalan Indonesia di persaingan ganda campuran dunia.
Mengingat momen ketika melihat Tontowi datang ke lapangan latihan sebelum pelatih dan atlet lainnya datang membuat saya teringat obrolan dengan Christian Hadinata, pemain legendaris Indonesia di nomor ganda putra dan ganda campuran di era 1970-an.
Setelah pensiun, Christian punya andil besar melahirkan dan melatih ganda putra hebat macam Ricky Subagdja/Rexy Mainaky dan Candra Wijaya/Sigit Budiarto pada tahun 1990-an hingga awal 2000-an.
“Ada dua tipikal pemain bulutangkis hebat yang saya tahu. Satu adalah pemain dengan bakat alam luar biasa. Kadang tak perlu latihan sebanyak atlet lain, mereka sudah bisa jadi pemain hebat. Tipe pemain satunya lagi adalah mereka yang bakatnya biasa-biasa saja, tapi mau berlatih lebih keras. Datang ke lapangan lebih dulu untuk menambah porsi latihan tanpa diminta adalah salah satu contoh sederhana dari atlet tersebut,” ujar Koh Chris, sapaan akrab Christian.
Tontowi menjadi contoh nyata tipikal pemain kedua yang digambarkan Koh Chris. Pemain di nomor apapun layak menjadikan etos kerja tersebut sebagai contoh. Bagaimana kerja keras diperlukan untuk meraih kesuksesan.
Terima Kasih Tontowi
Kini Tontowi Ahmad telah berpamitan dari dunia bulutangkis yang membesarkan namanya. Setelah pensiun, ia ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.
"Sebulan dua bulan setelah pensiun, saya ingin menikmati waktu bersama keluarga. Selama ini mereka lebih sering saya tinggal untuk latihan dan bertanding. Saya berharap pemain lain segera bisa menggantikan tempat saya dan membawa kejayaan bulutangkis Indonesia," kata ayah dua anak ini.
Pecinta bulutangkis Indonesia dan dunia olah raga Indonesia pasti merasa kehilangan ketika seorang pemain hebat macam Tontowi memutuskan untuk pensiun. Apalagi jika sang pemain punya etos kerja yang luar biasa dalam latihan dan layak dijadikan contoh. Kita tentu berharap kehadiran generasi Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria bisa segera menggantikan untuk jadi andalan Indonesia di masa depan.
Ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya layak ditujukan buat pengorbanan dan persembahan prestasi kelas dunia dari Tontowi Ahmad. Karena prestasi seperti itu yang membawa kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia.
Sekali lagi, terima kasih banyak Tontowi.