Bola.com, Kediri - Daniel Roekito mengaku tak akan bisa melupakan kebersamaannya selama tiga tahun melatih Persik Kediri. Selama karier kepelatihannya, klub asal Kota Tahu ini paling lama ditangani Daniel Roekito dibandingkan klub-klub lainnya.
Bersama Persik Kediri, Daniel Roekito meraih prestasi dan kemasyhuran. Gelar juara Liga Indonesia 2006 menempatkan sosok asal Semarang ini di jajaran pelatih papan atas Indonesia. Imbasnya tentu saja nilai kontrak Daniel Roekito meningkat tajam saat pindah ke klub berikutnya.
Momen paling berkesan bagi pria yang mengawali kariernya sebagai arsitek eks klub Galatama, Gajah Mungkur Muria Kudus, itu adalah musim kompetisi 2006.
Saat itu manajemen Persik diperkuat pemain asing dan lokal terbaik pada zamannya. Lini depan diisi bomber maut Cristian Gonzales. Dua gelandang, Danilo Fernando dan Ebi Theopilus Sukore, menjadi jangkar yang tangguh.
Sektor belakang juga kukuh dengan kehadiran Leo Gutierrez dan Marcello. Penggawa lokal pun pilihan, seperti Budi Sudarsono, Musikan, Berta Yuwana Putra, Suroso, Harianto, Suswanto, hingga Johan Prasetyo.
"Selama pegang tim, skuat Persik 2006 paling mumpuni. Saya tak pusing merotasi pemain. Semua pemain terbaik di posisinya. Persaingan antarpemain juga berjalan ketat," kata Daniel Roekito.
Pelatih yang terakhir membesut Persibat Batang di Liga 2 2017 itu menilai wajar jika Persik jadi kampiun 2006.
"Sejak itu keberhasilan Persik jadi model bagi klub lain yang berambisi juara. Jadi, jika sebuah tim ingin sukses harus berani keluar dana besar untuk merekrut pemain bagus," ujarnya.
Tak dipungkiri lagi. Musim 2006 merupakan puncak keemasan Macan Putih. Manajemen Persik Kediri yang dinakhodai Iwan Budianto itu sangat royal dan siap mengarungi kerasnya kompetisi.
Video
Bonus Progresif Jadi Suntikan Motivasi
Saat melakoni laga tandang, Harianto dkk. selalu menginap di hotel mewah. Belum lagi iming-iming bonus melimpah yang disiapkan untuk menyuntik daya juang pemain di lapangan.
Saat itu manajemen Persik Kediri menerapkan bonus progresif. Insentif kemenangan dari satu laga ke laga berikutnya selalu meningkat dua kali lipat.
"Bonus awal saat itu 1,5 juta. Kemenangan kedua jadi 3 juta. Rekor kami di fase penyisihan grup pernah mencapai 6 juta untuk pemain inti. Tapi, jika di laga berikutnya kalah, jumlah bonus mulai 1,5 juta lagi. Makanya teman-teman selalu berlatih keras agar jadi pemain inti," ungkap Harianto, kapten tim Persik kala itu.
Gelandang yang identik dengan jersey bernomor 12 itu mengungkapkan bonus terbesar dikantongi pemain saat babak delapan besar hingga final yang digelar di Stadion Manahan Solo.
"Waktu itu bonus sekali menang bisa kami belikan motor baru. Rekor tertinggi musim 2006 kalau tak salah sampai 12 juta," ucapnya.
Tantangan Berat Daniel Roekito
Ujian berat pun dialami Daniel Roekito selama 2006. Terutama laga puncak saat Persik Kediri mengalahkan PSIS Semarang dengan skor 1-0 lewat gol tunggal Cristian Gonzales pada injury time babak perpanjangan waktu.
"Selama karier, final 2006 bagi saya sangat berat dan luar biasa. Lawan yang dihadapi PSIS yang notabene klub di mana saya dan keluarga tinggal, yakni Semarang," kata Daniel.
Menurut Daniel pertarungan di luar lapangan menjelang pertandingan tidak kalah seru dibanding di atas rumput hijau.
"Saya tahu ada lobi tingkat tinggi dan perang bonus antara Persik dan PSIS. Tapi, saya tak mau terlibat di sana. Saya fokus secara teknis. Apalagi saya juga kenal baik dengan orang-orang yang ada di PSIS. Sebuah ujian bagi profesionalisme saya," jelasnya.
Lepas soal nonteknis, Daniel Roekito menilai pertemuan Persik kontra PSIS merupakan final ideal. Nuansa politis juga sangat kental terasa.
"Kedua tim punya materi seimbang, baik pemain asing maupun lokalnya. PSIS sangat berambisi juara, karena saat itu momen menjelang Sukawi Sutarip maju lagi untuk jabatan Walikota Semarang kedua kalinya," pungkasnya.