Bola.com, Sleman - PSS Sleman pernah melahirkan pemain-pemain berkualitas pada masanya. Meski awalnya dikenal sebagai tim Kabupaten dan berada di kelas kedua, bukan berarti PSS tidak jago melahirkan pemain berbakat.
Selain nama Seto Nurdiyantoro sebagai sosok pesepak bola tersukses dari Sleman. Pernah lahir pula pemain dengan kemampuan hebat sebagai pencetak gol ulung.
Adalah Muhammad Eksan yang dielu-elukan publik sepak bola Sleman pada medio akhir 1990an hingga awal era milenium. Pria asal Kulon Progo yang memiliki insting mencetak gol yang mematikan.
Meski pernah membela klub selain PSS Sleman, Eksan menghabiskan sebagian besar kariernya untuk tim berlogo Candi itu. Ia memutuskan gantung sepatu bersama tim Elang Jawa. Hingga saat ini Eksan masih mengabdi untuk PSS sebagai asisten manajer.
Dalam momen spesial karena PSS Sleman baru saja merayakan hari ulang tahun yang ke-44 tahun, Bola.com mempersembahkan kilasan menarik tentang Muhammad Eksan, seorang striker tajam yang pernah dilahirkan oleh Laskar Sembada.
Muhammad Eksan berbagi kisah menarik dalam perjalanannya bersama sang Elang Jawa, PSS Sleman. Berikut petikan wawancaranya:
Video
Sempat Jadi Gelandang hingga Menjadi Striker
Bagaimana perjalanan karier Anda hingga mendapat predikat legenda hidup PSS?
Sepak bola adalah hobi saya sejak kecil di kampung halaman Kulon Progo. Aktif ikut seleksi pra-PON DIY hingga saya mewakili Kulon Progo.
Kemudian saya ikut klub internal Kabupaten Sleman, yakni di Pemda Sleman pada 1995. Banyak pemain senior PSS Sleman membuat saya kian matang. Hingga akhirnya saya lolos seleksi di tim senior PSS pada 1997.
Saat itu PSS Sleman masih di tampil di Divisi I, dan awalnya saya dulu berposisi sebagai gelandang, kemudian dijadikan striker. Saya berseragam PSS sampai 2005.
Kemudian sempat dua musim di Persiba Bantul, lalu ke PSIM Yogyakarta selama semusim, dan 2009 sampai 2012 saya kembali ke PSS hingga pensiun. Begitulah perjalanan karier saya sebagai pemain.
PSS untuk pertama kalinya menyentuh kasta tertinggi pada 2000, apa rahasianya?
Musim 1999-2000, awalnya PSS Sleman bermaterikan pemain lokal, persiapan kalah dari tim lain. Sekadar ikut kompetisi dan target bertahan di Divisi I, latihan seminggu tiga kali, tidak setiap hari.
Akhirnya kok begitu kompak tim ini, menang dan menang. Ada kesempatan masuk ke delapan besar dan menjadi tuan rumah. Dari situ kami mendapat lolos promosi ke Divisi Utama.
Kami begitu kompak dan skema permainan sangat sistematis. Kompak di belakang, bek kanan Ansori, bek kiri Dwi Prasetyo. Ada Lafran Pribadi sebagai jenderal lapangan tengah, dibantu Yohanes Yuniantoro. Strikernya saya dan Muslih.
Kuncinya ada di permainan gelandang ditambah pemain merasa sama-sama berjuang dan tidak ada yang dianggap bintang.
Gol Misteri
Anda punya naluri mencetak gol yang begitu tajam, hingga pernah memiliki momen spesial. Bagaimana perasaannya saat itu?
Alhamdulillah saya keluar sebagai pencetak gol terbanyak dengan 11 gol, bersaing dengan bomber Persita Tangerang, Agus Suparman ketika itu.
Sosok yang membuat saya jadi striker adalah pelatih M. Yunus ketika pertama kali masuk PSS Sleman musim 1997-1998. Karena saya berposisi sebagai gelandang serang, dan tim hanya punya dua penyerang, yaitu Prasetyo Sugiyanto dan Muslih.
Saya pun ditarik menjadi seorang striker dan justru malah lebih nyetel. Termasuk momen istimewa bagi saya adalah memborong lima gol dalam satu laga ke gawang Persiba Balikpapan di babak 8 besar Divisi I musim 2000.
Saya cetak lima gol, satunya Muslih. Lima gol saya lahir dari enam peluang yang saya dapatkan, satu peluang lain terbentur tiang gawang. Skor akhir PSS menang 6-1 atas Persiba Balikpapan.
Kalau dulu, saya tidak main-main saat latihan. Setiap latihan finishing harus selalu maksimal. Bukan seenaknya asal masuk karena bisa menjadi kebiasaan. Alhamdulillah setiap pertandingan bisa maksimal.
Anda Pernah mencetak gol yang aneh dan penuh misteri, bagaimana ceritanya?
Gol itu terjadi dalam laga penentuan kami promosi ke Divisi Utama tahun 2000. PSS bertemu PSB Bogor di babak penyisihan grup.
Ceritanya sebelum pertandingan saya dikasih surat dalam bahasa Arab oleh dokter tim PSS dari seorang Kiai dan harus membaca seribu kali setiap malam selama tiga hari. Saya tanya apa kasiatnya kalau saya lakukan itu?
Jawabannya, kalau tidak dapat bola bakal dikasih lawan. Kalau dapat bola, lawan tidak bisa melihat kamu. Saya turuti membaca 3.000 kali sampai menjelang pertandingan.
Pada saat pertandingan gol terakhir yang saya cetak dalam pertandingan itu terjadi dengan aneh dan misteri sampai ada sebuah tabloid mingguan menulis judul "Gol Setan" M. Eksan. Kipernya tidak melihat, tahu-tahu bola sudah masuk gawang dan itu dari sudut yang sangat sempit.
Saya sendiri tidak melihat saat mencetak gol. Saya menendang pakai kaki kiri, yang bukan kebiasaan saya. Saya mencetak gol dengan memutar badan dan melepaskannya dengan kaki kiri. Akhirnya PSS menang 2-1 dan lolos promosi ke Divisi Utama.
Sampai sekarang pun kalau saya mengingatnya masih terheran-heran. Bagi saya semua butuh usaha saja dan yang kuasa mengabulkan, terlepas saya memang sering berdzikir.
Mengenai PSS dan Suporternya yang Luar Biasa
Bagaimana melihat prestasi PSS Sleman yang sempat mengalami naik turun?
Memang biasa terjadi siklus pasang surut prestasi di sebuah tim. Barangkali kendalanya adalah dukungan dan kekompakan elemen di tim. Wajar ketika ada waktu manajemen kurang maksimal, atau finansial di sebuah tim yang berpengaruh.
Kemudian pemain layak atau tidak, minimal punya jiwa memiliki terhadap tim yang dibelanya. Kadang saya juga heran, dulu gajinya Rp125 ribu sebulan, sekarang begitu besar, tapi kok kerja kerasnya masih kurang.
Masih banyak pemain yang gampang cedera, dulu itu rasanya ingin main dalam setiap pertandingan. Sekarang seperti manja, mungkin pola hidup yang kurang terjaga, seperti tidur terlalu larut malam.
Bagaimana melihat animo suporter PSS?
Kalau animo suporter dari dulu memang luar biasa. Setiap mendukung tim memang total. Dulu baru ada Slemania, tapi selalu penuh. Antusiasnya bagus dan luar biasa. Sekarang ditambah lagi adanya BCS yang selalu membuat merinding ketika melihat dukungannya.
Pesan dan Harapan untuk PSS di usia ke-44 tahun?
Semoga PSS semakin maju, kompak, prestasinya meningkat, jangan turun kasta lagi.
Seluruh elemen di Kabupaten Sleman juga tambah kompak. Suporter bisa kembali ke stadion lagi seperti yang dulu. Karena kekompakan itu menjadi kekuatan sebuah tim.