Bola.com, Makassar - Kisah sukses PSM Makassar di era 1990-an tak bisa dilepaskan dari sosok Syamsuddin Umar. Bersama pelatih kelahiran Makassar 10 November 1955 ini, Juku Eja meraih trofi juara Perserikatan 1991-1992 dan Liga Indonesia 1999-2000.
Dua gelar pada era berbeda membuat pencapaian Syamsuddin Umar di PSM tak akan bisa disamai sampai kapan pun oleh pelanjutnya di Juku Eja. Di Indonesia, selain Syamsuddin, ada Indra Thohir yang sukses membawa Persib Bandung berjaya dengan menjuarai Piala Perserikatan 1993-1994 dan Liga Indonesia 1994-1995.
Syamsuddin mengawali karier kepelatihannya ketika merangkap sebagai pemain dan asisten pelatih Makassar Utama pada Piala Liga Milo 1986. Ketika itu, ia mendampingi seniornya Ilyas Haddade dan Saleh Bahang.
Di ajang ini, Makassar Utama meraih trofi juara setelah mengalahkan Niac Mitra Surabaya 1-0 pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta. Setahun kemudian, Syamsuddin resmi mengantongi sertifikat kepelatihan S1 PSSI dan tetap menangani Makassar Utama sampai klub Galatama itu bubar pada 1989.
Peruntungan mantan gelandang tim nasional Junior ini sebagai pelatih kian terbuka ketika dipilih oleh PSSI bersama mendiang Rusdi Bahalwan mengikuti kursus kepelatihan selama sebulan di Brasil pada 1991. Sepulang dari Brasil, Syamsuddin diberi kepercayaan menjadi pelatih kepala di PSM menghadapi ajang Perserikatan 1991-1992.
Ia didampingi tiga seniornya, Saleh Bahang, Baco Ahmad, dan Gosse Halim plus pelatih fisik Benny Huwae. Meski sempat terseok-seok pada putaran pertama, Syamsuddin bersama PSM mampu menembus babak enam besar di Stadion Gelora Bung Karno.
Seperti diketahui, PSM akhirnya meraih trofi juara setelah mengalahkan PSMS Medan 2-1 di laga final. Pencapaian ini sekaligus memupus dahaga gelar Juku Eja yang terakhir juara pada musim 1965-1966.
Secara personal, Syamsuddin Umar yang kala itu belum genap berusia 37 menjadi pelatih termuda yang pernah membawa PSM meraih trofi juara. Syamsuddin nyaris menyempurnakan catatannya pada musim berikutnya. Sayang pada partai puncak musim 1993-1994, PSM takluk 0-2 ditangan Persib Bandung di laga final.
Inilah final terakhir era Perserikatan. Pada tahun yang sama, PSSI menggabungkan kompetisi Perserikatan dan Galatama dengan nama Liga Indonesia.
Puncak Pencapaian Syamsuddin Umar
Puncak pencapaian Syamsuddin sebagai pelatih terjadi pada Liga Indonesia 1999-2000. Sebelum bersaing di kompetisi, Syamsuddin yang sempat vakum selama dua musim membawa PSM meraih trofi juara di Piala Pardede dan Piala Jusuf.
Dua gelar pra musim yang membangkitkan keyakinan suporter bahwa tim kesayangannya akan meraih gelar perdana di Liga Indonesia. Keyakinan ini terbukti. Dengan materi pemain mentereng seperti Hendro Kartiko, Ansar Abdullah, Aji Santoso, Ronny Ririn, Kurniawan Dwi Yulianto, Yuniarto Budi, Yusrifar Jafar, Alibaba, Miro Balde Bento, Bima Sakti, Syamsuddin Batola, Joseph Lewono, Rahman Usman dan Calos de Mello, langkah PSM tak tertahan.
Puncaknya di laga final, Juku Eja mengalahkan PKT Bontang 3-2. Seperti pada era Perserikatan 1991-1992, Syamsuddin nyaris membawa PSM meraih gelar beruntun. Sayang, di final Liga Indonesia 2000-2001, PSM kalah dari Persija Jakarta 2-3.
Meski begitu, pada tahun yang sama, PSM dan Syamsuddin menutupi kegagalannya itu dengan meraih trofi juara Piala Ho Chi Minh City dan menembus 8 Besar Liga Champions Asia.
Tak hanya di level klub, Syamsuddin juga pernah menjadi asisten pelatih di tim nasional Indonesia pada ajang Piala AFF dan Piala Asia. Terakhir pada 2016, Syamsuddin membawa tim Sulawesi Selatan meraih perak di PON 2026. Di final, Sulsel dikalahkan tuan rumah Jawa Barat via adu penalti.
Jadi Kadispora Sulsel
Tak hanya di sepak bola, Syamsuddin termasuk sosok yang sukses berkarier sebagai PNS. Menariknya, ia memulainya dengan pangkat terendah di PNS yakni golongan IIA dan akhirnya menjadi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sulawesi Selatan sebelum pensiun pada 1 Desember 2015.
"Saya termasuk orang yang beruntung karena selalu berada dalam lingkungan yang tepat. Ibaratnya, saya seperti bola yang ditendang dan diarahkan ke gawang oleh pemain andal," ujar Syamsuddin kepada Bola.com, Selasa (2/6/2020).
Pensiun sebagai pelatih dan PNS tak membuat Syamsuddin melupakan dunia olahraga. Saat ini, ia tercatat sebagai pengurus KONI Sulsel Bidang Pembinaan dan Prestasi.
"Sekarang lingkupnya lebih luas. Karena bukan hanya sepakbola saja, di Binpres KONI Sulsel saya bersama Prof Ihsan harus memikirkan puluhan cabang olahraga lainnya," terang kakek dari tujuh cucu ini.
Di luar aktivitasnya sebagai pengurus KONI Sulsel, Syamsuddin mengungkapkan dirinya banyak menghabiskan waktunya dengan menjalin silaturrahim dengan kolega dari berbagai kalangan.
"Kadang di warkop atau di lapangan olahraga. Saya juga kerap berkeliling kota Makassar dengan sepeda motor atau mengunjungi cucu."
Syamsuddin mengaku menikmati aktivitas hariannya itu. "Saya sadar, suatu saat akan tiba waktunya untuk berhenti. Semuanya tergantung bagaimana menyikapinya," pungkas Syamsuddin.