Bola.com, Malang - Sepak bola Indonesia terhenti karena pandemi virus corona dan sudah memasuki bulan ketiga. Kejenuhan tentu dirasakan para pelaku sepak bola Tanah Air. Namun, harapan kompetisi akan kembali bergulir tetap ada. Asisten pelatih Arema FC, Charis Yulianto, cukup antusias untuk mengikuti perkembangannya.
PSSI selaku federasi sepak bola Indonesia, PT Liga Indonesia Baru selaku operator kompetisi profesional di Indonesia, serta klub-klub peserta terus intensif membahas kelanjutan kompetisi, terutama Liga 1 2020 yang sudah menjalankan pertandingan selama tiga pekan pertama.
Charis Yulianto mengaku antusias mengikuti perkembangannya walau selama ini dia berada di Jakarta bersama keluarganya. Menurutnya, yang bisa dilakukan saat ini hanya kontak jarak jauh dengan pemain, tim pelatih, dan manajemen Arema. Charis juga aktif memeriksa perkembangan latihan pemain hingga membahas program selanjutnya.
Selain itu, mantan pemain sepak bola nasional Indonesia yang kini berusia 41 tahun ini juga membahas hal-al yang lekat denganya. Seperti nomor punggung 4 yang dulu akrab dipakainya semasa bermain.
Bagaimana cerita Charis Yulianto belakangan ini? Berikut petikan wawancara eksklusifnya bersama Bola.com.
Video
Mengenai Kelanjutan Liga 1 2020
Apa saja yang Anda lakukan saat kompetisi terhenti?
Aktivitasnya masih di rumah saja bersama keluarga. Mengontrol pemain lewat video latihan. Memang tidak terus menerus memantaunya, sekitar tiga kali dalam satu pekan.
Selain itu juga memberikan program latihan untuk pemain. Tidak banyak yang bisa dilakukan dalam kondisi begini.
Untuk mengontrol pemain, berkomunikasi juga dengan pelatih fisik. Pasti ada penurunan fisik sampai 50 persen dalam kondisi seperti ini. Tapi, saya minta mereka tetap latihan.
Semoga kondisi fisiknya setelah Lebaran bisa mencapai 60-70 persen. Intinya, jangan sampai mengulang latihan fisik dari awal.
Bagaimana pendapat pribadi Anda jika harus memilih kompetisi berlanjut atau berhenti?
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya berharap tetap berlanjut. Tapi, tentu dengan mengutamakan kesehatan juga.
Manajemen Arema juga berharap kompetisi ada lagi pada September nanti, meskipun dengan musim baru. Terpenting bagi saya tetap ada kelanjutan pada tahun ini.
Mungkin jika waktunya mepet, bisa dibuat format dua wilayah dengan sistem home tournament. Untuk memilih kota penyelenggara, semua terserah kepada PSSI dan PT LIB.
Jika dalam masa transisi virus corona, atau yang dikenal dengan istilah Kelaziman Baru, apa Anda yakin kompetisi bisa berjalan ideal?
Saya pikir masih bisa berjalan, tapi tentunya tetap mengutamakan keselamatan. Mungkin H-1 atau H-2 pertandingan ada tes untuk menjamin kondisi pemain, pelatih, dan ofisial tim.
Kalau kompetisinya home tournament, ada tim medis tersedia dalam satu tempat, jadi lebih efektif dan efisien. Namun, ada yang sulit, yaitu suporter.
Bagaimana bisa memeriksa kalau ada suporter sebanyak itu, tentu agak sulit. Intinya harus disiplin masing-masing. Contoh kecilnya, hidup sehat dengan cuci tangan, itu yang harus dibiasakan. Begitu juga dengan gaya hidup sehat lainnya.
Jika kompetisi berlanjut, butuh berapa lama untuk mempersiapkan tim?
Kalau bisa ada waktu sekitar 1,5 bulan, atau minimal 1 bulan. Kami akan bagi persiapan dalam 3 fase, general, spesifik, dan repetisi. Rumusnya tetap sama, hanya perlu disesuaikan dengan kondisi pemain.
Mengenai Hal Pribadi
Dulu Anda punya Charis Yulianto Football Accademy (CFA), bagaimana kabarnya?
Sementara ini masih belum berlanjut karena tidak ada yang mengantikan peran saya selama fokus di Arema. Jadi, ketika pulang ke rumah saja baru ada coaching clinic dengan mantan anak buah di CFA. Masih banyak kok yang mengajak untuk coaching clinic ketika saya pulang.
Ketika masih aktif bermain, Anda setia dengan nomor 4. Apa alasannya ketika itu?
Awalnya ada orang China yang memberi tahu jika nomor 4 itu angka yang buruk. Sejak saya masih muda, kalau tidak salah ketika bermain di Arema juga, ada beberapa hotel yang tidak memakai angka 4 di lift agar terhindar dari kesialan.
Saya mencoba melawan kepercayaan itu. Jadi saya pakai nomor 4 dan alhamdulillah berhasil. Tapi, kalau bicara di Timnas Indonesia, saya juga pernah mengenakan nomor 6 karena menyesuaikan saja, hanya nomor itu yang ada.
Baca Juga
Mengulas Sosok Pemain yang Paling Layak Jadi Kapten Timnas Indonesia: Jay Idzes Ada Tandingan?
Lini Depan Timnas Indonesia Angin-anginan: Maksimalkan Eliano Reijnders dan Marselino Ferdinan atau Butuh Goal-getter Alami?
Justin Hubner Jadi Biang Kerok Timnas Indonesia Vs Arab Saudi: The Real Preman, Langganan Kartu!