Bola.com, Jakarta - Beberapa tahun belakangan, sejumlah pelatih Timnas Indonesia mengeluhkan kesulitan mencari penyerang haus gol yang bisa diandalkan sebagai goal getter Tim Merah-Putih. Kenapa bisa begitu?
Daftar atas pencetak gol kompetisi kasta tertinggi Tanah Air kerap didominasi pemain asing. Praktis hanya nama Boaz Solossa dan Cristian Gonzales, pemain lokal yang bisa menembus dominasi bomber-bomber asing dalam perburuan gelar sepatu emas.
Boaz tercatat tiga kali jadi top scorer kompetisi elite. Sementara itu, Gonzales lima kali. Namun dengan catatan kesemua gelar didapat El Loco didapat saat ia belum berpaspor Indonesia. Gonzales sejatinya pesepak bola berdarah Uruguay yang dinaturalisasi jelang Piala AFF 2010.
Di pentas Liga 1 musim 2020 ini perburuan gelar top scorer hanya melibatkan striker impor. Duet asing Persib Bandung, Wander Luiz dan Geoffrey Castillion untuk sementara jadi penyerang dengan koleksi gol terbanyak, empat dan dua gol.
Gelar sepatu emas Shopee Liga 1 2019 lalu pun jatuh kepada penyerang Persija Jakarta, Marko Simic. Bomber asal Kroasia tersebut berhasil menjaringkan 28 gol dari 32 pertandingan.
Penyerang-penyerang lokal terlihat kesulitan menyodok ke persaingan atas. Efek nyatanya terlihat saat mereka membela Timnas Indonesia.
Tengok di pentas SEA Games, pemain paling produktif di Timnas Indonesia U-22 adalah Septian David Maulana, yang berposisi sebagai gelandang serang. Striker utama Tim Garuda Muda, Ezra Walian dan Marinus Wanewar hanya mencetak sebiji gol di sepanjang ajang multi event.
"Faktanya kami striker lokal seperti tidak seperti di rumah sendiri. Setiap klub selalu mendatangkan penyerang asing. Kami harus bersaing dengan mereka untuk dipasang jadi pemain inti. Dulu saat rata-rata klub bermain dengan sistem dua striker kondisi mendingan. Kami dapat satu slot bermain. Sekarang ketika sistem bermain berubah, rata-rata tim hanya memasang satu penyerang, bomber lokal pun terpinggirkan," ujar Ilham Jaya Kesumah, salah satu striker lokal top Indonesia di awal tahun 2000-an.
Kondisi ini terasa ironis, mengingat dari masa ke masa kompetisi Tanah Air baik di era Galatama, Perserikatan, dan masa awal Liga Indonesia selalu memasok predator-predator haus gol ke Timnas Indonesia.
Ketajaman mereka menggerek performa Tim Merah-Putih di berbagai ajang internasional. Siapa-siapa saja penyerang-penyerang lokal paling haus gol di Timnas Indonesia dari masa ke masa? Simak sajian data dan fakta di halaman berikut ini:
Video
Soetjipto Soentoro (57 gol, 68 laga)
Menempatkan nama Soetijipto Soentoro sebagai pencetak gol terbanyak timnas Indonesia ini sedikit menuai kontroversi, karena tidak semua pertandingan yang dilakukannya bersama dengan PSSI terdokumentasikan dan tercatat secara resmi.
Namun hal yang tidak bisa dibantah, Soetjipto Soentoro pada masa jayanya striker haus gol yang amat ditakuti bek-bek lawan. Ia pemain didikan Persija Jakarta, yang pada era 1960-1980 intens memasok pesepak bola berbakat ke Tim Merah-Putih.
Di usia 16 tahun sudah memperkuat Persija ke Eropa dan ikut Pelatnas PSSI Yunior untuk Piala Yunior Asia 1959. Di Piala Yunior Asia, Soetjipto Soentoro menjadi top skorer dengan 14 gol.
Gol-golnya dihasilkan ketika Indonesia mencukur Taiwan 14-0 dan Jepang 13-1. Meski pada akhirnya Indonesia menjadi juara ketiga setelah tumbang oleh Burma (sekarang Myanmar) di semifinal yang akhirya menjadi Juara. Aksinya di Piala Yunior Asia membawanya menjadi pemain yang diandalkan dan dipromosi ke tim senior.
Dalam penampilannya bersama Timnas Indonesia dari tahun 1965 hingga 1970, pemain yang dijuluki "Gareng" ini senantiasa menjadi ancaman bagi bek lawan. Soetjipto Soentoro sempat dilirik oleh klub Jerman, Werder Bremen.
Pada 14 Juni 1965 Timnas Indonesia yang melakukan lawatan ke Eropa melakukan pertandingan persahabatan melawan juara Bundesliga, Werder Bremen. Si Gareng dan kawan-kawan tampil menyulitkan Bremen.
Timnas Indonesia hanya kalah tipis 5-6. Pelatih Werder Bremen yang merangkap pelatih Timnas Jerman Barat, Herr Brocker terang-terangan memuji dan menawarkan Soetjipto, Max Timisela, dan John Simon bermain untuk klub Werder Bremen. Namun, tawaran simpatik itu ditolak oleh Kolonel Gatot Suwago yang jadi manajer timas saat itu.
Bambang Pamungkas (36 gol, 77 laga)
Bambang Pamungkas hingga saat ini tercatat sebagai pemain paling banyak membela Timnas Indonesia. Sepanjang periode 1998-2012 Bepe memperkuat Tim Garuda di 85 laga internasional.
Di awal kariernya Bambang sempat bermain di klub Divisi II Belanda, ECH Norad (tahun 2000). Pemain yang identik dengan nomor punggung 20 itu tercatat sebagai top scorer Liga Indonesia musim 2000. Ia sukses mengantarkan Persija Jakarta jadi juara kasta elite musim 2011.
Bambang sempat bermain di negara tetangga, Malaysia, bersama Selangor FA. Di musim perdananya pada tahun 2005 ia mempersembahkan treble gelar.
Bepe melakoni debut bersama Timnas Indonesia pada 2 Juli 1999 saat pertandingan persahabatan melawan Lituania. Bambang, yang saat itu baru berusia 18 tahun, berhasil menciptakan sebuah gol dalam pertandingan yang berakhir seri 2-2.
Pada tahun 2002, Bambang menjadi pencetak gol terbanyak dengan 8 gol dari 6 penampilan sekaligus membantu Indonesia menjadi runner-up Piala Tiger 2002.
Pada 10 Juli 2007, ketika pertandingan Indonesia Vs Bahrain di ajang Piala Asia, ia mencetak gol, memastikan Indonesia menang 2-1.Saat ini Bambang menjadi pemegang rekor penampilan terbanyak (caps) dan Top Skorer untuk Indonesia dengan 77 penampilan dan 36 gol sesuai dengan pertandingan katagori A FIFA.
Tetapi jika mengikutkan pertandingan Non-FIFA (termasuk melawan Klub dan Timnas Indonesia U-23) maka penampilan Bambang adalah 88 dengan 42 gol. Pada tanggal 1 April 2013, Bambang Pamungkas menyatakan pensiun dari Timnas Indonesia.
Kurniawan Dwi Yulianto (31 gol, 60 laga)
Kurniawan Dwi Yulianto jadi fenomena di sepak bola Indonesia. Namanya meroket saat mengikuti program mercusuar PSSI pelatnas jangka panjang di Italia pada periode 1993-1994.
Tampil menawan bersama Timnas Primavera, ia sempat dikontrak klub Swedia, FC Luzern pada 1994-1995.
Striker kelahiran 13 Juli 1976 bahkan sempat dipinjam klub elite Serie A, Sampdoria, saat melakukan lawatan di Asia.Karier Kurniawan di Timnas Indonesia pasang-surut.
Sempat terpuruk karena kasus narkoba pada awal tahun 2000-an, ia comeback menawan di Piala AFF 2004.
Saat banyak pengamat menyakini Kurniawan sudah habis, Peter Withe, pelatih Tim Garuda saat itu memasukkan nama sang penyerang dalam daftar skuat Piala AFF 2004.
Di ajang turnamen ia dijuluki supersub, selalu mencetak gol saat tampil sebagai pemain pengganti.
Rochy Putiray (17 gol, 41 laga)
Rochy Putiray adalah salah satu penyerang Indonesia dengan penampilan paling eksentrik. Ia selalu tampil dengan rambut yang dicat beraneka warna, mulai dari pirang hingga merah menyala.
Sebagai striker, ia dikenal sebagai sosok yang garang. Walau posturnya terhitung ceking (kurus) ia berani berduel satu lawan satu dengan bek-bek lawan yang betubuh bongsor.
Pemain asal Ambon tersebut jadi salah satu pemain muda yang mempersembahkan gelar SEA Games 1991, trofi internasional terakhir yang diraih Indonesia hingga saat ini.
Rochy Putiray sedikit dari pesepak bola Indonesia yang sukses berkiprah di luar negeri.
Pertama kali mencoba peruntungannya dengan bermain di liga Hongkong, bersama Instant Dict, pada tahun 2001. Bermain dalam 15 pertandingan, Rocky sukses mencetak 20 gol.
Pada tahun 2002–2004, Rocky pindah ke Kitchee SC. Selama dua tahun di sana, dia sukses menjadi andalan dengan 41 gol dari 20 pertandingan.
Selanjutnya pada periode 2004–2005, Rocky bergabung dengan South China AA. Dari 25 pertandingan, Rocky sukses menjebloskan 15 gol.
Saat laga uji coba melawan klub raksasa Italia AC Milan di Hongkong, Rocky sukses mencetak dua gol kendati lini belakang AC Milan dikawal oleh bek legendaris Paolo Maldini.
Budi Sudarsono (16 gol, 46 penampilan)
Budi Sudarsono jadi salah satu striker top Indonesia di awal tahun 2000-an. Gaya bermainnya amat unik. Ia doyan melakukan aksi gocek melawati beberapa pemain lawan.
Budi dijuluki Si Ular Phyton karena dianggap sebagai striker yang oportunis dan mampu memanfaatkan berbagai peluang, bahkan pada ruang sempit sekalipun.
Sepanjang kariernya bersama Timnas Indonesia interval tahun 2001 hingga 2009, Budi beberapa kali melesakkan gol-gol penting buat Tim Merah-Putih.
Satunya adalah ketika Timnas Indonesia melawan Bahrain di Piala Asia 2007. Budigol (julukan lain Budi Sudarsono) ini juga menjadi top scorer Piala AFF 2008 dengan 4 gol.
Di level klub, Budi Sudarsono sempat bermain di Liga Malaysia bersama PDRM. Ia mengoleksi gelar Liga Indonesia ketika memperkuat Sriwijaya Persik Kediri (2006).
Gol perdana Budi Sudarsono dicetak saat Timnas Indonesia berjumpa Vietnam pada 21 Desember 2002 di Piala Tiger 2002. Saat itu Tim Garuda bermain imbang 2-2.
Baca Juga
Bambang Pamungkas: Persija Punya Ikatan Sejarah dengan Timnas Indonesia, Kebanggaan untuk Kami
Bos Persija Spill Gaji Rizky Ridho, Egy Maulana Vikri, Dony Tri Pamungkas, dan Muhammad Ferarri: Di Atas Rp2 Miliar
Mengenang Kemenangan Timnas Indonesia atas Bahrain pada Piala Asia 2007: Bambang Pamungkas dan Budi Sudarsono Bikin SUGBK Bergetar