Kala Pamor Lapangan Karebosi Sebagai Pusat Pembinaan PSM dan Sepak Bola Makassar Mulai Tergerus

oleh Abdi Satria diperbarui 13 Jun 2020, 10:41 WIB
Kolase Lapangan Karebosi. (Bola.com/Dody Iryawan)

Bola.com, Makassar - Sejak mengalami revitalisasi pada 2007, wajah Lapangan Karebosi memang lebih indah dipandang. Sebagai ruang publik, lapangan yang menjadi titik nol Kota Makassar itu kini bukan hanya jadi kawasan olahraga tapi juga tempat perputaran roda ekonomi.

Tapi, perubahan ini justru membawa dampak buat pembinaan sepak bola di Makassar. Kini hanya tersisa tiga lapangan sepak bola dari awalnya enam karena di lokasi tiga lapangan itu dibangun mal bawah tanah. Di atasnya ada lapangan acara berbahan beton serta lapangan mini.

Advertisement

Tiga lapangan ukuran standar yang tersisa tidak lagi sebanding dengan gairah para pesepak bola di Makassar untuk berlatih dan mengasah kemampuan secara maksimal. Alhasil sekolah sepak bola atau klub amatir yang dulu menjadi bagian dari PSM Makassar kesulitan untuk membina pemain.

Seperti diungkap Hamid Ahmad, mantan pemain PSM Makassar yang mengelola PO Persis, klub yang pernah diperkuat Ramang, legenda sepak bola Indonesia.

"Dulu ketika lahan masih luas, kami lebih leluasa berbagi waktu dan tempat latihan dengan klub lain," kata Hamid kepada Bola.com.

Selain lapangan sepak bola yang berkurang, ada faktor lain yang membuat pamor Karebosi kian tergerus. Pertama, sejak pertengahan 2016, PSM tak lagi menjadikan Lapangan Karebosi sebagai markas latihan. Pelatih PSM saat itu, Robert Alberts menilai lapangan yang kerap dipakai PSM untuk berlatih tidak layak.

Pelatih asal Belanda ini pun meminta manajemen PSM memindahkan lokasi latihan. Awalnya PSM berlatih di Lapangan Kodam Hasanuddin Makassar, tapi belakangan mereka menjadikan Stadion Andi Mattalatta Mattoangin (AMM) jadi lokasi latihan sekaligus pertandingan sampai kini.

Video

2 dari 3 halaman

Rebutan

Lapangan Karebosi, tempat bersejarah untuk PSM Makassar. (Bola.com/Abdi Satria)

Setelah PSM berlatih di Stadion AMM, lapangan itu jadi 'rebutan' berbagai komunitas dan instansi untuk dipakai gim karena rumputnya lebih baik dari dua lapangan lainnya.

Alhasil, hanya dalam hitungan bulan, lapangan itu jadi setengah gundul karena dipakai dari pagi sampai malam. Para pesepak bola muda Makassar yang tergabung pada sejumlah SSB dan berlatih di sebelah lapangan itu juga kehilangan inspirasi. Karena mereka tidak lagi bisa melihat secara dekat pemain idola mereka berlatih.

Faktor kedua, sejalan dengan beralihnya status PSM dari klub Perserikatan menjadi profesional, kompetisi internal yang dulu banyak melahirkan pemain andal dari lapangan Karebosi jadi mati suri. Memang ada turnamen yang sering diadakan di Lapangan Karebosi. Tapi lebih mengarah ke status festival untuk pemain kategori usia dini.

"Pemain seperti Ramang, Ronny Pattinasari, Suardi Arlan, Noorsalam, M.Basri sampai Hamka Hamzah lahir lewat kompetisi internal PSM yang rutin digelar di Lapangan Karebosi," kenang Faisal Maicar, mantan bek yang menjadi bagian skuat PSM meraih trofi juara Piala Perserikatan 1992.

Menurut Faisal yang dulu tergabung di klubBangau Putera, bertanding di kompetisi internal PSM jadi impian setiap pemain di Makassar. "Karena dari kompetisi itulajusrth kami bisa membuka peluang menjadi pemain PSM," tutur Faisal.

3 dari 3 halaman

Lapangan Pemersatu

Pelatih anyar PSM Makassar, Robert Rene Alberts tiba di Lapangan Karebosi, Makassar untuk memimpin latihan Juku Eja, Kamis (2/6/2016). (Bola.com/Abdi Satria)

Lapangan Karebosi yang berada ditengah kota ini dulu dijadikan wadah pemersatu masyarakat yang terdiri dari berbagai ras. Pada 1915 yang juga menjadi tahun kelahiran PSM, Belanda yang menguasai tanah air membuat kompetisi di Lapangan Karebosi, 2 November 1915 sampai 27 Februari 1916.

Kompetisi diikuti oleh 15 tim dari ras Ambon, Tionghoa, Eropa dan bumiputera atau penduduk lokal. Tanggal pembukaan kompetisi itulah dijadikan hari pendirian Makassarsche Voetbalbond (MVB) yang kemudian berganti nama jadi Persatoean sepak bola Makassar (PSM) pada 1951 setelah bergabung dengan PSSI.

Belum lama bergabung, PSM yang diperkuat pemain dari hasil kompetisi internal di Lapangan Karebosi langsung unjuk kemampuan dengan bertengger di posisi runner-up Kejurnas PSSI dibawah Persebaya Surabaya pada tahun yang sama.

Setelah menjadi runner-up pada 1951, PSM baru meraih juara untuk kali pertama pada musim 1956-1957. Saat itu, PSM sejak awal memang dijagokan jadi juara. Sejumlah pemain PSM saat itu adalah langganan Timnas Indonesia. Sebut saja Maulwi Saelan, Noorsalam, Suwardi Arlan, Sunar Arlan, Rasyid Dahlan dan Ramang sebagai sosok sentral.

Sejak itu, PSM eksis di kompetisi kasta tertinggi tanah air. Termasuk di era Liga Indonesia dengan raihan trofi juara musim 1999-2000. Pencapaian itu tak lepas dari Lapangan Karebosi, tempat latihan skuat Syamsuddin Umar.

Wajah Lapangan Karebosi yang kini indah ditambah perluasan joging track plus puluhan lapak yang menyediakan makanan dan minuman. Tapi, perubahan ini justru membuat pamor lapangan Karebosi sebagai pusat pembinaan sepak bola di Makassar kian tergerus.

Apalagi penetapan pengurus Askot Makassar yang berlarut-larut sejak pemilihan pada 2019. Padahal dengan pengurus yang definitif, kompetisi antarklub di Makassar diharapkan kembali rutin digelar.

 

Berita Terkait