Bola.com, Jakarta - Saat bersua Bola.com beberapa tahun silam, Tuti Soetjipto (76) istri almarhum Soetjipto Soentoro, striker legendaris Indonesia yang wafat pada tahun 1994 menceritakan kehidupan sang suami kala menjadi pemain Persija Jakarta hingga besar di Timnas Indonesia. Kehidupan percintaan keduanya amat romantis dan penuh lika-liku.
Bisa dibilang, Tuti menjadi saksi perjuangan Sucipto saat memasuki Persija pada usia 16 tahun.
“Saya kenal dengan bapak waktu umur 15 tahun karena rumah kami berdekatan di Kebayoran. Kami sudah pacaran tapi masih malu-malu. Zaman dahulu hanya bisa kirim salam,” kenang Tuti beberapa tahun silam di saat melayat legenda Persija lainnya, Sinyo Aliandoe empat tahun silam.
Dalam sebuah kesempatan, Sucipto atau akrab dengan sapaan Gareng, mengutarakan rasa suka alias ‘nembak’. Usia Sucipto kala itu sudah 17 tahun dan telah menjadi pemain muda Persija Jakarta, setelah sebelumnya memperkuat PS Setia Jakarta dan IPPI Kebayoran.
Di mata Tuti, punya pacar seorang pesepak bola adalah kebanggaan. Apalagi, Sucipto memperkuat Persija, klub yang pamornya lumayan mentereng di kompetisi Perserikatan pada era 1950 hingga 1960-an.
Tuti semakin jatuh cinta karena Soetjipto Soentoro juga terkenal sebagai pemain timnas. Para tetangga dan teman sebaya Tuti sering membicarakan belahan jiwanya.
“Bangga sekali. Apalagi saat bapak foto bersama Presiden dan membela Indonesia di luar negeri dan cetak banyak gol,” lanjutnya.
Prestasi Sucipto sebagai bomber Persija dan timnas tercatat di lembar sejarah. Di antaranya, jadi pencetak gol terbanyak kompetisi Perserikatan 1964 dan juara bersama Persija, mencetak delapan gol pada Merdeka Games 1969, dan menjadi top scorer Piala Asia Junior.
Video
Susah Kencan Gara-gara Timnas Indonesia
Akan tetapi, lama-lama Tuti cemburu juga. Kecintaan Soetjipto Soentoro kepada Persija dan Timnas Indonesia membuat keduanya jarang bertemu. Hampir setiap sore, saat mereka sudah janjian, Soetjipto memilih latihan atau nongkrong dengan rekan klub. Alhasil, hubungan pacaran mereka putus-nyambung.
“Sebelum menikah, pacaran kami putus-nyambung. Maklum, bapak sangat sibuk dan sering sekali ikut pemusatan latihan dan tidak diizinkan pacaran. Saya sempat kesal, tapi lama-lama bisa memahami karena bapak meraih banyak prestasi dari sepak bola,” kata Tuti.
Tuti setia menjadi pendamping hidup Soetjipto, hingga keduanya menikah pada 1967. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua anak, Tantri dan Bisma Sucipto. Setelah menikah, kesibukan Soetjipto makin bertambah. Apalagi saat dia melatih tim nasional pada tahun 1970-an.
Salah satu yang membuat keluarga Sucipto bangga adalah kala Si Gareng menangani timnas junior di Piala Dunia Junior Tokyo 1979.
Maut memisahkan Tuti dari Soetjipto Soentoro pada 1994. Saat itu jadi masa yang berat bagi Tuti karena tengah membesarkan kedua anaknya. Nama besar Sucipto di sepak bola membuat Tuti tegar. Ia tetap membawa kebanggaan terhadap sang suami hingga masa senja.
“Hati saya senang bapak adalah pemain sepak bola meski anak kami tak ada yang jadi pemain. Sampai sekarang hubungan dengan rekan bapak dan pemain Persija Jakarta dan timnas yang pernah dilatih masih terus terjaga,” demikian Tuti menutup pembicaraan.
Karier Gemilang Si Gareng
Soetjipto Soentoro adalah satu di antara pemain yang paling lama menjabat kapten. Ia pernah memimpin Timnas Indonesia pada periode 1965 hingga 1970.
Sebutan Gareng dialamatkan padanya lantaran tubuhnya yang mungil. Namun demikian, ia masih tercatat sebagai pencetak gol terbanyak di Timnas Indonesia hingga kini.
Satu momen yang masih membekas adalah ketika Gareng mencetak trigol ke gawang Werder Bremen ketika Timnas Indonesia melakukan tur Eropa.
Usai laga, pelatih SV Werder Bremen yang merangkap pelatih nasional Jerman Barat,Herr Brocker terkesan dan menawarkan Soetjipto, bermain untuk klub Werder Bremen.
Akan tetapi, tawaran itu ditolak oleh Kolonel Gatot Suwago. "Mereka lebih mencintai main untuk bangsanya." ujar sang Kolonel. Alasan lain karena Soetjipto dan kawan-kawan sedang dalam rangka persiapan Asian Games 1966 Tokyo.
Gareng dan Timnas Indonesia yang kala itu masih dihuni Iswadi Idris lantas menjadi salah satu kekuatan terbaik Asia. Mereka bahkan 'cuma' kalah tipis 0-1 dari Dynamo Moscow yang dijaga kiper Lev Yashin.
Prestasi terbaik yang diraih Timnas Indonesia saat Gareng menjabat sebagai kapten tim di antaranya adalah juara Piala Emas Agha Khan 1966 dan Piala Raja 1968.
Selain itu, pada Turnamen Merdeka 1968 di Malaysia, meski hanya sampai semifinal, Gareng sempat membombardir gawang Republik China dengan lima golnya. Timnas Indonesia juga menang telak 11-1, rekor kemenangan terbesar sebelum dilewati oleh kemenangan 13-1 atas Filipina pada Piala Tiger 2002.