Bola.com, Jakarta - Kurniawan Dwi Yulianto masuk dalam daftar pemain yang pernah membawa dua klub berbeda meraih trofi juara Liga Indonesia. Ia pertama kali melakukannya ketika membawa PSM Makassar jadi kampiun pada musim 1999-2000. Kedua, bersama Persebaya Surabaya di musim 2004 yang menetapkan sistem kompetisi penuh.
Menurut Kurniawan Dwi Yuliuanto pada channel youtube sportOne, meski sama-sama mendapatkan manajemen yang total dalam melayani tim, proses dan tantangan untuk mencapai juara berbeda, terutama pada 2004. Ada tiga tim yang sama-sama berpeluang meraih juara.
Selain Persebaya, ada Persija Jakarta dan PSM Makassar.Meski berstatus tuan rumah pada laga terakhir di Stadion Gelora 10 Nopember, 23 Desember, tak mudah buat Bajul Ijo meraih kemenangan. Lawan mereka adalah Persija yang materi pemainnya tak kalah mentereng dan berstatus pimpinan klasemen sementara.
Persija berada di puncak dengan koleksi 60 poin atau unggul dua angka atas Persebaya dan PSM. Artinya, kemenangan jadi harga mati buat Persebaya seraya berharap PSM tidak menang besar atas PSMS Medan di Stadion Andi Mattalatta Mattoangin.
Khusus dengan PSM, Persebaya diuntungkan oleh margin gol yang lebih baik. Kurniawan menambahkan sehari sebelum pertandingan, seluruh elemen tim yakin bisa memenangkan pertandingan.
Pelatih Persebaya saat itu, Jacksen Tiago, sudah merancang taktik untuk mewujudkan target kemenangan. Manajemen Persebaya yang dikendalikan duet Haji Santo-Saleh Mukadar yang sepanjang musim total melayani tim terus memotivasi pemain.
Bonek, suporter militan Persebaya, sudah siap berpesta menyambut trofi juara setelah musim sebelumnya bergembira merayakan sukses klub kebanggaan promosi ke kompetisi kasta tertinggi.
Namun, pada hari pertandingan, konsentrasi pemain sempat buyar. Hujan yang deras menguyuur Kota Surabaya membuat lapangan di Stadion Gelora 10 Nopember tergenang dan membuat pertandingan sempat tertunda hampir dua jam. Belum lagi, teriakan puluhan ribu suporter yang sudah memadati terdengar jelas yang jaraknya memang tak jauh dari mes pemain.
Taktik Harus Disesuaikan
Akibat hujan pula, pemain terpaksa naik bus dan masuk lewat pintu depan. Padahal, sebelumnya, kalau menghadapi tim besar, pemain hanya berjalan kaki dari mes dan masuk lewat pintu belakang.
Situasi dan kondisi lapangan yang berubah, otomatis taktik harus disesuaikan. Jacksen Tiago meminta Kurniawan agar lebih agresif di lini pertahanan awan.
"Saya ditugaskan sebagai orang pertama yang mengadang serangan lawan. Saya pun harus lebih lama dalam memegang bola menunggu lini kedua datang untuk mencetak gol," ujar Kurniawan Dwi Yulianto.
Dari sisi teknis sudah ada solusi. Tapi, tetap saja ada keraguan dalam diri pemain sebelum berangkat ke stadion.
"Terus terang saat itu saya dan pemain lain galau juga. Membayangkan suasana stadion, gimana kalau menang apalagi kalah. Tapi, pas saat melakukan pemanasan, perlahan tapi pasti beban agak berkurang."
Persebaya akhirnya meraih trofi juara setelah mengalahkan Persija 2-1. Dua gol kemenangan Bajul Ijo dicetak oleh Danilo Fernando dan Luciano da Silva. Gol Persija lahir berkat bunuh diri Mat Halil. Sementara di Makassar, PSM hanya mampu menang 2-1 atas PSMS. Persebaya dan PSM sama-sama mengoleksi 61 poin atau unggul satu angka dari Persija.
Bela 11 Klub Berbeda di Indonesia
Selain PSM dan Pesebaya yang dibawanya meraih trofi juara, Kurniawan tercatat bermain pada sembilan klub lain di kompetisi tanah air. Ia pernah membela klub klub Malaysia, Sarawak FA pada 2005-2006.
Kurniawan punya alasan tersendiri mengapa tak pernah bertahan lama pada satu klub, kecuali Pelita Bakrie yang menjadi tim pertamanya sepulang bermain di Eropa.
"Sebagai pemain, saya tentu ingin mendapatkan kontrak jangka panjang. Hanya waktu kan, dana operasional tergantung pada APBD. Manajemen atau pengelolanya pun kadang berganti. Sehingga rata-rata mereka hanya mau mengontrak pemain hanya satu musim," terang Kurniawan.
Sejatinya, kata Kurniawan, pemain lebih nyaman dengan kontrak jangka panjang karena ada kepastian kelangsungan karier. Itulah mengapa, ia mengapresiasi perkembangan klub belakangan ini. Ada sebagian klub yang sudah memberikan kontrak jangka panjang buat pemainnnya.
"Saya pikir cara ini lebih baik. Pemain lebih fokus mengembangkan kemampuannya untuk mendongkrak prestasi tim," terang eks striker FC Lucern (Swiss) ini.
Kurniawan juga tak setuju anggapan Indonesia kekurangan striker bertalenta. "Sebenarnya kita punya banyak striker yang bagus. Hanya masalahnya ada pada jam terbang. Pelatih lebih memilih striker asing karena tuntutan kemenangan dari manajemen dan suporter. Jadi dilematis juga. Itulah mengapa saya mengapresiasi klub yang berani memainkan striker lokal seperti Arema FC," pungkas Kurniawan.
Sumber: Youtube sportOne