Cerita Robert Alberts Mengawali Karier Sepak Bola: Seleksi hingga Masuk Tim Junior Ajax

oleh Erwin Snaz diperbarui 18 Jun 2020, 05:00 WIB
Pelatih Persib Bandung, Robert Alberts. (Bola.com/Erwin Snaz)

Bola.com, Bandung - Sosok Robert Alberts mulai dikenal di kompetisi Indonesia pada 2009. Saat itu ia menapaki kariernya sebagai pelatih Arema Indonesia hingga membawa Singo Edan juara Indonesia Super League 2009-2010 dan runner up Piala Indonesia 2010.

Setelah membawa Arema menjadi juara, Robert Alberts hijrah ke PSM Makassar pada 2010–2011, hingga kemudian menangani klub Malaysia, Sarawak FA, pada 2011 hingga 2015. Ia kemudian kembali ke PSM pada 2016 hingga 2019, dan kini menangani Persib Bandung.

Advertisement

Sebelum sukses sebagai pelatih, Robert Alberts memang sudah kenyang pengalaman sebagai pemain sepak bola di negaranya, Belanda. Ajax Amsterdam merupakan awal kariernya sebagai pemain pada 1960.

"Ketika saya masih muda, Ajax tentunya sudah menjadi klub dengan reputasi besar di Belanda. Tapi, di Amsterdam sendiri, ada beberapa klub saat itu dan beberapa di antaranya adalah klub profesional. Ada Blauw-Wit, DWS, dan De Volewijckers, setelah itu Blauw-wit dan DWS bergabung menjadi FC Amsterdam meski tidak bertahan lama," kata Robert saat dihubungi awak media Rabu (17/6/2020).

Saat menjadi pemain muda di Belanda, Robert Alberts mengakui Ajax memang menjadi mimpi besar setiap anak muda dan bermain di stadion bernama De Meer yang letaknya di sebelah Timur Amsterdam.

"Ketika saya berumur 12 tahun, yaitu pada 1966. Saya terpilih dari ajang seleksi terbuka yang dilakukan di Ajax," jelasnya.

"Jadi setiap anak muda yang mempunyai bakat datang dan bermain di depan banyak orang. Lalu orang-orang memandu bakat mereka, dan ada juga pemain dari tim utama Ajax atau mantan pemain yang datang. Di sana kami memainkan small sided games," tambah Robert Alberts.

Setiap pemain yang berpotensi, sambung Robert, dicatat namanya dan ketika hari pertama seleksi selesai yang terpilih diminta untuk datang lagi pada akhir pekan berikutnya.

"Saya lolos setelah menyingkirkan sekitar 5 ribu pemain dan masuk tim junior Ajax untuk kelompok usia 12 hingga 14 tahun. Dari sana saya memulai karier. Jadi bisa dibilang ini bukan merupakan akademi yang sesungguhnya dan lebih mirip modul latihan biasa," kata Robert Alberts.

 

Video

2 dari 3 halaman

Jadi Bagian Tim Usia Dini Ajax

Robert Alberts saat memimpin sesi latihan Persib Bandung di Stadion GBLA, Bandung, Rabu (4/3/2020). (Bola.com/Erwin Snaz)

Pelatih Persib Bandung itu juga mengakui, setiap pelatih yang bekerja di tim junior Ajax mempunyai kualifikasi tinggi dalam bidangnya. Itu yang membedakan Ajax dengan klub-klub lainnya, bahkan ada pelatih berkelas dunia.

"Kami berlatih empat kali seminggu. Ketika pulang sekolah pukul 3 sore, saya menggunakan sepeda dan membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk tiba di Stadion Ajax. Lapangan latihannya terletak di belakang stadion. Lalu ketika akhir pekan digelar laga kompetisi," ucap Robert Alberts.

Itulah keunggulan Belanda atau negara lain yang sepak bolanya bagus karena ada kompetisi untuk pemain berusia 12 tahun setiap akhir pekannya. "Jadi anak muda sudah dibiasakan bermain di level kompetitif sejak dini," kata Robert.

Pada saat itu, Robert mengaku langsung terpilih menjadi anggota tim C1, di mana Ajax punya tiga tim di setiap kelompok umur, ada tim kesatu, kedua dan ketiga untuk usia 12-14, lalu tim B junior (U-14 hingga U-16) dan tim A Junior (U-16 hingga U18).

Setelah itu, pemain bisa menembus ke tim profesional atau pergi ke klub lain untuk mencari pengalaman. "Jadi saya beruntung terpilih di tim utama dari seleksi di setiap kelompok umur dari C junior hingga A junior," seloroh Robert.

Robert menambahkan saat libur sekolah pun ia kerap berada seharian di Stadion Ajax dan mendapat pelajaran soal sepak bola, tentang semua subjek dalam sepak bola.

"Kami berlatih di luar lapangan, pemain tim utama dan legenda klub pun datang. Jadi ada kedekatan dan ada hubungan erat antara semua orang yang terlibat di Ajax. Itu pula yang merekatkan anak-anak muda dengan Ajax. Bagaimana filosofi klub bisa ditanamkan, juga kenapa ada banyak pemain Ajax yang akhirnya bekerja di klub," tutur Robert.

3 dari 3 halaman

Terbentuknya Akademi Ajax

Pelatih Persib Bandung, Robert Alberts. (Bola.com/Erwin Snaz)

Dengan banyaknya pemain muda berkumpul di Stadion De Meer, lanjut Robert Alberts, akhirnya terbentuklah Akademi Ajax.

"Tapi saat itu, belum terbentuk akademi seperti sekarang. Hanya saja Ajax punya keunggulan staf pelatih yang bagus," cetus Robert.

Adanya akademi merekatkan hubungan pemain muda dan tim utama maupun mantan pemain untuk menjadi bagian dari klub.

"Saya beruntung bisa terus menjadi bagian dari tim junior Ajax yang menembus tim utama. Kontrak pertama saya didapat saat usia 18. Yang menarik, dari daftar pemain yang mengikuti seleksi sejak usia 12, hanya dua pemain yang mampu mendapat kontrak profesional, satu di antaranya adalah Henk van Santen yang bermain cukup rutin bersama tim utama," tutur Robert.

"Saya lebih banyak duduk di bench atau masuk tim reserves, lebih sering bermain untuk tim kedua. Hanya dua pemain yang benar-benar mampu menembus karier profesional dari tim C (usia 12 tahun) di angkatan saya," tambah Robert.

Berita Terkait