Bola.com, Makassar - Pentas Liga Indonesia sempat diwarnai kiprah tiga klub asal Sulawesi Utara, Persma Manado, Persibom Bolaang Mongondow, dan Persmin Minahasa. Persma Manado lebih dulu mencuri perhatian setelah promosi ke kasta tertinggi Liga Indonesia musim 1995-1996.
Dukungan total dari Gubernur Sulawesi Selatan saat itu, Evert Ernest Mangindaan, yang dikenal gila bola membuat Persma langsung menggeliat. Menyambut musim 1995-1996, Persma menggelar pertandingan persababatan di Stadion Klabat Manado, menghadapi klub elite Belanda, PSV Eindhoven, yang kala itu diperkuat Ronaldo Luís Nazario de Lima serta bintang lainnya seperti Jan Wouters, Ed De Goey dan Jaap Stam.
Persma akhirnya kalah enam gol tanpa balas, tapi laga itu mampu membangkitkan euforia publik sepak bola Manado dan Sulawesi Utara. Meski hanya mampu bertengger di papan tengah Wilayah Timur musim 1995-1996, euforia itu tetap terjaga.
Stadion Klabat tetap dipadati suporter kala Persma menjamu lawan. Khususnya menghadapi PSM Makassar.
Gelora suporter Persma kian membara pada musim 1996-1997. Saat itu, Persma diperkuat sederet pemain lokal yang membawa Sulawesi Utara meraih medali perunggu PON 1996, seperti Hendra Pendeynuwu, Stanley Mamuaya, dan Alen Mandey. Sementara untuk pemain asing, Persma diperkuat Jules Denis Onana, stoper Kamerun di Piala Dunia 1990.
Hasilnya, Persma menembus 12 Besar setelah bertengger di peringkat tiga Wilayah Timur. Namun, langkah Persma terhenti di babak 12 Besar. Tergabung di Grup B bersama Persib Bandung, Bandung Raya dan Barito Putera, Persma hanya mencetak dua hasil imbang dan sekali kalah.
Musim berikutnya, penampilan Persma makin menggila. Mereka bertengger di peringkat dua Wilayah Timur di bawah PSM. Sayang, aksi mereka tak tuntas karena kompetisi terhenti akibat krisis politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.
Setelah musim ini, kiprah Persma melorot. Setelah bertengger di papan tengah musim 1999-2000, mereka akhirnya terdegrasi pada musim 2001 bersama Persijap Jepara dan Putra Samarinda.
Persma kembali bangkit dengan kembali ke kasta tertinggi pada musim 2007. Bersama dua klub asal Sulawesi Utara lainnya, Persibom dan Persmin, Persma menggoyang hegemoni PSM di Pulau Sulawesi.
Tapi, langkah Persma kembali terhenti. Seperti Persibom, Persma gagal menembus Liga Super Indonesia musim 2008. Ironisnya, Persmin yang sejatinya lolos tak jadi berkiprah karena tak lolos verifikasi Badan Liga Indonesia.
Video
Kiprah Singkat Persmin dan Persibom
Ketika pamor Persma mulai meredup, sepak bola Sulawesi Utara tetap mencuri perhatian dengan kehadiran Persibom dan Persmin di kasta tertinggi kompetisi Liga Indonesia pada 2005-2007. Saat itu, sepak bola Indonesia mengizinkan kota/kabupaten menggelontorkan dana APBD untuk klub lokal. Tak pelak lagi, daerah yang memiliki Bupati/Walikota gila bola pun bersaing melambungkan pamor klub masing-masing.
Persibom memiliki Bupati Marlina Moha Siahaan dan sang suami, Syamsuddin Kudji Moha, yang ketika itu menjabat Ketua DPRD Bolmong sekaligus sebagai manajer tim. Sementara Persmin didukung penuh Bupati Vreeke Runtu yang disokong Manajer tim Ricky Pontoh. Dua klub bertetangga ini pun melahirkan derby Sulawesi Utara yang sengit selama tiga musim tersebut.
Soal prestasi, Persmin lebih mentereng ketimbang Persibom. Joko Malis sempat mengantar Persmin tampil pada semifinal 2006 dan meraih trofi Tim Fairplay.
Namun, sayang sepak terjang keduanya terhenti pada 2008. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mulai melarang penggunaaan APBD untuk kompetisi sepak bola profesional. Seperti Persma, kini Persibom dan Persmin lebih banyak berkutat di Liga 3 Zona Sulawesi Utara.
Kecintaan masyarakat Sulawesi Utara, khususnya Manado, belakangan dimanfaatkan oleh Bogor FC, klub yang baru promosi ke Liga 2. Pada musim lalu, mereka memindahkan markasnya ke Stadion Klabat plus berganti nama menjadi Sulut United. Tak hanya Sulut United, Persipura Jayapura pun menjadikan Stadion Klabat jadi markas sementara di Liga 1 2020 karena Stadion Mandala mengalami renovasi.
Baca Juga