Bola.com, Makassar - PSM Makassar pernah sangat dominan dalam era Pererikatan, tepatnya pada pertengahan sampai akhir 1950an. Saat itu, Juku Eja tampil aktraktif dengan trio mautnya, Nursalam, Suwardi Arlan, dan Andi Ramang.
Pencapaian terbaik klub kebanggaan Kota Daeng ini ketika meraih trofi juara dua musim beruntun, yakni 1955-1957 dan 1957-1959. PSM malah nyaris mencetak hattrick pada musim berikutnya. Tapi, ambisi itu digagalkan Persib Bandung, seteru tradisional mereka saat itu.
Pada periode ini, Ramang memang selalu menjadi sosok sentral perhatian publik karena raihan golnya. Tapi, sejatinya, ketajaman Ramang tak bisa dilepaskan oleh peran penting dua rekannya, Suwardi dan Nursalam. Khususnya Suwardi yang memiliki teknik tinggi melewati dua sampai tiga pemain lawan sebelum melepaskan umpan terukur ke Nursalam dan Ramang.
Penampilan terbaik Suwardi bersama PSM Makassar terjadi ketika menghadapi Persib pada musim 1957-1959 di Lapangan Ikada (sekarang jadi Kawasan Monas) Jakarta, 6 September 1959. Pada saat itu, PSM bertengger di puncak klasemen sementara 7 besar dengan koleksi 10 poin atau unggul dua poin dari Persib.
Persib yang di atas kertas masih berpeluang juara mengejutkan PSM pada dua menit awal pertandingan lewat gol Omo Suratmo. Tapi, empat menit kemudian, PSM membalas lewat gol Ramang.
Setelah itu tensi pertandingan kian sengit. Ribuan penonton pun terhibur. Pada pengujung babak pertama, tepatnya pada menit ke-42, Suwardi jadi pahlawan kemenangan Juku Eja lewat aksi solo runnya sebelum menjebol gawang Persib.
Gol itu pun jadi penentu kemenangan PSM Makassar untuk meraih trofi juara secara beruntun. Tak hanya itu, secara personal, Suwardi meraih penghargaan sebagai pencetak gol terbanyak musim itu dengan 11 gol.
Bola.com pernah berkesempatan berbincang dengan Suwardi di kantor PSSI, Senayan, pada 1991. Legenda PSM Makassar itu mengungkap cerita unik saat bermain bersama Ramang dan Nursalam.
Pernah pada satu pertandingan, ia dan Nursalam sepakat tak ingin memberikan bola ke Ramang. Sebelumnya, keduanya mendengar Ramang kerap mendapat hadiah stelah mencetak gol, tapi rekannya itu tak pernah berbagi.
Ramang yang merasa ada yang aneh pada Suwardi dan Nursalam pun sadar. Ia pun membisiki Nursalam yang kemudian menyampaikannya ke Suwardi.
"Nursalim bilang ke saya, tadi ramang berpesan, sinampe pi ku bagei (sebentar saya bagi), saya kembali tampil normal dan Ramang pun mencetak gol dan memenuhi janjinya," ungkap Suwardi.
Video
Jadi Pelatih PSM dan Timnas Indonesia
Selepas gantung sepatu, Suwardi melanjutkan karier sebagai pelatih PSM Makassar pada pertengahan 1960an. Sebagai pelatih PSM, Suwardi meraih trofi juara Piala Jusuf 1965 dan Perserikatan 1965-1966, di mana saat itu, Ramang masih bermain.
Ia juga memunculkan Ronny Pattisarani dan Gaffar Hamzah yang kala itu masih berusia belasan tahun tapi sudah membela PSM Senior pada 1968. Dua pemain binaannya itu pun masuk dalam skuat PSSI Junior.
Dalam melatih, selain pengetahuan dan pengalamannya sebagai pemain, Suwardi mengaku kerap menggunankan instingnya saat melihat potensi pemain.
"Saya tidak butuh waktu lama untuk menilai pemain. Yang penting saya sudah melihat cara pemain itu berlari dan menendang bola," ujarnya kepada Bola.com ketika itu.
Berbeda dengan kedua rekannya, Suwardi lebih baik dalam berkarier sebagai pelatih. Ia tercatat dua periode jadi pelatih Timnas Indonesia, yakni 1972-1974 dan 1976-1978.
Hasil terbaiknya adalah semifinalis di Piala Raja Thailand 1971 dan Sea Games 1977. Pada 24 Agustus 2005, Suwardi mengembuskan nafas terakhirnya karena penyakit hiperrtensi.
Baca Juga