Bola.com, Jakarta - Sejumlah pesepak bola Asia Tenggara diketahui pernah belajar di akademi klub Eropa ternama, seperti Chelsea, Ajax Amsterdam, dan Feyenoord. Sebagian di antara mereka bahkan meneruskan karier seniornya di daratan biru.
Ada beberapa cara agar pesepak bola di Asia, khususnya Asia Tenggara mampu mengecap pendidikan sejak usia dini di akademi klub Eropa. Yang beruntung biasanya memang tinggal dan tumbuh besar di sana, tapi ada juga yang berkat kerja kerasnya bisa dilirik oleh klub-klub ternama di benua biru.
Indonesia sudah sering menjalankan program latihan di Eropa dan Amerika Selatan. Namun, tak banyak yang akhirnya menimba ilmu di akademi klub setempat dan mayoritas kembali ke Tanah Air berbekal materi serta pengalaman yang didapatnya.
Langkah serupa juga dilakukan oleh beberapa negara Asia Tenggara lewat program grassroots-nya. Malaysia pernah mengirimkan tim junior ke kompetisi di Inggris, sama seperti Indonesia dengan program Garuda Select.
Bola.com merangkum sejumlah pesepak bola Asia Tenggara yang pernah merasakan didikan di akademi klub Eropa. Berikut ulasannya.
Video
Irfan Bachdim - Ajax Amsterdam
Pada 2018 silam, melalui Instagram, Irfan Bachdim mengunggah sebuah foto ketika dirinya tengah bersama Daley Blind di akademi Ajax. Irfan juga tidak luput mendoakan mantan rekannya tersebut.
"Tebak siapa itu? Tebak siapa yang kembali di klub favorit saya @afcajax. Selamat datang kembali. Empat gelar telah dimenangi bersama @afcajax dan semoga Anda bisa memenangi banyak trofi lagi. Semoga beruntung," berikut itu adalah isi caption Irfan dalam unggahannya di Instagram.
Irfan Bachdim pernah berguru di akademi Ajax pada tahun 1998 hingga 2000. Setelah itu, striker naturalisasi yang kini bermain untuk PSS Sleman itu direkrut oleh SV Argon sebelum bergabung dengan klub profesional pertamanya, FC Utrecht.
Stefano Lilipaly - FC Utrecht
Jauh sebelum membela Bali United, Stefano Lilipaly mengawali kariernya di sejumlah klub Belanda. Pemilik nama lengkap Stefano Jantje Lilipaly ini lahir dari seorang ayah orang Indonesia bernama Ron Lilipaly dan ibu bernama Adriana yang berkebangsaan Belanda.
Lilipaly mengawali karier junior bersama akademi RKSV DCG (1997-2000), AZ Alkmaar (2000-2001), dan FC Utrecht (2001-2010). FC Utrecht menjadi klub profesional pertama yang dibela Lilipaly.
Stefano Lilipaly kemudian bergabung dengan Bali United pada pertengahan 2017. Dua tahun sebelumnya, Fano sebenarnya sudah bergabung dengan Persija Jakarta. Namun, Fano belum sempat membela Persija karena kompetisi ketika itu keburu dihentikan.
Raphael Maitimo - Feyenoord
Raphael Maitimo pernah bercerita bahwa ia sudah mengenal sepak bola saat usia dini, tepatnya saat berusia enam tahun. Dukungan dari orang tua juga membantunya hingga memiliki karier seperti sekarang.
"Saya mulai bermain sejak usia enam tahun. Kala itu orang tua menanyakan pilihan kepada saya untuk menggemari apa, dan saya hanya tahu sepak bola. Saya pun masuk ke sekolah sepak bola," tuturnya dalam sesi obrolan santai bersama Yetta Angelina, Media Officer Persita Tangerang.
Raphael Maitimo, pemain yang dinaturalisasi pada 2012 silam, terdaftar sebagai anggota akademi sepak bola Feyenoord pada usia sembilan tahun. Kini, ia membela tim promosi Liga 1 2020, Persita Tangerang.
James Younghusband - Chelsea
Ikon sepak bola Filipina, James Younghusband, lahir di Inggris. Ia merupakan didikan akademi Chelsea, klub Premier League.
Pada 2005-2006, ia sempat masuk ke dalam tim lapis kedua atau tim cadangan Chelsea. Namun semusim berikutnya, ia dilego ke AFC Wimbledon.
Sempat tidak memiliki klub usai kontraknya habis bersama Woking FC, James Younghusband memutuskan untuk terbang jauh ke Filipina dan bermain untuk San Beda Red Lions.
Musim 2019-2020, James Younghusband akhirnya memilih pensiun usai bergonta-ganti klub. Tim terakhir yang ia bela adalah Ceres-Negros FC, satu di antara tim kuat Filipina.
Neil Etheridge - Chelsea, Fulham
Satu lagi pesepak bola Filipina jebolan akademi klub Eropa, tepatnya di Chelsea, Inggris. Sampai sekarang, ia bahkan masih menjadi penjaga gawang di Negeri Ratu Elizabeth, Cardiff City.
Dia adalah Neil Etheridge, penjaga gawang dengan tinggi nyaris dua meter, dan menjadi satu dari sedikit pemain Asia Tenggara yang berkarier di Eropa.
Sama seperti kompatriotnya, yakni James dan Phil Younghusband, Neil Etheridge hanyalah pemuda biasa dari London yang bercita-cita menjadi pesepak bola profesional. Untuk mewujudkan hal itu, ia bergabung dengan akademi Chelsea pada 2003.
Menariknya, ia sebenarnya ingin menjadi striker. Namun, atas usulan pelatihnya di akademi Chelsea, Neil Etheridge disarankan menjadi kiper.
Tiga tahun menimba ilmu di Chelsea, Neil Etheridge memutuskan untuk pindah ke Fulham, tim London Barat lainnya yang markasnya hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari Stamford Bridge.
Pada 2010, penjaga gawang berusia 27 tahun itu akhirnya teken kontrak bersama Fulham. Sempat mengembara di sejumlah klub Inggris, Neil Etheridge akhirnya menjadi kiper nomer satu di Cardiff City sejak 2017 hingga sekarang.