Bola.com, Kediri - Selalu ada hikmah dari Allah SWT di balik sebuah peristiwa, sepahit apa pun itu. Bahkan seseorang yang pernah dibenci, bisa saja menjadi pahlawan dan sangat berjasa di kemudian hari, seperti halnya 3 legenda Arema yang pernah menjadi saksi kerusuhan ketika menghadapi Persik Kediri di Stadion Brawijaya pada 2003 lalu.
Tepatnya pada 27 Februari 2003, dalam laga antara Persik Kediri kontra Arema, ada tragedi yang terjadi di Stadion Brawijaya. Masyarakat Kediri, terutama Persikmania, tampaknya bakal sulit melupakan tragedi yang meluluhlantakan stadion kebanggaan warga Kediri itu.
Dari kejadian tersebut, bibit permusuhan antara Kediri dan Malang dimulai. Namun, sportivitas dan respek dalam dunia sepak bola mampu memupus rivalitas menjadi sebuah persahabatan.
Dari balik keributan yang terjadi pada 17 tahun silam, ada penggalan menarik Ada tiga tokoh utama di Arema sebagai saksi hidup peristiwa tersebut. Saat itu, Arema ditangani Gusnul Yakin, di mana Aji Santoso menjadi kapten tim Singo Edan, dan Joko Susilo menjadi penyerang andalan tim tersebut.
Seiring putaran waktu dan dinamika kehidupan, uniknya, tiga sosok kunci Arema saat tragedi 2003 ini malah dipercaya menjadi juru taktik Persik pada ISL musim 2008 dan 2009. Sementara Joko Susilo sebagai arsitek Persik di Liga 1 2020.
Inilah potret indahnya sepak bola. Ketiga legenda Arema yang pernah menjadi musuh Persik Kediri itu akhirnya bersahabat dan bisa diterima dengan tangan terbuka oleh publik Kediri. Ini juga cermin kedewasaan publik dan suporter Kediri terhadap sportivitas serta mengubur dalam-dalam kebencian terhadap Aji Santoso, Gusnul Yakin, dan Joko Susilo.
Video
Aji Santoso
Mantan kapten Timnas Indonesia dan Arema ini merapat sebagai pelatih kepala Persik Kediri musim 2008-2009. Aji Santoso menggantikan kursi yang ditinggalkan Arcan Iurie.
Pelatih asal Moldova ini terpaksa menepi pada putaran pertama, karena dia tak mau menerima klausul pemotongan gaji. Manajemen Persik yang saat itu mengalami kesulitan finansial melakukan rasionalisasi gaji para penggawanya.
Meski pernah jadi aktor utama di lapangan, Aji Santoso mengaku berterima kasih kepada Persik. Pasalnya, inilah klub kasta tertinggi pertama yang ditangani Aji Santoso. Pelatih debutan ini tak berpikir panjang ketika ditawari Manajer Iwan Budianto untuk menukangi Macan Putih yang saat itu sedang 'sakit'.
Padahal berbagai masalah mengadang di depan mata Aji Santoso. Beberapa pemain kunci yang menolak rasionalisasi gaji hengkang dari Persik. Sementara posisi juara Divisi Utama 2003 dan 2006 itu di klasemen sedang jeblok.
Namun, sosok asal Kepanjen, Kabupaten Malang, ini tampil sebagai pahlawan. Ia mampu mendongkrak posisi Persik yang terpuruk pada paruh musim. Aji mengangkat prestasi Macan Putih dari urutan ke-12 dan sukses finis di peringkat keempat pada klasemen akhir.
"Saat jadi pemain saya tak suka keributan di lapangan. Apalagi jadi pemicu perselisihan. Jika ada selisih pendapat dengan lawan dan wasit, semua masih dalam koridor sportivitas dan aturan permainan sepak bola," kata Aji Santoso.
Soal kerusuhan 17 tahun lalu, Aji menyorot kesiapan panpel dan kesiapan aparat keamanan yang kurang mengantisipasi bara dendam yang ada di dada Aremania akibat hijrahnya beberapa pemain kunci Arema yang diboyong Iwan Budianto ke Persik.
"Penyebab utama kepemimpinan wasit Yandri yang dinilai Aremania kurang tegas. Sakit hati yang terpendam, akhirnya meledak. Padahal, sebelum pertandingan Aremania dan Persikmania tampak rukun," ungkap Aji Santoso.
Terkait ditunjuknya Aji Santoso sebagai arsitek Persik, dia bersikap profesional. Bahkan, ketika diminta Iwan Budianto menukangi tim, Aji Santoso telah melupakan kenangan kelam 2003 tersebut.
"Saya tak ingat lagi soal kerusuhan 2003. Yang ada dalam benak saya, melatih Persik adalah tantangan. Dan, itu kesempatan saya mengawali karier sebagai pelatih di klub kasta tertinggi. Berbekal prestasi di Persik itulah, nama saya diperhitungkan di jajaran pelatih Indonesia hingga sekarang," ujarnya.
Pelatih Persebaya di Liga 1 2020 ini juga tak bisa melupakan sambutan Persikmania yang tak menyimpan dendam pribadi dengannya saat melatih Persik.
"Saya tak bisa melupakan Persik dan Persikmania karena ini jadi titik awal karier saya. Persikmania juga mendukung penuh saya saat menyelamatkan Persik dari degradasi," ucapnya.
Dibanding kedua koleganya di Arema 2003 itu, Aji Santoso merupakan sosok sarat kontoversi. Keberanian Aji Santoso berkarier di dua klub yang berseteru tak hanya dilakukan terhadap Persik dan Arema. Tapi, juga keteguhannya hijrah dari Arema ke Persebaya. Kita tahu benar bobot permusuhan kedua klub ini lebih kuat dibanding Arema dengan Persik.
"Semua tergantung bagaimana kita menyikapi. Saya seorang profesional. Jadi saya akan bekerja total di klub yang mengontrak saya. Cacian dan teror tetap ada, tapi saya sudah kebal dengan semua itu. Ini yang membuat saya jadi kuat. Saya anggap semua suporter sebagai teman," ujarnya.
Gusnul Yakin
Pelatih sarat pengalaman ini bergabung ke Persik Kediri musim 2009-2010. Gusnul Yakin mengisi kursi yang ditinggalkan Edi Paryono ketika masa persiapan awal tim. Tapi, Gusnul Yakin terpaksa menepi pada putaran kedua. Posisinya digantikan Agus Yuwono.
"Persik tim besar. Mereka pernah juara dua kali. Itu alasan saya mau melatih Persik. Saya juga telah melupakan peristiwa 2003. Saat itu, saya bekerja profesional," ungkap Gusnul Yakin.
Sosok penghobi mobil dan motor tua ini memuji kedewasaan orang-orang yang terlibat di klub dan kelompok suporter Kediri.
"Permusuhan sepak bola itu hanya 2x45 menit. Jika menoleh ke belakang, seharusnya publik Kediri paling dirugikan saat tragedi 2003 itu. Tapi, saya tak melihat ada kebencian mereka terhadap individu, termasuk kepada saya. Padahal saat itu, saya pelatih Arema," kata Gusnul Yakin.
Sebelum duel Persik kontra Arema digelar, sebenarnya Gusnul Yakin menolak untuk bertanding.
"Secara aturan sudah salah. Penonton berada dekat sekali dengan garis lapangan. Ini sangat mengganggu pemain. Karena panpel memaksa, akhirnya saya mau bertanding. Apalagi asisten manajer Arema Ovan Tobing juga menyuruh bermain," jelasnya.
Joko Susilo
Striker legendaris Arema ini tak bisa bercerita banyak soal keributan yang berbuntut aksi anarkis di Stadion Brawijaya Kediri. Joko Susilo ikut rombongan dan termasuk pemain yang disiapkan Gusnul Yakin untuk menghadapi tuan rumah, Persik Kediri.
Namun, saat laga digelar pria asal Cepu, Jawa Tengah, ini malah tergolek di kamar hotel karena sakit akibat keracunan obat.
"Saya dibawa ke Kediri dan masuk skema permainan untuk melawan Persik. Tapi, sehari sebelum main, saya keracunan obat penghilang rasa sakit. Akhirnya saya tak masuk line up Arema," ungkapnya.
Joko Susilo baru tahu pertandingan rusuh setelah Aji Santoso dkk. pulang ke hotel.
"Teman-teman hanya bercerita pertandingan dihentikan, karena terjadi kerusuhan. Jadi saya hanya tahu detail peristiwanya dari cerita mereka," kata Joko Susilo.
Tidak masuk line up, sosok yang akrab disapa Getuk ini juga tak bisa tampil pada laga lanjutan di Lapangan AAU Adi Sucipto Yogyakarta. Pada sisa pertandingan, Persik berhasil mencetak tiga gol. Sehingga skor akhir partai ini dimenangkan Persik dengan telak 3-0.
"Saya juga ikut ke Yogyakarta. Saya kecewa tak bisa main. Apalagi Arema kalah sangat telak," ujarnya.
Kini mantan asisten Timnas Indonesia ini jadi arsitek Persik di Liga 1 2020. Dari tiga partai yang telah dijalani, tim asuhan Getuk meraih dua poin dari hasil imbang melawan Persebaya di Surabaya dan ditahan Bhayangkara FC di Kediri. Lalu bagaimana pendapat Joko Susilo soal perseteruan Persik dengan Arema?
"Saya kira hubungan tak harmonis itu di ranah suporter. Kami, sebagai pelaku sepak bola bersikap profesional. Persik dan Arema pernah bentrok 2003 lalu. Tapi, hubungan saya dengan mantan Persik tetap baik," ucap Joko Susilo.
Koridor profesionalisme itulah yang membuat Joko Susilo bisa berlabuh di Persik pada musim ini.
"Saya tak punya musuh di klub mana pun, baik dengan pengurus, pemain, maupun suporter. Jadi saya bisa diterima di mana saja. Saya pernah memberi kursus pelatih di Surabaya, basis Bonekmania. Tapi, saya aman-aman saja," jelasnya.
Joko Susilo juga mengungkapkan meski dirinya baru seumur jagung di Persik, namun sambutan Persikmania sangat bagus.
"Banyak Persikmania yang mengikuti akun Instagram saya. Mereka tak pernah berkomentar negatif semisal mencela atau menulis kata-kata kotor di akun pribadi saya. Dukungan mereka di dalam dan luar lapangan juga bagus," ucapnya.
Persikmania, lanjut Joko Susilo, juga tak menyerang akun pribadinya setelah Persik dipermalukan Persiraja dengan skor 0-1 di Kediri.
"Habis pertandingan lalu Persikmania demo. Saya ikut 'diadili' di depan suporter. Tapi, mereka tetap memberi semangat dengan menulis komentar positif di akun IG saya," ucapnya.