Bola.com, Makassar - Timnas Indonesia tercatat dua kali meraih medali emas pada cabang sepak bola SEA Games, yakni pada 1987 dan 1991. Skuat Merah putih pun juga pernah berstatus nyaris juara dengan meraih perak pada edisi 1979, 1997, 2011, 2013 dan 2019. Khusus pada Sea Games 2011 yang berlangsung di Jakarta-Palembang jadi kali pertama penerapan usia U-23 buat tim negara peserta.
Kala itu, Timnas Indonesia U-23 ditangani Rahmad Darmawan yang juga pertama kali menjadi pelatih kepala. Sebelumnya, mantan pemain Persija Jakarta dan Persikota Tangerang ini menjadi asisten pelatih Ivan Kolev pada 2004.
Saat menangani tim, Rahmad ditopang dua asisten, yakni Aji Santoso dan Widodo Cahyono Putro. Sementara Eddy Harto bertindak sebagai pelatih kiper serta Satia Bagdja bertugas sebagai pelatih fisik.
Pada channel Youtube Ricky Nelson Coaching, Rahmad Darmawan mengungkapkan cerita ketika ditawari PSSI menjadi pelatih Timnas Indonesia U-23, ia langsung menerimanya dengan senang.
Menurut Rahmad, materi pemain timnya pun terbilang baik, khususnya di lini depan yang dihuni sederet nama berkelas seperti Titus Bonai, Yongky Aribowo, Patrich Wanggai, Lukas Mandowen, Ferdinand Sinaga, Andik Vermansyah dan Oktovianus Maniani.
"Mereka juga menjadi pemain inti di klub masing-masing. Terutama Patrich yang kala itu menjadi top scorer di Persidafon," kenang Rahmad.
Alhasil langkah Timnas Indonesia U-23 sampai ke final terbilang mulus. Skuat besutan Rahmad pun sudah memastikan tiket semifinal meski masih menyimpan satu laga sisa. Kepastian itu didapat saat menekuk tim kuat Asia Tenggara, Thailand, dengan skor 3-1 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta pada 13 November 2011.
Sebelumnya, Timnas Indonesia U-23 melibas Kamboja 6-0 dan Singapura 2-0. Sementara Thailand takluk 1-2 dari Malaysia dan menang 4-0 atas Kamboja.
"Persiapan Thailand sebelum ke Indonesia memang terbilang minim karena bencana banjir di negara itu. Kondisi yang membuat mereka berlatih di China. Meski begitu, di mata saya mereka tetap kuat karena didukung permainan aktraktif terutama bila menghadapi sesama tim Asia Tenggara," kata Rahmad.
Itulah mengapa saat menghadapi Thailand, Rahmad mengusung pola 4-5-1 yang cenderung bertahan. Alasan Rahmad saat itu, Thailand yang memburu kemenangan pasti akan melakukan serangan frontal.
"Saya pun mengintruksikan pemain agar tidak membiarkan mereka melakukan kreasi saat masuk ke daerah pertahanan. Okto dan Andik yang berperan sebagai penyerang sayap pun harus masuk ke tengah untuk memenangkan pertarungan lini vital," papar Rahmad.
Meski sudah bermain sesuai intruksi tetap saja Indonesia kerap kecolongan. Rahmad merujuk bek kiri Thailand, Ekkasit Chaobut, yang mampu membuat skuatnya kesulitan mengimbangi permainan Tim Gajah Putih. "Pergerakan Ekkasit terbilang baik. Saat menguasai bola, ia mendorong permainan lebih ke tengah. Alhasil, mereka menang jumlah pemain di sektor itu."
Meski dalam kondisi tertekan, Indonesia mampu mencuri gol lewat aksi Titus Bonai. Unggul 1-0 gol plus kartu merah yang diraih Ekkasit dan Theeraton Bunmathan tak membuat Rahmad meminta pemainnya bermain terbuka. "Saya tetap memakai taktik awal. Karena Thailand tetap bermain bagus meski jumlah pemainnya berkurang," terang Rahmad.
Setelah melihat pemainnya lebih percaya diri dan sudah membaca permainan lawan, Rahmad pun menginstruksikan skuat tampil menekan di area pertahanan Thailand. Ia pun memasukkan tenaga baru, Mahadirga Lasut dan Ferdinand Sinaga.
Bek kanan, Hasim Kipuw yang sebelumnya lebih banyak menunggu, mulai aktif membantu serangan. Hasilnya, Timnas Indonesia menambah gol di babak kedua berkat aksi Patrich dan Ferdinand.
Video
Kelelahan di Laga Final
Setelah memastikan tiket ke semifinal, Rahmad memutuskan menyimpan sejumlah pemain pilarnya saat menghadapi Malaysia pada laga terakhir Grup A. Timnas Indonesia pun kalah 0-1 dan menempati posisi runner-up. Pada babak empat besar sudah menunggu Vietnam yang sukses bertengger di peringkat pertama Grup B.
Pada semifinal inilah jadi awal petaka Indonesia. Meski tampil aktraktif saat menekuk Vietnam dengan skor 2-0, mayoritas pemain dilanda kelelahan luar biasa. Saat itu, kondisi lapangan Stadion Gelora Bung Karno jadi berat karena guyuran hujan deras sepanjang pertandingan.
"Kami pun baru tiba di hotel jelang tengah malam. Dengan hanya memiliki waktu sehari, tak mudah mengembalikan kebugaran pemain," ujar Rahmad.
Kondisi berbeda dialami Malaysia yang menghadapi Myanmar pada laga pertama di siang hari. "Memang kami bertanding pada hari yang sama. Tapi, Malaysia beruntung karena saat pertandingan cuacanya cerah," lanjutnya.
Rahmad mengakui timnas Malaysia bermain lebih cerdik di laga final. Mereka tahu persis kekuatan Indonesia yang mengandalkan pergerakan dua penyerang sayap, Okto dan Andik.
"Mereka lebih banyak menunggu di daerah sendiri. Kami juga tak beruntung saat mendapatkan peluang," terang Rahmad.
Pertandingan pun berakhir imbang 1-1 setelah babak tambahan waktu. Indonesia pun akhirnya gagal mewujudkan target medali emas di kandang sendiri setelah kalah adu penalti 3-4.
"Sebagai pelatih, saya akui kalah cerdik dengan Malaysia. Seluruh pemain sudah tampil maksimal," pungkas Rahmad.