Bola.com, Jakarta - PSSI pernah meluncurkan program mercusuar pelatnas jangka panjang ke Uruguay berlabel SAD Uruguay (Sociedad Anonima Deportiva) pada 2008. Program ini hampir mirip dengan Primavera dan Baretti di Italia pada pertengahan 1990-an.
Pemain belia berbakat Tanah Air dikumpulkan dalam satu tim untuk mengikuti kompetisi junior di negara yang dituju.
Program SAD Uruguay yang didanai pengusaha gila bola, Nirwan Dermawan Bakrie, berjalan selama lima tahun, 2008-2013. Banyak pesepak bola berbakat mencuat dari program yang kabarnya menelan dana Rp12,5 miliar per tahunnya itu.
Tidak banyak, namun tidak sedikit pula alumnus SAD Uruguay yang berhasil mempertahankan eksistensinya di kancah sepak bola nasional, termasuk di Shopee Liga 1 2020. Yang paling tenar tentu Alfin Tuasalamony, penghuni dua angkatan pada 2008 dan 2009.
Saat ini, Alfin membela Madura United setelah berbaju Arema FC selama dua musim sebelumnya. Setelah lulus dari SAD, pemain berusia 27 tahun ini mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu di Eropa bersama klub Belgia, CS Vise.
Bertahan di CS Vise pada 2013, Alfin berturut-turut pindah ke Persebaya Surabaya pada 2014, Persija Jakarta pada 2015, Bhayangkara FC pada 2017, dan Sriwijaya FC pada 2018.
Akan tetapi, tidak semua pemain didikan SAD Uruguay yang berlaga di kompetisi U-17 dan U-19 Uruguay sukses saat menjalani karier di level senior. Ada beberapa pemain lulusan SAD Uruguay yang menjalani masa-masa sulit saat berkarier sebagai pesepak bola profesional. Siapa saja?
Video
Syamsir Alam
Digadang-gadang jadi penyerang top Timnas Indonesia meneruskan era Bambang Pamungkas, Syamsir Alam yang mendapatkan beasiswa generasi pertama program pelatnas jangka panjang SAD Uruguay pada 2008 gagal bersinar saat berkarier di level senior.
Pada musim perdana tampil di Liga U-17 Quinta Division 2008, ia menjadi top scorer dari tim SAD Indonesia dengan mengemas 15 gol dari 29 laga. Lantaran dianggap berbakat, ia sempat dipinjam Penarol pada musim selanjutnya.
Syamsir meninggalkan tim SAD untuk bergabung ke klub Divisi II Belgia, CS Vise, pada musim 2011. Klub tersebut dimiliki penguasa gila bola yang membiayai program SAD, Nirwan Dermawan Bakrie.
Namun, Syamsir lebih banyak jadi cadangan selama dua musim berkiprah di klub tersebut. Cedera punggung membuat pemain kelahiran Kabupaten Agam, 6 Juli 1992 itu, kesulitan menemukan level permainan terbaik.
Walau jadi langganan bangku cadangan di CS Vise, Syamsir dipanggil Rahmad Darmawan untuk mengikuti seleksi Timnas SEA Games 2011. Tampil impresif selama sepekan di sesi latihan pelatnas, nama Syamsir justru tak masuk skuat inti. Situasi serupa terjadi di SEA Games 2013. Faktanya, Syamsir memang tampil di bawah ekspektasi RD. Di masa seleksi Timnas Indonesia U-23, ia mandul gol.
Pada 2013, Syamsir membuat sensasi saat digaet klub asal Amerika, DC United. Klub itu dimiliki pengusaha asal Indonesia, Erick Thohir. Tetapi, kesempatan emas berkarier di kompetisi MLS tak dimanfaatkan secara baik oleh sang pemain. Selama semusim di Washington DC, Syamsir lebih sering hanya ikut latihan saja di DC United. Namanya tidak pernah masuk line-up.
Pulang ke Tanah Air, Syamsir bergabung dengan Sriwijaya FC. Hanya, embel-embel berguru di CS Vise tak membuat sang penyerang mudah menembus posisi inti. Ia lebih sering duduk di bangku cadangan.
Karena frustrasi, Syamsir yang beberapa kali terlibat asmara dengan artis, memilih pindah ke Persipasi Bandung Raya di awal 2015. Apesnya kompetisi Indonesia Super League 2015 terhenti pada bulan April, imbas konflik antara PSSI dengan Kemenpora.
Syamsir praktis menganggur setelah ISL vakum. Saat PBR tampil di Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman, namanya tidak tercantum dalam daftar pemain.
Kiprah terakhir Syamsir adalah bersama Persiba Balikpapan pada Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Setelah itu, ia banting setir menjadi artis.
Reffa Money
Bakat Reffa Arvindo Badherun Money mulai tercium saat membela Timnas Indonesia U-15 pada 2006. Ia jadi figur kunci Tim Jawa Timur saat juara Piala Medco U-15 2007.
Nama pemain berdarah Maluku yang besar di Surabaya itu selalu menghiasi skuat Tim Merah-Putih junior bersama rekan seangkatannya, Syamsir Alam dan Yericho Christiantoko. Bek kelahiran 21 Januari 1992 itu jadi kapten tim SAD Uruguay 2008-2009. Namun, cedera lutut parah membuatnya tak ikut dalam rombongan pemain Indonesia yang dikirim ke CS Vise Belgia.
Reffa pulang ke Tanah Air pada pengujung 2011. Setelah itu, nama Reffa menghilang dari peredaran sepak bola nasional.
Anak dari mantan pemain Persebaya tahun 1980-an, Yusuf Money, sempat berkarier di klub Persis Solo musim 2013-2014. Terakhir, namanya masuk daftar pemain PS TNI, identitas lama Persikabo, yang berlaga di Piala Jenderal Sudirman. Namun, Reffa hanya jadi penghangat bangku cadangan.
Yericho Christiantoko
Yericho Christiantoko, yang dibina Akademi Arema FC digadang-gadang akan menjadi penerus bek kiri legendaris Indonesia, Aji Santoso. Dengan bakat alam mumpuni, Yericho selalu memperkuat Timnas Indonesia level junior interval 2005-2008.
Kariernya kian berkembang saat ikut pelatnas jangka panjang SAD Uruguay pada 2008. Tiga tahun berselang, pemain kelahiran 14 Januari 1992, dikontrak CS Vise pada 2011-2012. Ia juga masuk skuat Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011 dengan prestasi medali perak.
Karier Yericho mulai tersendat akibat cedera lutut parah di pentas kompetisi Divisi II Belgia. Ia jarang bermain dan akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Yericho akhirnya bergabung dengan klub yang membinanya, Arema FC pada 2013.
Di Tim Singo Edan cederanya kerap kali kambuh. Nama Yericho pun jarang masuk starting eleven di Singo Eda.
Pada akhir 2014, Yericho dilepas ke klub Divisi Utama, Persekam Metro FC. Tidak berjalannya kompetisi kasta kedua musim 2015 karena perseteruan PSSI dengan Kemenpora membuat karier sang pemain mandek.
Kabar terakhir, Yericho memperkuat Sriwijaya FC pada Liga 2 musim lalu. Belum ada informasi di mana ia bermain saat ini.
Alan Martha
Alan Martha terpilih masuk skuad SAD Uruguay dua kali pada 2008 dan 2009. Namun, talentanya mentok ketika berkiprah di kompetisi profesional.
Nama Alan Martha mulai melambung ketika ia membela Timnas Indonesia U-16 pada 2007. Duetnya bersama Syamsir Alam digadang-gadang memiliki masa depan cerah.
Namun, takdir berkata sebaliknya. Alan Martha tidak pernah benar-benar sukses sebagai pesepak bola. Sempat membela Persija Jakarta dan Sriwijaya FC, sosoknya kini hilang bak ditelan bumi.
Yandi Sofyan
Yandi Sofyan gagal memikul ekspektasi besar terhadapnya. Kariernya selalu berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Zaenal Arif.
Sama seperti Alan Martha, Yandi Sofyan adalah bagian dari SAD Uruguay pada 2008 dan 2009. Ia sempat membela klub Belgia, CS Vise pada 2011-2012 dan Arema FC pada 2012-2014 sebelum hijrah ke Persib Bandung pada 2014-2016.
Dari Persib, Yandi Sofyan hengkang ke Bali United. Namun, ia tidak banyak mendapatkan kesempatan bermain hingga dilepas pada 2018.
Pada 2019, Yandi Sofyan menganggur karena tidak mendapatkan klub yang cocok untuknya. Pada awal tahun ini, penyerang berusia 28 tahun itu ditolak oleh Barito Putera.
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia