Bola.com, Jakarta - Dalam perjalanannya di level internasional, Timnas Indonesia selalu memiliki gelandang-gelandang terbaik pada setiap eranya. Ronny Pattinasarany adalah contoh nyata bagaimana dulu Tim Garuda memiliki pemain berkualitas di lini tengah. Hingga kini, sosok sentral di lini tengah itu selalu ada.
Ronny Pattinasarany merupakan gelandang hebat yang pernah mendapatkan pujian dari legenda Belanda, Johan Cruyff, karena skill yang dimilikinya sebagai playmaker di lini tengah.
Namun, Ronny bukanlah satu-satunya gelandang hebat yang pernah dimiliki Indonesia. Dari masa ke masa, Timnas Indonesia selalu memiliki pemain-pemain berkualitas yang menjadi tumpuan di lini tengah.
Sebut saja Fakhri Husaini, mantan gelandang Timnas Indonesia yang pada 2018 lalu berhasil membawa Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16 sebagai pelatih kepala.
Jangan lupakan pula sosok hebat di era sepak bola modern, seperti Ponaryo Astaman dan Firman Utina yang pernah memimpin lini tengah Timnas Indonesia. Sekarang pun Tim Garuda masih punya gelandang kreatif yang bisa diandalkan di lini tengah, yaitu Evan Dimas Darmono.
Siapa saja dan bagaimana kiprah para gelandang terbaik Timnas Indonesia dalam setiap eranya, berikut ulasannya.
Video
Junaedi Abdillah
Junaedi Abdilah merupakan satu di antara gelandang terbaik yang pernah dimiliki Timnas Indonesia. Ia berseragam Tim Garuda pada periode 1970an hingga awal 1980an.
Ia sudah berkarier dalam dunia sepak bola sejak 1964. Pada 1967, ia mendapatkan panggilan untuk memperkuat Timnas Indonesia ketika berkarier bersama Persebaya Surabaya.
Gelandang kelahiran Nusa Tenggara Barat ini cukup memiliki karier yang cemerlang. Ia punya visi bermain yang baik dan merupakan pelepas umpan jauh terbaik yang dimiliki Indonesia.
Ia memperkuat Timnas Indonesia bersama Sartono Anwar, Suaib Rizal, Oyong Liza, dan Abdul Kadir. Junaedi pernah memperkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Olimpiade Munchen 1972 bersama Iswadi Idris dan Ronny Patinasarany.
Iswadi Idris
Pemain asal Aceh ini kerap disebut sebagai pemain serbabisa. Ia kerap menempati posisi sayap kanan dan paling berbahaya ketika melakukan akselerasi dari sisi sayap.
Hal tersebut tak lepas dari kecintaannya terhadap olahraga lari. Maklum, awalnya Iswadi Idris tak berminat menjadi seorang pesepak bola.
Pemain yang hanya berpostur 165 cm ini kemudian berkembang menjadi pesepak bola andal yang turut menyumbangkan medali perak Asian Games 1970 untuk Indonesia. Ia juga pernah menjadi kapten Timnas Indonesia pada medio 1970-an hingga 1980.
Iswadi Idris dikenal sebagai pemain yang punya kecepatan paling berbahaya di Asia. Bersama Soetjipto Soentoro, Jacob Sihasale, dan Abdul Kadir, ia dikenal sebagai kuartet tercepat di Asia ketika itu.
Ronny Pattinasarany
Bagi Anda yang menggemari Timnas Indonesia pada era 1970 hingga 1980-an, nama Ronny Pattinasarany pasti sangat akrab di telinga. Pemain kelahiran Makassar berdarah Ambon ini terbilang sukses membawa Indonesia bicara di level Asia.
Setelah bersinar bersama Timnas Indonesia, Ronny sempat didaulat masuk dalam All Star Asia pada 1982 setelah sebelumnya membawa Indonesia meraih medali perak SEA Games 1979 dan 1981.
Ban kapten timnas pun pernah melingkar di lengan pemain berjulukan "Si Kurus" itu ketika nama Indonesia melambung di level Asia.
Fakhri Husaini
Fakhri Husaini adalah salah satu playmaker terbaik yang dimiliki Indonesia di era 1990-an. Baik di level klub maupun bersama Timnas Indonesia, ia adalah sosok yang sangat penting bagi awal serangan timnya.
Panggung utama Fakhri didapatkan di final SEA Games 1997 di Jakarta. Bersama Timnas Indonesia asuhan Henk Wullems, Fakhri sukses mencapai partai puncak setelah membantu mencetak gol ke gawang Singapura dalam kemenangan 2-1 di semifinal. Namun, meski sudah memperlihatkan permainan terbaiknya di final, Fakhri gagal mempersembahkan medali emas bagi Indonesia.
Bersama Timnas Indonesia yang dibelanya sebanyak 42 pertandingan pada rentang tahun 1986-1997, ada 13 gol lahir atas namanya.
Ponaryo Astaman
Ponaryo memulai karier di PKT Bontang pada 2000 sebelum akhirnya hijrah ke PSM Makassar pada 2004.
Ponaryo memulai kariernya di Timnas Indonesia pada 2003, di mana ia sukses mencetak satu gol di Piala Asia 2004 dan membawa Timnas Indonesia meraih kemenangan pertama di ajang tersebut saat menang 2-1 atas Qatar.
Ponaryo didaulat menjadi kapten Timnas Indonesia pada Piala Asia 2007 yang digelar di empat negara, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Sayang Indonesia tidak berhasil lolos dari fase grup setelah hanya meraih satu kemenangan saat menghadapi Bahrain di laga pertama.
Ia sempat membela Arema Malang, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, dan kembali ke PSM Makassar. Kini pemain kelahiran Balikpapan itu menjadi pengurus Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) dan komentator pertandingan sepak bola nasional di stasiun televisi.
Firman Utina
Firman Utina pertama kali memperkuat Timnas Indonesia untuk SEA Games 2001 yang digelar di Malaysia. Sejak itu, Firman pun menjadi salah satu langganan untuk masuk dalam skuat Garuda.
Penampilan cemerlang Firman Utina bersama Timnas Indonesia adalah saat menghadapi Bahrain di pertandingan pertama Piala Asia 2007. Kontribusi besar Firman terhadap gol yang dicetak Bambang Pamungkas dan Budi Sudarsono membuatnya menjadi Man of the Match pada laga tersebut.
Puncak karier Firman di timnas Indonesia pun didapatkan pada Piala AFF 2010 yang digelar di Indonesia. Firman, yang menjadi wakil kapten tim saat itu, lebih sering mengenakan ban kapten karena Bambang Pamungkas lebih sering dicadangkan oleh Alfred Riedl karena kehadiran Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim di lini depan.
Performa apik Firman di lini tengah Tim Garuda membuat sosoknya terlihat semakin sentral. Firman mampu membayar kepercayaan Riedl dengan penampilan cemerlang, salah satunya saat memberikan umpan matang kepada Cristian Gonzales yang berbuah gol di leg pertama dan kedua laga kontra Filipina di semifinal Piala AFF 2010.
Evan Dimas
Nama Evan Dimas Darmono melesat usai mengantarkan timnas U-19 Indonesia menjadi juara Piala AFF U-19 2013 di Sidoarjo.
Evan Dimas menjadi sosok pengatur tempo permainan timnya. Piawai memberikan umpan-umpan matang, punya kemampuan eksekusi tendangan bebas yang bagus, dan akurasi serta kekuatan tembakan jarak jauh yang luar biasa.
Setelah sukses menonjol bersama Timnas U-19, Evan Dimas pun masuk dalam skuat Timnas U-23 yang berlaga di SEA Games 2015 di Singapura dan timnas senior di Piala AFF 2014. Sayangnya, kontribusi Evan Dimas tak berhasil membantu tim Garuda meraih hasil maksimal.
Tim Garuda Muda gagal meraih medali SEA Games 2015 karena kalah di semifinal di tangan sang juara, Thailand, dan kemudian kalah dari Vietnam di perebutan medali perunggu.
Namun, Evan tetap memperlihatkan penampilan terbaiknya. Gol perdana bagi timnas Indonesia saat menang 5-1 atas Laos di Piala AFF 2014 membuatnya diperhitungkan untuk menjadi sosok yang akan membawa tim Garuda meraih sukses.
Setelah itu, Evan Dimas selalu menjadi langganan Timnas Indonesia, mulai dari Piala AFF 2016, SEA Games 2017, Asian Games dan Piala AFF 2018.
Baca Juga
Tijjani Sangat Bangga Eliano Reijnders Bermain untuk Timnas Indonesia: Dia Teman Terbaik, Kami Berbagi Segalanya dan Berbicara Setiap Hari
Timnas Indonesia Dituntut Harus Bersatu dan Bertarung untuk Sisa 4 Laga Kualifikasi Piala Dunia 2026
5 Pesepak Bola yang Malu Tertampar Omongan Sendiri: Tanya Ronaldo dan Cucurella, Pasti Rasanya Pengin Menghilang Saja