Bola.com, Jakarta - Ricky Yacobi adalah satu dari sedikit putra Bangsa yang merasakan atmosfer sepak bola di Liga Jepang. Performa impresif saat berseragam Timnas Indonesia membuat Matsushita Electric FC, cikal bakal Gamba Osaka, berminat kepadanya.
Ricky Yacobi merupakan bomber top pada periode pertengahan 80-an hingga awal 90-an. Bambang Nurdiasyah menjadi pesaing terberatnya dalam perebutan tempat di skuat utama Timnas Indonesia.
Ricky mulai merangkak naik ketika Bertje Matulapelwa memasukkan namanya dalam skuat Asian Games 1986. Ia menjadi aktor utama yang meloloskan Indonesia hingga semifinal.
Ricky mendapat julukan Paul Brietner Indonesia karena mampu memanfaatkan peluang dengan baik. Selain teknik yang bagus, pria kelahiran Medan, 12 Maret 1963 ini punya kecepatan.
Ricky tampil menonjol bersama Timnas Indonesia pada Asian Games 1986 di Korea Selatan. Ketika itu, Timnas Indonesia hanya kalah 0-2 dari Arab Saudi dan bermain imbang 1-1 melawan Qatar.
Bisa dibilang, puncak kejayaan Ricky Yacobi terjadi pada SEA Games 1987. Ia dan rekan-rekannya seperti Rully Nere mampu meraih medali emas.
Ricky semakin melambung setelah ia dibeli klub Liga Jepang, Matsushita Electric, pada 1988. Namun, kariernya tidak sukses karena sulit beradaptasi dengan udara dingin.
Video
Penampilan Impresif bersama Timnas Indonesia dan Arseto Solo
Ricky Yacobi adalah pemain Indonesia pertama yang menjajal Liga Jepang. Hal itu terjadi pada 1988 ketika Matsushita Electric FC (cikal bakal Gamba Osaka) merekrutnya.
Ketertarikan Matsushita Electric FC tak terlepas dari penampilan apik Ricky Yacobi bersama Arseto Solo. Ketika itu, Ricky Yacobi tampil tajam dan sukses mempersembahkan gelar Galatama 1987.
"Yang saya dengar, kami dipanggil untuk membela tim Liga Selection pada kejuaraan Kings Cup di Thailand. Kami bermain bagus," kata Ricky Yacobi kepada wartawan di Lapangan Aldiron, Sabtu (11/7/2020).
"Timnas Indonesia melawan Jepang pada Pra-Piala Dunia atau Pra-Olimpiade di Gelora Bung Karno, saya bikin gol indah pada waktu itu. Akhirnya mereka berminat mengajak saya ke sana," ujar Ricky melanjutkan.
Akan tetapi, cuaca dingin tak mendukung karier Ricky Yacobi bersama Matsushita Electric FC. Dalam enam pertandingan yang dimainkan, pemain asal Medan, Sumatra Utara, itu hanya mampu mencetak satu gol.
Ricky Yacobi kemudian pulang ke Indonesia dan kembali ke Arseto. Ricky Yacobi akhirnya gantung sepatu pada 1991 bersama Arseto.
Kesan Selama di Jepang
Meski terbilang gagal ketika merumput di Liga Jepang, Ricky Yacobi mendapatkan banyak pengalaman berharga selama satu kariernya di sana.
Ia mengaku menemukan hal-hal baru yang tak pernah didapat di Indonesia. Tak cuma soal fasilitas klub, pemain-pemain Jepang dianggapnya sangat disiplin.
"Satu hal yang saya kagum dan saya salut, pemain-pemain di sana disiplinnya luar biasa. Kemudian fasilitasnya sangat luar biasa," katanya lagi.
Peluang Pemain Indonesia Berkarier di Liga Jepang
Dalam 10 tahun terakhir, terjadi peningkatan signifikan yang terjadi dalam sepak bola Indonesia. Hal itu tak bisa dipisahkan dari meningkatnya kualitas dari seorang pesepak bola.
Melimpahnya bakat pesepak bola yang ada di Indonesia membuat klub-klub Jepang penasaran. Mereka pun tertarik melihat kemampuan pesepak bola Indonesia melalui jalur undangan trial.
Hal ini tak terlepas dari program yang diadakan J-League dan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Jepang (JPFA). Mereka memiliki misi mendekatkan J-League kepada penggemar sepak bola di kawasan Asia Tenggara.
Biasanya proses seleksi tersebut digelar pada musim dingin periode Oktober-Desember. Beberapa pesepak bola sudah mencicipi program tersebut yakni Andik Vermansah (Ventforet Kofu), Syakir Sulaiman (Ehime FC), Gavin Kwan Adsit (FC Tokyo), hingga Ryuji Utomo (Jubilo Iwata).
Namun, nama-nama di atas gagal memikat klub-klub Jepang sehingga pengalamannya hanya sebatas trial. Nasib baik didapat Irfan Bachdim dan Stefano Lilipaly.
Irfan Bachdim
Irfan Bachdim kemudian mengikuti jejak Ricky Yacobi dengan menjajal Liga Jepang pada 2014. Ketika itu, Irfan Bachdim diboyong klub J-League 1, Ventforet Kofu.
Sayangnya, Irfan Bachdim sama sekali tak mendapatkan kesempatan bermain di Ventforet Kofu dalam kompetisi. Pada 2015, Irfan Bachdim kemudian bergabung dengan klub J-League 2, Consadole Sapporo.
Karier Irfan Bachdim melejit dan berhasil tampil sebanyak 95 kali dan mencetak 12 gol pada musim 2015. Namun, kesempatan tersebut tak terulang pada musim 2016 karena Irfan hanya bermain sebanyak dua kali.
Irfan Bachdim kemudian kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Bali United. Setelah tiga musim bermain untuk Bali United, Irfan Bachdim mencoba peruntungan di PSS Sleman pada 2020.
Stefano Lilipaly
Cerita Irfan Bachdim bersama Consadole Sapporo ternyata berbeda dengan Stefano Lilipaly. Sempat lebih dulu bergabung pada 2014, Stefano Lilipaly gagal bersinar di Jepang.
Stefano Lilipaly hanya mampu bermain sebanyak dua kali bersama Consandole Sapporo. Lilipaly kemudian memutuskan untuk kembali ke negaranya pada 2015 dan bergabung dengan Telstar.
Bersama klub berjulukan Witte Leeuwen, Lilipaly tampil sebanyak 44 kali dan sukses mencetak sembilan gol. Pada 2017, Lilipaly kemudian memutuskan hijrah ke SC Cambuur. Ketika itu, Stefano Lilipaly sempat tampil sebanyak 17 kali dengan torehan delapan gol.
Pada 12 Agustus 2017, Bali United membuat kejutan dengan mendatangkan Stefano Lilipaly. Kabarnya, ketika itu Fano ditebus dengan biaya Rp14 miliar. Hingga kini, Lilipaly masih menjadi andalan Bali United di lini tengah dan sudah mencetak 22 gol dalam 69 pertandingan.