Bola.com, Jakarta - Sosok Andi Darussalam Tabusalla kental mewarnai perjalanan sepakbola Indonesia sejak era 1990-an sampai saat ini.
Pria yang kerap disapa dengan nama panggilan ADS ini pernah jadi manajer klub, Sekretaris Liga Utama (Galatama), manajer Timnas Indonesia dan Ketua Badan Liga Indonesia.
Karakter dan sikapnya yang mudah bergaul dan terbuka kepada siapa sja membuatnya kerap dikaitkat-kaitkan dengan hitam atau putih kompetisi tanah air.
Padahal banyak kejadian atau peristiwa yang ia sendiri tak tahu prosesnya. Karena menurut pengakuannya, ada juga oknum yang memakai namanya untuk kepentingan pribadi. Biasanya, setelah mendengar kejadian itu, ADS memanggil sang oknum utuk memberikan penjelasan.
"Kalau dia mengaku bersalah dan berjanji tidak melakukannya lagi, biasanya saya maafkan. Intinya saya ini orang tak suka mencari musuh," ujar ADS kepada Bola.com pada berbagai kesempatan.
Dalam channel YouTube Omah Balbalan, ADS secara blak-blakan mengungkap sisi lain dari buruknya kepemimpinan wasit, fanatisme dan militansi suporter mendukung tim kesayangannya dan manajemen klub.
Pada kesempatan itu, ADS juga menyatakan pandangan pribadinya terkait rencana PSSI dan PT Liga Indonesia menggelar lanjutan Shopee Liga 1 mulai Oktober 2020 sampai Februari 2021.
Berbagai komentar dan pandangan Andi Darussalam Tabusalla ini dituangkan Bola.com dalam format wawancara. Berikut petikannya.
Video
Sisi Gelap Sepak Bola Indonesia
Anda kerap dikait-kaitkan dengan sisi hitam sepak bola Indonesia. Bagimana Anda menyikapinya?
Itu hal yang normal. Bagi saya, ini bagian dari risiko dari prinsip hidup saya yang berteman dengan siapa saja tanpa peduli dengan latarbelakangnya. Kalau kita bicara kompetisi, mari kita urut dulu mulai dari suporter. Dengan rasa hormat yang tinggi saya sangat respek dengan antusiasme dan militansi suporter mendukung tim kesayangannya bertanding.
Hanya, banyak bentuk dukungan mereka dilakukan dengan cara kurang benar.Misalnya, soal wasit. Memang ada sejumlah keputusan wasit yang salah. Tapi, anehnya, keputusan salah itu didiamkan karena menguntungkan tim mereka. Sebaliknya, mereka kerap menyalahkan keputusan wasit yang sejatinya sudah benar. Yang paling banyak menuai sorotan adalah keputusan wasit soal pelanggaran yang berbuah penalti atau offiside. Saya akui banyak juga wasit yang kerap 'bermain' pada sebuah pertandingan. Tapi, hal ini, juga tak lepas dari situasi dan kondisi yang ada pada waktu itu.
Satu contoh misalnya, ada juga pihak klub yang meminta wasit memenangkan mereka. Caranya dengan menawarkan uang dengan nominal tertentu. Ada juga yang melakukan ancaman. Malah pernah ada peristiwa, seorang wasit dipukul oknum di kamar penginapannya usai pertandingan. Dulu ada istilah di kalangan wasit, 'Kita sileti tanpa mereka menyadarinya'. Maksudnya, sebuah tim awalnya berpikir wasit berpihak pada mereka dan baru sadar ternyata hasil akhir timnya kalah.Kembali ke soal suporter, saya pribadi prihatin melihatnya masih adanya permusuhan antarsuporter yang kerap tidak ada hubungannya dengan atmosfer pertandingan.
Ketika menjabat sebagai Ketua Badan Liga Indonesia, saya pernah menggelar pertemuan dengan para petinggi suporter di Puncak Bogor. Namun, hasilnya belum optimal. Itu karena masih ada oknum suporter yang menjadikan hasil timnya sebagai harga diri. Padahal sepakbola adalah olahraga yang menjunjung tinggi suportivitas dan fair play.
Berikutnya
Apa solusi Anda untuk mengatasi hal ini?
Kembalikan ke aturan serta tegakkan secara konsisten dan benar. Kita kan sudah tahu bahwa FIFA sudah membuat aturan bahwa apa pun tindakan suporter adalah tanggungjawab klub. Kalau aturan ini ditegakkan PSSI dengan benar dan adil, saya yakin masalah ini bisa diatasi.
Tentunya, PSSI dan pihak klub juga intens melakukan edukasi kepada suporternya. Karena tindakan salah atau anarkis suporter akan berdampak kerugian kepada tim kesayangannya sendiri.Sampai saat ini, masih ada suporter yang masih mengedepankan ego pribadi atau kelompok. Buktinya, masih ada diantara suporter sebuah klub saling tawuran sesama mereka,Begitu pun dengan wasit. Penugasan wasit untuk memimpin sebuah pertandingan harus disesuaikan dengan kapasitas dan pengalamannya.
Selama ini, saya melihat masih banyak yang belum lama memimpin di Liga 3 sudah bertugas di Liga 2 dan bahkan Liga 1. Memang tidak semua wasit itu bisa diajak bermain. Itu hanya oknum. Ada juga wasit yang memiliki keteguhan hati. Contohnya Purwanto. Dia wasit yang baik. Saya berkawan baik dengan dia. Malah Purwanto sering menginap di rumah saya kalah sedang di Jakarta.
Tapi, saat memimpin pertandingan, tim yang saya pegang lebih banyak kalahnya. Hanya 10 persen yang menang. Itu pun murni karena permainan tim bukan karena dibantu Purwanto. Meski saya kesal, kami tetap bersahabat sampai sekarang. Namun, saya menilai, dalam dua tahun terakhir, kepemimpinan wasit mulai membaik. Khususnya di Liga 1.
Tak hanya itu, pihak manajemen klub juga harus bersikap profesional. Dalam artian mendapatkan hasil pertandingan sesuai filosofi sepakbola.Terkait hal ini, saya punya pengalaman pribadi. Sebelum pertandingan, kedua manajer klub menghubungi saya untuk meminta bantuan dalam waktu berbeda. Kepada mereka saya bilang akan bantu. Tapi, maksud kata bantu ini adalah meminta wasit memimpin dengan baik.
Tapi, ketika hasilnya tidak sesuai harapan, kubu yang kalah mencurigai saya bermain. Hanya, anehnya banyak diantara mereka tidak menemui saya.Ada juga oknum yang memakai nama saya untuk mengeruk keuntungan pribadi. Tentu, semua masih ingat, luapan kekecewaan manajer Persib, Umuh Mochtar yang mengaku sudah memberi uang Rp500 juta ke oknum tertentu yang menjanjikan hasil baik saat timnya dijamu Sriwijaya. Ternyata hasilnya tak seusai harapan. Umuh komplain ke saya. Karena saya tidak mengerti jalan ceritanya, saya bilang ke Umuh, minta uang itu kembali dan laporkan ke PSSI. Seharusnya, saya yang marah karena nama saya dibawa-bawa.
Mafia Bola
Terkait adanya pengaturan skor di timnas Piala AFF 2010 dan kompetisi yang sempat heboh. Apa pandangan Anda soal kinerja Satgas anti mafia bola?
Kalau soal timnas Piala AFF 2010, insting saya mengatakan ada permainan saat itu. Apalagi, setelah saya melakukan investigasi pribadi dengan mengait-ngaitkan sejumlah kejadian sebelum dan sesudah pertandingan melawan Malaysia. Saya juga mendapat masukan dari teman-teman bandar di Malaysia.
Tapi, saya tidak punya bukti yang kuat. Saya juga pernah diminta penjelasan oleh satgas anti mafia bola. Saya masih ingat pertemuan dilakukan di Hotel Darmawangsa, 26 Desember 2018. Tanpa menyebut nama, saya mengungkap modus, cara oknum mengatur skor dan operasional. Sayang, langkah satgas anti mafia bola berhenti pada satu titik. Yang ditangkap bukan pemain utama.
Tentang Kompetisi
Terkait keputusan PSSI dan PT LIB melanjutkan kompetisi, apa pandangan Anda?
Keputusan ini aneh menurut saya. Kalau alasannya kompetisi dilanjutkan harusnya dikembalikan ke aturan awal. Misalnya sistem tandang-kandang serta hak dan kewajiban klub. Kan aneh, klub luar Jawa diwajibkan berhomebase di Yogyakarta. Juga dengan dihapuskannya degradasi. Kalau memang musim depan jumlah klub jadi 20, sebaiknya musim ini, ada dua klub yang degradasi dan empat klub Liga 2 yang promosi.Tak hanya itu, berkaca pada pengalaman yang ada. Tak mudah melarang suporter sebuah klub untuk tidak datang ke stadion.
Saya pribadi berpendapat sebaiknya kompetisi di setop. Lalu bikin turnamen pra musim sampai Desember dan kompetisi musim baru dimulai pada Januari atau Februari. Sebaiknya PSSI ajaklah AFF duduk satu meja dengan federasi sepakbola di Asia Tenggara lainnya untuk membicarakan solusi terbaik terkait kompetisi. Kan aneh, kalau kompetisi dilanjutkan dengan alasan permintaan sponsor.Saya paham beban ketum PSSI saat ini sangat berat.
Selain kompetisi terhenti akibat pandemi COVID U-19, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun depan. Tapi, beban itu bisa jadi ringan kalau ditanggung bersama. Saya masih ingat ketika Kardono menjabat Ketum PSSI. Beliau juga tidak mengerti sepak bola, tapi mau belajar.
Dalam setiap kesempatan tugas ke daerah, beliau selalu menyempatkan diri menemui pengurus daerah untuk mencari masukan. Beliau pun selalu mengajak pelaku sepakbola untuk berdiskusi. Hasilnya di era Kardono, Indonesia meraih medali emas cabang sepakbola di Sea Games 1987 dan 1991. Timnas Indonesia pun tampil baik di kualifikasi Piala Dunia 1986 serta menembus semifinal Asian Games 1986.