Bola.com, Jakarta - Tanggal 5 Oktober setiap tahun jamak diperingati sebagai Hari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), tapi barangkali tak banyak yang mengetahui bahwa pada tanggal 5 Oktober 69 tahun yang lalu, adalah juga hari lahirnya PTMSI (Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia), induk organisasi olah raga Tenis Meja negeri ini.
Pada hari yang istimewa ini, saya membayangkan ketiga Ketua Umum PTMSI masing-masing versi beserta pegurus kota/kabupaten dan pengurus provinsi yang terafiliasi, melakukan perayaan ulang tahun PTMSI secara sederhana di masa pandemi ini.
Sebetulnya di hari yang bersejarah ini, saya ingin bermimpi ketiga Ketua Umum PTMSI bersama Pak Zainudin Amali hadir bersama di satu lokasi melakukan upacara potong tumpeng tanda penyatuan organisasi PTMSI.
Tapi saya urungkan untuk membuat skenario mimpi yang terlampau tinggi, karena menyadari sudah menjabat 4 (empat) Menteri, konflik organisasi PTMSI tak juga selesai sampai hari ini, satu hal yang layak untuk dicatat oleh MURI.
Ingatan saya kemudian jauh mengembara melintasi ruang dan masa. Kembali ke tahun 2005 di SEA Games Manila, ketika M. Husein mempersembahkan emas terakhir Tenis Meja untuk Indonesia. Saya begitu bangga ketika putra putri Indonesia menyapu bersih 7 medali emas cabang Tenis Meja, pada Sea Games di Singapura.
Pun saya masih turut merasa jumawa di era 1970an, ketika Tenis Meja Indonesia berada di jajaran elit dunia. Asian Games 1978 Sinyo Supit dan Empie Wuisan merebut medali perak ganda putra. Ganda Sugeng Utomo dan Gunawan Suteja ada di 8 besar Kejuaraan Dunia 1975. Tim Putera Indonesia mencatat prestasi tertinggi, peringkat 11 Kejuaraan Dunia 1973.
Tapi hanya sampai di sini jangkauan ingatan saya, karena tak ada lagi yang tersisa. Yang tersaji di media hanya keributan dan duka. Tak ada lagi Silatama, tak ada Tenis Meja di PON Papua, tak ada Tenis Meja dalam barisan kontingen SEA Games yang mewakili negara, tak ada Tenis Meja di kejuaraan pelajar SD/SMP/SMA dan mahasiswa.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Harapan
Kini sudah berlalu 5 (lima) olimpiade, tak ada atlit Tenis Meja kita yang berbaris mengikuti parade. Itulah buah yang dipetik dari konflik yang berlangsung selama satu dekade. Konflik yang membuat pegiat Tenis Meja nusantara tercerai berai, kompetisi dan pembinaan pun menjadi terbengkalai. Andai para petinggi olah raga di negeri ini tidak abai, tentu masalah ini akan cepat selesai.
Dan kita tidak hanya bangga akan kejayaan masa lalu, tapi berani berangan untuk masa depan yang lebih maju. Karena saya meyakini Tenis Meja di negeri ini menyimpan potensi, dari animo masyarakat yang tinggi, dari komunitas Tenis Meja yang terus bergiat agar olah raga ini tidak mati.
Hanya perlu sentuhan induk organisasi untuk mengarahkan sumber daya yang melimpah ini menjadi prestasi yang berarti. Kepada Bapak Menteri Zainudin Amali, kami sangat mengharapkan Bapak peduli dan tegas untuk menyelesaikan konflik PTMSI, kami seluruh pegiat Tenis Meja sangat menanti-nanti hadirnya negara untuk menyelesaikan konflik yang berlarut-larut ini, sebagaimana dulu isi Nawacita Pak Jokowi.
Kepada Bapak-Bapak Ketua Umum PTMSI yang kami hormati, kami sangat berharap Bapak-Bapak berbesar hati untuk bersinergi. Setiap hari ribuan atlit bercucur keringat menempa diri, setiap hari ribuan klub melakukan pembinaan secara mandiri, setiap hari ribuan pegiat tenis meja terus berusaha menghidupkan gaung tenis meja di seluruh penjuru negeri, demi harapan untuk melihat Sang Merah Putih berkibar karena atlet Tenis Meja yang berprestasi.
Sangat disayangkan jika setiap curahan energi tadi menjadi sia-sia karena pertikaian abadi. Dan oleh karena itu bersatunya PTMSI adalah harga mati. Selamat Ulang Tahun PTMSI.
Penulis adalah Lilik Hanafi, Pegiat dan Pemerhati Tenis Meja dan Koordinator Komunitas Tenis Meja Mania
Baca Juga