Bola.com, Jakarta - Kompetisi sepak bola Indonesia pernah empat kali mati di tengah jalan. Kemungkinan akan bertambah menjadi lima dalam waktu dekat. Bermacam-macam faktor menjadi pemicunya. Mulai dari krisis moneter hingga izin kepolisian. Terbaru , Shopee Liga 1 musim 2020 terancam bubar setelah terlunta-lunta selama tujuh bulan.
Shopee Liga 1 telah dihentikan sejak Maret 2020 akibat pandemi COVID-19. PSSI ingin kembali melanjutkan kompetisi pada 1 Oktober 2020. Namun, izin kepolisian menjadi tembok penghalang.
Polri tidak mengizinkan Shopee Liga 1 digelar pada masa pandemi COVID-19 dan menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020.
PSSI masih tetap ngotot ingin menggulirkan Shopee Liga 1 pada November 2020. Bersama PT Liga Indonesia Baru (LIB), PSSI mengumpulkan 18 peserta kompetisi di Yogyakarta pada Selasa (13/11/2020) untuk menggalang dukungan.
"Klub sepakat kompetisi ini dilanjutkan dengan tujuan untuk kepentingan Timnas Indonesia U-20 ke depan agar bisa bersaing pada perhelatan Piala Dunia U-20 2021," kata Firman Achmadi dari Borneo FC selaku perwakilan tim Shopee Liga 1.
Saking setianya menunggu izin dari pihak kepolisian, PSSI bahkan rela menggulirkan Shopee Liga 1 kapan pun, termasuk pada Januari tahun depan.
"Intinya, kompetisi lanjutan pada musim 2020 akan tetap diteruskan. Apakah akan dimulai pada 1 November 2020, 1 Desember 2020 atau Januari 2020," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI, Yunus Nusi.
"Jika belum diizinkan karena alasan izin keramaian terkait Pilkada 2020, PSSI akan mencoba memulai kompetisi pada 1 Januari 2021. Mudah-mudahan aspirasi klub agar kompetisi kembali digelar bisa menjadi kenyataan."
"Tetapi, soal izin, kami kembalikan ke kepolisian. Jika kepolisian tidak mengizinkan, tentu PSSI akan menghormati dan mematuhinya," jelas Yunus Nusi.
Shopee Liga 1 bukan kompetisi pertama yang nasibnya terlunta-lunta. Sebelumnya, empat kompetisi pernah disuntik mati di tengah jalan. Berikut kisahnya:
Video
Liga Indonesia 1997/1998
Berbagai kontroversi dan sensasi kerap mewarnai perjalanan sepak bola Indonesia. Kompetisi profesional Liga Indonesia dari tahun ke tahun diwarnai cerita-cerita negatif yang merusak citra pelaku sepak bola Tanah Air.
Pada 1998, krisis moneter yang menghantam Indonesia dan belahan dunia lainnya memaksa roda kompetisi sepak bola dihentikan. Kompetisi sepak bola Indonesia berhenti total pada 1998. Kerusuhan massa akibat krisis moneter, berjalan serempak di berbagai daerah di Indonesia, membuat negara dalam keadaan kacau.
Bicara soal Liga Indonesia 1997-1998, musim tersebut memang banjir persoalan. Kompetisi diawali dengan tidak ikut sertanya dua klub eks Galatama, Bandung Raya dan Assyabaab Surabaya, yang bangkrut.
Nugraha Besoes, Sekjen PSSI saat itu menyebut federasi tak bisa berbuat apa-apa dengan mundurnya kedua klub. "Mereka memang tak punya uang buat ikut kompetisi, tidak mungkin dipaksa," kata Nugraha.
Masalah lain mencuat. PT Cipta Citra yang menaungi rokok Dunhill dan Kansas mengundurkan diri dari kerja sama sponsorship dengan PSSI yang seharusnya berlangsung delapan musim.
"Kami tak lagi di-support pihak Dunhill dan Kansas, dan kami kesulitan mendapatkan sponsor baru," ujar Direktur Utama PT Cipta Citra Sports, Jeanette Sudjunadi, yang menjadi konsultan bisnis PSSI saat itu.
Ketua Bidang Usaha yang juga Wakil Bendahara PSSI, Andy Soema Di Pradja, memahami keluhan Jeanette karena ia ikut mendampingi CCS untuk mendapatkan sponsor dari LI IV pengganti.
Perusahaan rokok lainnya, Dji Sam Soe sudah sepakat untuk mensponsori, namun mendadak kondisi ekonomi Indonesia terpuruk, karena nilai tukar dolar AS melonjak hingga di atas Rp 8.000 saat itu, membuat perusahaan-perusahaan tak berani mengumbar duit buat mensponsori acara olahraga.
Mengutip Harian Kompas dan Tabloid Bola, Kapolda Jatim Mayjen (Pol) M. Dayat membatalkan pertandingan antara Persebaya melawan PSBL Bandarlampung 13 Mei 1998, karena situasi keamanan di Surabaya yang mencekam.
Berikutnya, Arema Malang kontra Semen Padang di Stadion Gajayana Malang, serta di Gresik yaitu laga Petrokimia versus PSM Makassar juga gagal digelar karena alasan yang sama. Di Yogyakarta partai PSIM Yogyakarta menghadapi PSMS Medan yang digelar pada 17 Mei 1998 juga dibatalkan.
PSSI akhirnya menghentikan total seluruh kompetisi sepak bola di bawah naungannya menyusul belum pulihnya kondisi stabilitas politik dan keamanan di Tanah Air. Keputusan ini diambil setelah pengurus teras PSSI mencapai kesepakatan dengan para pengurus klub dan Komisariat Daerah (Komda) PSSI pada 25 Mei 1998 di Jakarta.
Menurut Nugraha Besoes, keputusan menghentikan total kegiatan kompetisi ini diambil setelah menimbang segala aspek, baik segi pembinaan sepakbola secara umum dan terutama aspek keamanan nasional yang belum pulih sepenuhnya.
Akibat situasi keamanan nasional yang makin memburuk, PSSI membatalkan seluruh kegiatan kompetisi sepak bola yang terdiri dari Liga Indonesia IV, kompetisi Divisi I PSSI serta Piala Nike.
Indonesia juga membatalkan diri sebagai tuan rumah Piala Tiger yang semula akan digelar bulan Agustus-September 1998 di Jakarta.
Humas PSSI Tondo Widodo, mengungkapkan, keputusan tersebut diambil setelah serangkaian pembicaraan antara Ketua Umum PSSI Azwar Anas dan Kepala Staf Umum ABRI Letjen TNI Fachrul Razi.
"Situasi keamanan yang belum terkendali saat ini dan dikhawatirkan akan makin besar jika kompetisi yang memungkinan konsentrasi massa, masih berlangsung. Liga Indonesia terpaksa dihentikan demi kepentingan bangsa yang lebih luas," kata Tondo.
LPI 2011
Sepak bola Indonesia pernah berada di titik nadir yang sangat kelam ketika terjadi perebutan kekuasaan di tubuh PSSI selaku organisasi yang menaungi sepak bola di Tanah Air yang berbuntut kepada dualisme kompetisi Liga Indonesia.
Pada 2011, muncul kompetisi tandingan bernama Liga Primer Indonesia (LPI) yang dikelola oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS). LPI saat itu dianggap sebagai breakaway league karena tidak memiliki izin dari PSSI selaku asosiasi resmi sepak bola di Indonesia. Namun LPIS menyatakan penyelenggaraan LPI adalah sesuai rekomendasi Kongres Sepak Bola Nasional yang dilaksanakan di Malang pada Maret 2010.
LPI dimulai pada Januari 2011 dan diikuti oleh 19 tim yang mayoritas baru didirikan. Namun, ada empat tim anggota PSSI yang membelot ke LPI yaitu Persebaya 1927, Persema Malang, PSM Makassar, dan Persibo Bojonegoro.
Seiring dengan kisruhnya PSSI dan dibentuknya Komite Normalisasi (KN) PSSI oleh FIFA, KN lalu memutuskan untuk mengakui LPI sebagai kompetisi resmi di bawah PSSI. LPI 2011 dibubarkan pada pertengahan musim untuk bersiap menghadapi musim baru 2011-2012.
Singkat cerita, ketika KN mengantarkan federasi sepak bola Indonesia itu bisa menjalani kongres dan mendapat ketua umum baru, yaitu Djohar Arifin Husein, babak baru dualisme kompetisi kembali dimulai.
PSSI era Djohar Arifin Husein memutuskan untuk menunjuk PT LPIS, yang sebelumnya mengelola LPI, untuk mengelola kompetisi resmi milik federasi. PT LPIS pun membentuk Indonesia Premier League (IPL) sebagai kompetisi resmi pada musim 2011-2012.
IPL 2013
Kisruh pun berlanjut karena polemik yang luar biasa membuat sejumlah klub tidak setuju untuk bermain di kompetisi yang disupervisi oleh PT LPIS yang musim sebelumnya gagal menjalankan roda kompetisi LPI.
Masalah di dalam kepengurusan PSSI menyeruak. Dimotori oleh anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI saat itu, La Nyalla Mattalitti, terbentuklah Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang akhirnya tetap menjalankan Indonesia Super League (ISL).
Dualisme kompetisi pun terjadi. Sejumlah klub melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Liga Indonesia berkehendak agar kompetisi tetap berada di bawah PT Liga Indonesia untuk bermain di ISL.
Namun, karena saat itu PSSI telah membentuk IPL sebagai liga yang resmi pada 2011, maka ISL ganti dianggap menjadi breakaway league.
IPL masih menjadi kompetisi resmi PSSI pada 2013. Namun, ISL 2013 pun dianggap resmi setelah proses panjang yang dilalui sepak bola Indonesia hingga lahir Join Committe PSSI, yang terbentuk setelah penandatanganan MoU antara Djohar Arifin Husein dan La Nyalla Mattalitti yang diinisiasi oleh task force AFC.
ISL yang diikuti oleh 18 tim, akhirnya menelurkan Persipura Jayapura sebagai juara. Sementara IPL, yang diikuti 16 tim, tetap berjalan dan menggunakan format play-off. Begitu kompetisi mencapai pertandingan final yang mempertemukan Semen Padang dan Pro Duta FC, partai tersebut dibatalkan.
Sekjen PSSI saat itu, Joko Driyono, mengumumkan pembatalan final tersebut. Joko mengatakan pertandingan itu bukan prioritas karena kompetisi IPL 2013 sudah selesai sejak dibatalkan oleh PSSI. Dia menegaskan bahwa tujuan akhir dari play-off final itu adalah menentukan tujuh tim yang akan menjalani proses verifikasi untuk bergabung dalam kompryidi baru pada 2014.
"Secara lugas, IPL sudah selesai. Play-off IPL dalam rangka unifikasi. Kami tidak bisa mengatakan, itu kompetisi IPL, karena IPL sudah dihentikan PSSI. Tujuan utama play-off adalah mempersiapkan tujuh tim untuk diverifikasi dan mengikuti unifikasi kompetisi musim depan. Jangan sampai terkendala agenda lain yang sebenarnya bukan prioritas," ujar Joko pada Oktober 2013.
Pada akhirnya, dua kompetisi tersebut digabungkan menjadi ISL pada 2014. Mengingat adanya penggabungan, sejumlah tim menjalani verifikasi, dengan empat tim dari IPL 2013 yang bisa tampil di ISL pada 2014.
ISL 2015
Indonesia tanpa kompetisi pada tahun 2015. Kisruh dualisme PSSI dan campur tangan pemerintah menjadi penyebabnya.
FIFA menjatuhkan sanksi pada PSSI per 31 Mei 2015. Melalui surat yang ditandatangani Sekjen FIFA, Jerome Valcke. Sebelum sanksi tersebut jatuh, Kemenpora membekukan PSSI pada 17 April 2015. Saat itu, Indonesia Super League (ISL) yang disponsori QNB (Qatar National Bank), sedang berjalan.
Kompetisi pun langsung dihentikan. Kondisi ini berimbas pada kehidupan pemain dan pelatih yang menggantungkan hidupnya dari sepak bola. Banyak di antara mereka yang terpaksa bermain turnamen antarkampung untuk mendapatkan uang.
Kompetisi kala itu baru menggelar tiga pertandingan. Pemerintah akhirnya menutupi kekosongan kompetisi dengan menggelar berbagai turnamen, termasuk Piala Presiden 2015.
Tahun berikutnya, turnamen Indonesia Soccer Championship dihelat sebagai pengganti kompetisi. Periode ini merupakan peralihan dari ISL menjadi Liga 1 yang bertahan hingga sekarang.
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia