Bola.com, Jakarta - Mendengar kata Wijay, maka yang akan terbesit adalah sosok gelandang berkulit agak gelap dengan rambut dikuncir. Ya, figurnya pernah meramaikan sepak bola Indonesia, tepatnya ketika berseragam PSMS Medan dan Sriwijaya FC.
Perawakannya mirip dengan rata-rata pesepak bola Indonesia. Tidak terlalu besar, tapi gesit dan tanpa kompromi. Wijay merupakan pesepak bola ketrunan India-Indonesia yang cukup tenar pada masa jayanya dulu.
Wijay lahir di Medan, Sumatera Utara, dan mengawali kariernya di PSMS. Menariknya, ia justru dikenal sebagai ikon Sriwijaya FC, yang notabene rival PSMS.
Sosok Rahmad Darmawan bisa dianggap figur penting buat karier Wijay. Ia selalu jadi pilihan utama di lini tengah Sriwijaya FC dan mampu bersinar di tengah bintang-bintang Laskar Wong Kito kala itu, sebut saja Isnan Ali, Ferry Rotinsulu, sampai Zah Rahan Krangar.
Membela Sriwijaya FC selama kurang lebih empat tahun dari 2005 hingga 2009, Wijay berhasil memberikan dua Copa Indonesia 2007/2008 dan 2008/2009. Ia lantas melanglang buana ke sejumlah tim, termasuk Persebaya dan Persita Tangerang.
Pria kelahiran 29 Desember 1982 ini sempat vakum pada 2015 dan kembali bermain pada 2019, tepatnya di Liga 3 bersama Muba United. Kini, Wijay menetap di Medan, tak jauh dari komplek PSMS, Stadion Kebun Bunga.
Video
Bangga Dilatih Rahmad Darmawan, tapi Merasa Berutang pada Suimin Diharja
Setelah kembali ke Medan, ia disibukkan dengan melatih SSB di Stadion Kebun Bunga. Stadion tersebut merupakan tempat yang bersejarah buat dirinya karena di sanalah ia biasa latihan sejak kecil.
Wijay memiliki hasrat untuk melatih tim di Liga Indonesia. Memiliki lisensi C AFC, Wijay mengaku masih ingin belajar lebih banyak dengan pelatih-pelatih yang sudah ada guna menambah jam terbang dan pengalamannya.
Sosok Rahmad Darmawan dan Suimin Diharja menjadi sumber inspirasinya. Ia mengaku beruntung karena pernah dilatih oleh pelatih yang dinilainya punya karakter dan kharisma.
"Musim pertama di Sriwijaya FC nyaris degradasi. Setelah itu masuk Rahmad Darmawan, kami dapat double winner," kata Wijay saat sesi wawancara di channel YouTube Kedanku TV.
"Saya beruntung bisa dilatih Rahmad Darmawan. Apalagi banyak pemain bagus di Sriwijaya FC. Saya dulunya gelandang serang, lalu datang Suimin Diharja. Pada saat itu, saya masih jadi pemain pelapis, mungkin dia melihat saya bagus di posisi tengah."
"Suimin kasih saya masukan terus, sampai akhirnya saya pas di posisi gelandang bertahan. Di situ saya coba menikmati, lama kelamaan pas. Saya dapat drill terus, sampai saya nyaman. Bang Suimin adalah inspirator, dia bisa melihat potensi pemain. Makanya saya bersyukur, berterima kasih pernah dikasih kesempatan lebih di tim."
"Saya beruntung bisa dilatih oleh pelatih-pelatih hebat. Mulai dari Rahmad Darmawan, Suimin Diharja, Benny Dollo juga."
Tidak Bisa Pilih PSMS atau Sriwijaya FC
Ketika pertanyaan usil datang mengenai tim mana yang harus ia pilih antara PSMS Medan atau Sriwijaya, Wijay merespons dengan tawa kecil. Ia mengaku tak bisa memilih tim mana yang ada di hatinya.
"Dua-duanya. Karena yang pertama, Medan kota kelahiran saya, awal saya main di PSMS. Tapi, Sriwijaya adalah tim yang membesarkan saya," kata Wijay.
"Banyak orang tahu saya karena Sriwijaya. Jadi, saya yang harus berterima kasih pada Sriwijaya. Gara-gara Sriwijaya FC saya pernah dipanggil Timnas."
"PSMS Medan juga punya tempat yang spesial. Medan tempat kelahiran saya, ada nilai historis di sini," ujarnya lagi.
Sumber: YouTube/Kedanku TV