Bola.com, Makassar - Ketika masih berstatus sebagai pemain, Erwin Wijaya dikenal dengan gocekan dan 'umpan kedut' yang akurat. Kelebihan ini membuatnya menjadi pilar PSM Makassar saat meraih trofi juara Piala Perserikatan 1992 setelah mengalahkan PSMS Medan dengan skor 2-1 di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, 27 Februari 1992.
Kesuksesan itu sekaligus membuat Ho, sapaan akrabnya, bersama Yosef Wijaya menjadi pemain keturunan Tionghoa generasi terakhir yang membawa PSM Makassar meraih puncak tertinggi.
Pencapaian Ho bersama PSM pada musim itu juga diwarnai drama pahit yang berliku meski kemudian berujung manis. Kepada Bola.com yang menyambangi kediamannya di Makassar, Selasa (17/11/2020) malam, Ho mengungkapkan cerita perjalanannya bersama Juku Eja dari awal hingga partai puncak di Senayan.
Sejatinya, Ho sudah berseragam PSM pada 1989 setelah memperkuat Timnas Indonesia junior. Namun, ia memutuskan mundur dari tim karena alasan pribadi jelang kompetisi musim 1989/1990.
Namanya kembali masuk dalam daftar pemain PSM pada musim berikutnya, yaitu 1991/1992. Namun, meski sempat mengikuti latihan, Ho memilih meninggalkan tim. Alasannya, ia melihat materi pemain sudah gemuk dengan bergabungnya para eks pemain Makassar Utama, klub Galatama yang membubarkan diri.
Sebelum bergabung bersama PSM, eks pemain Makassar Utama ingin memperkuat PS Bosowa yang menembus final Piala Galakarya di Semarang pada 1991.
"Saat itu, saya berpikir lebih baik mengalah. Saya pun pamit baik-baik ke Pak Syamsuddin Umar yang saat itu menjadi pelatih kepala," kenang Ho.
Ia pun kembali berlatih bersama Minaesa, klub anggota kompetisi internal PSM, dan PS Telkom, klub perusahaan yang kerap mengikuti turnamen lokal maupun regional.
Seperti diketahui, penampilan awal PSM pada musim 1991/1992 terbilang minor. Pada tiga pertandingan pertama menghadapi klub Jawa Timur, PSM hanya mampu meraih satu poin. Hal itu karena mereka kalah 0-3 dari Persebaya Surabaya, takluk 0-1 di tangan Persema Malang, dan bermain imbang tanpa gol dengan Persegres Gresik.
Hasil minor pada laga tandang di Jawa Timur memantik reaksi suporter Juku Eja. Mereka pun ramai meminta perubahan pada materi pemain, di antaranya memanggil kembali pemain yang keluar seperti Ho.
"Saat itu, saya yang tengah berlatih di Lapangan Hasanuddin didatangi oleh suporter yang membujuk saya untuk kembali ke PSM. Dari pihak tim, PSM mengutus Pak Thalib yang dekat dengan saya agar mau bergabung lagi. Demi PSM, saya pun akhirnya luluh juga," ungkap Ho.
Masuknya pemain baru membawa dampak lain. Sumirlan, eks Makassar Utama yang sempat menjadi kapten memilih meninggalkan Hotel Paris, tempat PSM menginap selama pemusatan latihan.
Evolusi materi pemain ditambah dukungan suporter militan yang dikoordinasikan Ande Latief, pengusaha Makassar yang gila bola dan kemudian membuat PSM menjelma menjadi tim menakutkan. Langkah PSM Makassar yang sempat terseok-seok menjadi lancar dan akhirnya meraih juara.
Video
Momen Berkesan di PSM
Kesuksesan pada musim itu menyimpan kenangan tersendiri dalam perjalanan karier Ho di sepak bola. Ho mengaku tidak bisa melupakan kenangan saat PSM Makassar mengalahkan Persib Bandung dengan skor 2-1 di semifinal. Menurut ho, saat itu Persib lebih dijagokan. Tak hanya berstatus juara bertahan, Robby Darwis dkk. merupakan pemain papan atas di Tanah Air.
Saat itu, kondisi Ho sejatinya tidak fit menyusul cedera hamstring di paha kanannya. Ia pun tidak dimainkan sejak menit awal seperti laga-laga sebelumnya. Syamsuddin Umar sebagai pelatih kepala sengaja menyimpannya sebagai senjata pamungkas. Ho baru masuk pada menit ke-78 saat kedudukan imbang 1-1.
Hanya satu menit setelah masuk lapangan, Ho yang menyisir sisi sayap melepaskan umpan silang yang terukur dan disambut sundulan kepala striker PSM, Kaharuddin Jamal. PSM pun memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.
Selepas musim 1991/1992, lagi-lagi Ho memilih absen dari PSM pada musim 1993/1994, yang merupakan edisi terakhir Perserikatan. Begitu pun pada Liga Indonesia pada musim 1994/1995, Ho lebih memilih bermain di klub lokal, Minaesa dan PS Telkom yang mengontrak dirinya sebagai karyawan honorer.
Meski sempat menghilang, pamor Ho tetap ada. Pelatih Petrokimia Putra, Andi Teguh, menawarkannya bergabung jelang Liga Indonesia 1995/1996. "Saya sempat ke Gresik. Tapi, PSM yang saat itu dikendalikan Nurdin Halid meminta saya pulang ke Makassar," tutur Ho.
Kiprah Ho bersama PSM juga tak lama. Ketika kompetisi baru memainkan tiga laga, pelatih Persiba Balikpapan, Ronny Pattinasarani menghubungi M. Basri yang ketika itu menjadi pelatih PSM dan meminta kesediaan Juku Eja melepas Ho. Permintaan Ronny dan Persiba disetujui, Ho pun hengkang ke Persiba. Ia tampil selama dua musim bersama klub Balikpapan itu hingga memutuskan gantung sepatu.
Baca Juga
Mengulas Rapor Buruk Shin Tae-yong di Piala AFF: Belum Bisa Bawa Timnas Indonesia Juara, Edisi Terdekat Bagaimana Peluangnya?
Prediksi AC Milan Vs Juventus: Duel Raksasa yang Jauh dari Habitatnya
Timnas Indonesia Menatap Piala AFF 2024: Trofi Perdana Direbut atau Status Spesialis Runner-up Berlanjut?