Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia pada masa lalu memiliki banyak striker berbakat. Bakat mereka terasah baik secara alami maupun pendidikan di akademi sepak bola.
Dari era Ramang, pencetak gol terbanyak tim Garuda, Sucipto Suntoro, hingga era Ricky Yacobi, dan Kurniawan Dwi Yulianto, mereka telah mengalami pasang surut bersama Timnas Indonesia.
Menengok kehebatan para bomber Timnas Indonesia pada masa lalu sebenarnya membuat kita optimistis. Ternyata, striker lokal juga bisa bersaing asalkan mendapat jam terbang dan latihan yang tepat.
Beberapa tahun belakangan, sejumlah pelatih Timnas Indonesia mengeluhkan kesulitan mencari penyerang haus gol yang bisa diandalkan sebagai goal getter Tim Merah-Putih. Kenapa bisa begitu?
Daftar atas pencetak gol kompetisi kasta tertinggi Tanah Air kerap didominasi pemain asing. Praktis hanya nama Boaz Solossa dan Cristian Gonzales, pemain lokal yang bisa menembus dominasi bomber-bomber asing dalam perburuan gelar sepatu emas.
Sejarah telah mencatat sepak bola Indonesia tampil pasang surut. Namun, sejarah pula yang mencatat ada banyak anak bangsa yang menciptakan kenangan manis sebagai penyerang terbaik.
Bola.com merangkum striker legendaris Timnas Indonesia dari era Ramang hingga akhir 1990-an.
Video
Ramang, Belajar dari Alam
Sebuah artikel dalam situs FIFA pada 26 September 2012 berjudul Who Inspired ‘50s Meridian, memuji penampilan Andi Ramang pada Olimpiade Melbourne 1956. FIFA menyebut Ramang memanfaatkan alam dalam belajar sepak bola.
Ia memulai dengan menendang bola golo (bola karung) dan takraw. Pemain kelahiran 24 April 1928 ini juga memanfaatkan jam istirahat sekolah untuk menendang bola dari pelapah pisang yang digulung. Tendangan kerasnya ialah hasil latihan di pantai, menunggu gelombang datang lalu menendang keras-keras ke arah gulungan air.
Dalam catatan buku Ramang: Macan Bola, pada 1952 ia mengikuti latihan timnas di Jakarta menggantikan bek Sunardi. Pelatih Timnas Indonesia kala itu, Tony Pogacnik sempat kecewa karena ia tidak berkembang. R. Maladi, Ketua Umum PSSI saat itu menyarankan Tony untuk menjadikan Ramang sebagai penyerang.
Namanya langsung melejit saat Indonesia berujicoba dengan Hong Kong, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Tim-tim dari Eropa seperti Yugoslavia atau Stade de Reims dibuat penasaran.
Fakta-fakta Ramang
1952-Mengawali latihan bersama timnas dengan posisi bek.
1958-Mencetak dua gol saat Indonesia melawan China pada kualifikasi ronde Piala Dunia. Ramang membawa Indonesia pertama kali meraih perunggu Asian Games.
1962-Diisukan terlibat skandal suap menjelang Asian Games Jakarta dan memutuskan pensiun dari timnas.
1968-Berhenti berkarier ketika usianya memasuki 40 tahun.
Sucipto Suntoro, Si Gareng Bomber Terganas
Indonesia memiliki Sucipto Suntoro, pencetak gol terbanyak, 57 dalam rentang waktu 1965-1970. Sucipto masuk Timnas Indonesia setelah terpantau bakatnya oleh pelatih Djamiat Dalhar. Ia lebih dulu digembleng di timnas junior pada 1956.
Ia selalu mencetak gol minimal dua atau satu gol penentu mulai dari Merdeka Games, Aga Khan, sampai Asian Games. Hingga di akhir masa jayanya, Sucipto berhasil membawa Indonesia peringkat kelima Asian Games 1970.
Sucipto meninggal pada 1994 karena kanker. Catatan terbaiknya ialah ketika tim sekelas Werder Bremen dibuat terkesima dan berminat memboyong Gareng saat PSSI mengadakan tur Eropa pada 1965. Namun, suhu politik waktu itu Indonesia lebih condong ke timur membuat Suntoro enggan ke Jerman.
Fakta-fakta Sucipto Suntoro:
1956-Menjadi top skor Piala Asia Junior dengan 14 gol. Indonesia pernah melibas Taiwan 14-0 dan Jepang 13-1.
1957-Memperkuat Persija saat masih berusia 16 tahun. Itulah mengapa Suntoro disebut sebagai 'Gareng'. Suntoro jadi personil tim senior Persija bbrp saat kemudian berkat Endang Witarsa
1964-Menjadi top skor kompetisi Perserikatan dengan torehan 16 gol.
1969-Mencetak 8 dari 9 gol saat Indonesia melawan Singapura di Merdeka Games.
1965-Mencetak dua gol saat Indonesia menghadapi Feyenoord dan tiga gol saat melawan juara bundesliga Werder Bremen.
Risdianto, Pernah Lebih Subur Ketimbang Pele
Risdianto lebih hebat dari Pele saat Timnas Indonesia bertemu Santos, pada 20 Juni 1972 di Senayan. Indonesia kalah 2-3, tapi Ris memborong dua gol, sementara Pele hanya satu gol untuk Santos.
Gol kedua Risdianto dicetak dengan tendangan voli indah setelah menerima umpan Jacob Sihasale.
“Saya tak mengira bisa mencetak gol indah itu. Selama pertandingan, perhatian saya tak lepas dari Pele,” papar Risdianto yang kala itu masih berusia 22 tahun, dikutip dari BOLA Vaganza Maret 2005.
Risdianto sebelumnya berkostum Persekap Pasuruan pada 1964 ketika berusia 14 tahun, kemudian Perdedetex, UMS, dan Persija Jakarta. Ris, panggilan akrabnya, mulai mendapat tempat utama di lini depan timnas dan memboyong gelar Jakarta Anniversary Cup 1972.
Fakta-fakta Risdianto:
1956-Gagal mengulang sukses Ramang berlaga di Olimpiade Melbourne.
1976-Menjajal kompetisi Divisi Utama Hong Kong bersama Mackinnons FC lalu kembali di timnas Kualifikasi Olimpiade Montreal.
1979-Menyumbangkan medali perak SEA Games Jakarta.
1981-Jadi cadangan saat perebutan medali perunggu di SEA Games Manila.