Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia pada masa lalu memiliki banyak striker berbakat. Bakat mereka terasah baik secara alami maupun pendidikan di akademi sepak bola.
Dari era Ramang, pencetak gol terbanyak tim Garuda, Sucipto Suntoro, hingga era Ricky Yacobi, dan Kurniawan Dwi Yulianto, mereka telah mengalami pasang surut bersama Timnas Indonesia.
Menengok kehebatan para bomber Timnas Indonesia pada masa lalu sebenarnya membuat kita optimistis. Ternyata, striker lokal juga bisa bersaing asalkan mendapat jam terbang dan latihan yang tepat.
Beberapa tahun belakangan, sejumlah pelatih Timnas Indonesia mengeluhkan kesulitan mencari penyerang haus gol yang bisa diandalkan sebagai goal getter Tim Merah-Putih. Kenapa bisa begitu?
Daftar atas pencetak gol kompetisi kasta tertinggi Tanah Air kerap didominasi pemain asing. Praktis hanya nama Boaz Solossa dan Cristian Gonzales, pemain lokal yang bisa menembus dominasi bomber-bomber asing dalam perburuan gelar sepatu emas.
Sejarah telah mencatat sepak bola Indonesia tampil pasang surut. Namun, sejarah pula yang mencatat ada banyak anak bangsa yang menciptakan kenangan manis sebagai penyerang terbaik.
Bola.com merangkum striker legendaris Timnas Indonesia dari era Ramang hingga akhir 1990-an. Pada edisi sebelumnya, kami membahas Ramang, Sucipto Suntoro, Risdiyanto, Widodo C. Putro, Rochi Putiray, dan Bambang Pamungkas.
Video
Widodo Cahyono Putro, Gol Salto dari Liga Desa
Widodo C. Putro sangat terkenal dengan gol salto ketika Timnas Indonesia melawan Kuwait di Piala Asia 1996. Tapi, Widodo pernah mencetak gol salto sebelumnya di Galadesa.
“Saya pernah membuat gol serupa ketika pertandingan Galadesa (kompetisi sepak bola antardesa) dan sewaktu membela Petrokimia Gresik,” kata Widodo di BOLA Vaganza Agustus 2005.
Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Widodo kala itu. Ribuan pasang mata menonton langsung aksi salto Widodo merobek jala Khaled Al Fadhli.
Ia mengawali karier pro pada 1990 di klub Galatama, Warna Agung. Widodo berusaha keras menaikkan peringkat klubnya yang berada di dasar klasemen pada tahun 1991.
Namanya mencuat ketika Kualifikasi Olimpiade Barcelona 1992. Bersama Aji Santoso dan Rochi Putirai, penampilan Widodo memukau pelatih Anatoli Polosin. Ia lalu menjadi buah bibir di SEAG 1991.
Fakta-fakta Widodo:
1990-Debut di timnas untuk kualifikasi Olimpiade Barcelona.
1991-Debut di SEAG saat berusia 21 tahun, ia menjadi biang keladi kemenangan atas Malaysia, 2-0, pada pertandingan pertama Grup B di Stadion Rizal Memorial, Manila.
1996-Mencetak gol ke gawang Kuwait pada Piala Asia 1996. Gol salto tersebut AFC menobatkan sebagai gol terbaik.
Rochi Putirai, Gaya Nyentrik
Rochi besar di Arseto Solo yang dibawanya juara kompetisi Galatama 1992. Namanya mencuat ketika membela Timnas Indonesia di Kualifikasi Olimpiade Barcelona 1992 bersama Widodo C. Putro.
Rochi dibawa Polosin pada SEA Games 1991 saat berusia 21 tahun. Banyak kalangan yang khawatir jika Rochi terlalu cepat diorbitkan dengan kondisi yang belum matang betul.
Namun, berbagai tanggapan miring tak diindahkan. Bersama Widodo, Rochi tak henti menyumbang gol demi gol sampai akhirnya meraih emas.
Gol-golnya ke gawang India pada Kualifikasi Piala Asia 1996 membantu Indonesia lolos ke putaran final. Rochi menyumbangkan perunggu pada SEAG 1999 setelah sebelumnya turut menghancurkan Malaysia, 6-0, di babak penyisihan grup. Ia lalu laris manis di pasaran khususnya di liga Hong Kong.
Rochi dikenal dengan gaya nyentrik, dari rambut hingga sepatu yang berbeda warna.
Fakta-fakta Rochi Putiray:
2001-Mencicipi Liga Hong Kong bersama Instant Dict dan semusim kemudian bergabung ke Happy Valley AA,.
2002-Mencetak 15 gol dari 25 partai bersama South China AA.
2003-Terakhir merumput di Hong Kong bersama Kitchee SC dan mencetak 41 gol dalam 20 pertandingan.
2004-Membobol gawang AC Milan, 31 Mei 2004 bersama tim bintang liga Hong Kong. Berkat golnya, Milan kalah 2-1.
Bambang Pamungkas: Bersinar di Tanah Air, Melekat di Malaysia
"Bambang Pamungkas, macan-nya Persija. Bola ditendang langsung masuk ke gawang. Sorak-sorai, The Jak bergembira. Hari ini, raih poin tiga."
Petikan chant dari The Jakmania tersebut kerap menggelora kala seorang Bambang Pamungkas menggetarkan gawang lawan. Kini, tak ada chant itu karena Bepe telah pensiun dan menjadi manajer tim Macan Kemayoran.
Dikutip dari blog pribadinya, Bepe berkisah awal mula sebelum ia dikontrak Persija pada 1999. Bepe dipanggil Timnas Indonesia U-19 untuk sebuah turnamen di Manila, Filipina, pada 1998. Bersama Purwanto, Bepe menorehkan tujuh gol pada kejuaraan tersebut.
Dari turnamen itu, Bepe kembali ke Diklat Salatiga, Semarang, untuk kembali menimba ilmunya sebagai siswa sekolah sepak bola. Panggilan pertama dari Timnas Indonesia level senior terjadi pada 1999 sebagai persiapan menuju SEA Games 1999. Bepe menyebut hal itu sebagai momen unik dalam kariernya.
"Dalam karier sepak bola saya, ada sesuatu yang unik yang mungkin tidak terjadi kepada pemain lain. Ketika saya mendapatkan panggilan Timnas Indonesia senior untuk pertama kali, status saya masih pemain amatir," tulis Bepe dilansir dari artikel bertajuk Persija Bukan Tujuan Utama Saya yang tayang di blog pribadinya pada 1 Maret 2008.
Bepe tak hanya mentereng di Tanah Air. Namanya sangat dikenang oleh penggemar klub Malaysia, Selangor FA. Di Selangor, Bepe meraih treble pada musim 2005.
Bambang Pamungkas saat ini merupakan legenda hidup Timnas Indonesia. Ia merupakan pemain dengan jumlah penampilan terbanyak bersama Tim Garuda hingga sejauh ini, yaitu 86 pertandingan. Ia juga merupakan pencetak gol terbanyak nomor dua setelah Soetjipto Soentoro yang membela Timnas Indonesia pada 1965 hingga 1970.
Baca Juga
Gelandang Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Akan Sangat Indah jika Bisa Melawan Belanda dan Tijjani di Piala Dunia 2026
Erick Thohir Blak-blakan ke Media Italia: Timnas Indonesia Raksasa Tertidur, Bakal Luar Biasa jika Lolos ke Piala Dunia 2026
Erick Thohir soal Kemungkinan Emil Audero Dinaturalisasi untuk Timnas Indonesia: Jika Dia Percaya Proyek Ini, Kita Bisa Bicara Lebih Lanjut